Selasa, 19 Juli 2016

KITAB QOTRUL GHAITS PERMASALAHAN III : CARA BERIMAN TERHADAP PARA MALAIKAT?

OLEH IMAM NAWAWI AL BANTANI (IMAM NAWAWI KEDUA)

PERMASALAHAN III CARA BERIMAN TERHADAP PARA MALAIKAT?

Jika ditanyakan kepadamu: ” Bagaimana cara kamu beriman terhadap para malaikat?”.
Maka hendaklah kamu berkata: Sesungguhnya para malaikat itu bermacam-macam dalam masalah keadaan, pekerjaan, dan bentuk rupa mereka. 

Sebagian dari mereka adalah sebagaimana berikut:

Hamalatul Arsyi (para pemanggu Arsy) Mereka adalah tingkatan tertinggi dari para malaikat dan yang pertama diciptakan. Mereka di dunia ada empat dan di akhirat ada delapan dalam bentuk rupa aw’al (jenis kambing yang bertanduk dua), jarak antara kuku kaki hingga lutut mereka adalah tujuh puluh tahun perjalanan burung yang cepat. Adapun sifat Arsy telah disebutkan, bahwasanya Arsy adalah sebuah permata hijau, dan ia termasuk makhluk paling agung dalam penciptaanya dari sekian banyak makhluk Allah, yang setiap harinya dipakaikan seribu warna dari cahaya yang tidak ada seorangpun makhluk dari sekian banyak makhluk Allah mampu unutk menatapnya, adapun keberadaan benda-benda yang ada kesemuanya di Arsy adalah ibarat sebutir pasir yang berada dipadang pasir, juga telah disebutkan, bahwasanya Arsy adalah kiblat para penduduk langit sebagaimana Ka’bah menjadi kiblat para penduduk bumi.

Hafun (yang menglilingi) Wahab bin Munabbih mengatakan, disekitar Arsy terdapat tujuh puluh ribu sof yang terdiri dari para malaikat. Satu sof berada dibelakang sof yang lain, yang mengelilingi Arsy . Mereka-mereka (yang berada di sof pertama) berangkat, dan yang lain juga berangkat (yang berada di sof sesudahnya). Apabila mereka-mereka bertemu satu sama lain, maka mereka bertahlil dan yang lian bertakbir. 

Dari belakang tujuh puluh ribu sof tadi terdapat tujuh puluh ribu sof malaikat yang mengangkat tangannya sampai keleher dan meletakkanya diatas leher mereka, ketika mereka mendengar takbir dan tahlil para malaikat tadi, maka mereka melantangkan suaranya seraya berkata:

Dari tujuh puluh ribu sof ini, dibelakangnya terdapat seratus ribu sof para malaikat yang meletakkan tangan sebelah kanan diatas sebelah kiri, tidak satupun dari mereka kecuali bertasbih dengan bacaan tasbih yang tidak dibaca oleh yang lain. Jarak anatara dua sayap satu dari mereka adalah perjalanan delapan ratus tahun, sedang jarak dari daun telinga hingga pundaknya adalah perjalanan empat ratus tahun.

Allah menghijab dari para malaikat yang berada disekitar Arsy dengan tujuh puluh hijab dari cahaya, tujuh puluh hijab dari kegelapan, tujuh puluh hijab dari mutiara putih, tujuh puluh hijab dari Yaqut merah (rubi), tujuh puluh hijab dari Zabarjad hijau, tujuh puluh hijab dari salju, tujuh puluh hijab dari air, tujuh puluh hijab dari bebatuan es dan dengan hijab-hijab yang tidak akan mengetahuinya kecuali Allah.

Ruhaniyyun (para kejiwaan) Telah dikatakan bahwasannya keberadaan mereka di Ardlul Baidla’ (bumi yang putih) adalah ibarat sebuah batu marmer yang mana lebar bumi tersebut adalah empat puluh hari perjalanan matahari dan panjangnya tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah swt. Mereka memliki penikam dengan bertasbih dan bertahlil, kalau saja seandainya suara dari salah satu mereka diperdengarkan niscaya penduduk muka bumi pastilah binasa dari kengerian suaranya, dan ujung mereka sampai ke Hamaltul Arsy.
Karubiyyun (dengan di baca fathah huruf kafnya dan dibaca tahfif huruf Ra’-nya كَرُوبِيُّوْن ) Mereka adalah para pemimpin malaikat dan merekalah para malaikat yang berada disekitar Arsy.
Safarah (para duta) Yaitu yang menjadi perantara antara Allah dan semua para Nabi-Nya juga para Sholihin, yang menyampaikan risalah (pesan) Allah kepada mereka dengan melalui wahyu, ilham dan mimpi yang baik, atau yang menjadi perantara antara Allah dan makhluk-Nya. Mereka menyanpaikan kabar-kabar penciptaan-Nya kepada mereka. 

Adapun kata safarah disini adalah jamak dari kata safiir سَفِيْر) ) dengan makna utusan, bukan bentuk jamak dari kata saafir سَافِر) ) dengan makna sekretaris, karena sebenarnya Musannif telah mentafsirkan kata safarah dengan mereka para malaikat yang empat. Yaitu: Jibril, Mikail, Israfil dan Azrail (dengan dibaca fathah huruf ‘Ain-nya).

Jibril adalah malaikat yang turun kepada semua para Nabi, Mikail adalah yang menjadi wakil (staf) perhujanan, Israfil yang menjadi wakil peniupan sangkakala, yang mana sangkakala tersebut akan ditiup maka semua makhluk akan mati dan ditiup lagi untuk menghidupkan para makhluk tersebut, lalu nyawa-nyawa akan dikembalikan pada jasadnya, Azrail menjadi wakil pencabutan nyawa. Apabila ajal seorang telah tiba maka Allah memerintahkan untuk mencabut nyawanya. Malaikat maut memiliki beberapa asisten yang terdiri dari beberapa malaikat, yang mana malaikat maut akan menyuruh mereka terhadap pencabutan nyawa tersebut, lalu apabila nyawa telah sampai ketenggorokan maka malaikat maut mengambil alih pengambilan nyawa itu dengan dirinya sendiri.

Keluarnya nyawa adalah dari yafukh (ubun-ubun) sebagaimana masuknya kedalam badan. Adapun terbukanya mulut orang yang sakaratul maut (naza’) ketika nyawa keluar, maka disebutkan, karena saking mengerikan/menakutkannya apa yang ia lihat. Yang disebut yafukh ialah suatu tempat yang bergerak yang berada dikepala bayi.

Hafadhah (para penjaga) Muhammad Khalil mengatakan, telah diceritakan, bahwasannya Utsman bin Affan ra. bertanya pada Nabi saw.: berapa jumlah para malaikat yang ada pada manusia?. Rasullah saw. Menjawab: dua puluh malaikat, sebagian dari mereka adalah satu malaikat dari sebelah kananmu terhadap kebaikan-kebaikanmu, dia adalah yang menjadi pemimpin terhadap yang sebelah kirimu, jika kamu melakukan keburukan maka malaikat sebelah kiri berkata pada yang dari sebelah kanan: “Apakah akan aku tulis?” Yang dari sebelah kanan menjawab: “Jangan, siapa tahu ia akan bertaubat”, lalu yang sebelah kiri bertanya lagi, “Apabila tidak bertaubat?” Yang dari sebelah kanan menjawab, “Iya, tulislah, semoga Allah menyenangkan pada kita dari itu”. Nama malaikat sebelah kananmu adalah Raqib dialah yang menulis amal kebaikan dan yang sebelah kiri adalah Atid dialah yang menulis amal keburukan, dua malaikat yang berada dihadapan dan yang berada di belakangmu, satu malaikat yang memegang terhadap nashiyah-mu (kenig), apabila kamu tawadu’ terhadap Allah maka ia akan mengangkatmu, dan jika kamu sombong terhadap Allah maka ia akan menghancurkanmu, dua malaikat pada kedua bibirmu, mereka tidak mengingatkan padamu kecuali untuk bershalawat pada nabi Muhammad saw., satu malaikat pada mulutmu yang tidak akan membiarkan ular atau serangga masuk kedalam mulutmu, dan dua malaikat pada kedua belah matamu. Disebutkan bahwa nama mereka adalah Syawiyyah ((شَوِيَّة. Mereka inilah sepuluh malaikat yang ada pada diri manusia, lalu malaikat malam akan turun menggantikan malaikat siang, dan mereka-mereka inilah (malaikat malam dan malaikat siang) dua puluh malaikat yang berada pada diri manusia.

Katabah (para sekretaris) Merekalah para malaikat yang menghapus dari lauhul mahfudh, mereka adalah para malaikat yang mulia yang menjadi sekretaris. Sebagian dari mereka ada yang memiliki beberapa sayap, yaitu: Tiap-tiap satu dari mereka ada yang memiliki dua sayap-dua sayap, ada yang memiliki tiga sayap-tiga sayap, dan sebagian yang lain ada yang memiliki empat sayap-empat sayap, dan Allah akan menambahkan dalam penciptaan sayap-sayap pada selain bagian-bagian tadi,menurut kehendak dan kebijaksanaannya.


TAMBIHUN

Perkataan Mushannif pada kata hamalah, safarah, hafadhah dan katabah, dengan dibaca fathah ketiga hurufnya adalah bentuk jamak dari kata haamil, safiir, haafidh dan kaatib.
Semua para malaikat adalah makhluk. Yaitu yang tercipta dengan penciptaan Allah terhadap mereka sebagaimana makhluk lainnya, yang menyembah Allah. Mereka tidak akan berkata sesuatu hingga Allah mengatakannya, sebagaimana hamba sahaya yang terpelajar, tidak disifati dengan laki-laki dan tidak juga perempuan. Barang siapa yang ber-i’tiqad terhadap ke-perempuan atau kebancian mereka maka orang tersebut kafir, dan barang siapa yang ber-i’tiqad terhadap ke-lelakiannya maka orang tersebut fasiq. Mereka tidak memiliki syahwat, yaitu keinginan nafsu, dan tidak juga nafsu. 

Nafsu terbagi menjadi tujuh tingkatan, sebagaimana berikut:

Ammarah : Tempatnya di As-Shadr (dada), dan pasukannya adalah: bakhil (kikir), hirshu (cinta dunia), hasad, kebodohan, takabur, syahwat, ghosab (menggunakan milik orang lain tanpa idzin).

Lawwamah : Tempatnya di Al-Qalbu (hati), adapun hati letaknya dibawah buah dada sebelah kiri perkiraan dua bentang jari tangan. Pasukannya adalah: mencela, prasangka, memaksa, ujub, ghibah (bergunjing), riya’, sewenang-wenang, berbohong, lalai.

Mulhimah : Tempatnya di Ar-Ruh, adapun ruh letaknya dibawah buah dada sebelah kanan perkiraan dua bentang jari tangan. Pasukannya adalah: dermawan, kerelaan, tawadu’, taubat, sabar, lapang dada.

Muthmainnah : Tempanya di As-Sirru, yang mana letaknya disebelah buah dada sebelah kiri perkiraan dua bentang jari tangan hingga ke arah dada. Pasukannya adalah: kemurahan hati, tawkkal, ibadah, bersyukur, ridla’, khasyyah.

Rodliyah : Tempatnya di Sirrus Sirri, mungkin yang dimaksud oleh mushannif dengan kata Sirrus Sirri adalah Qalab (dengan dibaca fathah huruf lam-nya), yaitu seluruh jasad. Pasukannya adalah: kemurahan hati, zuhud, ikhlas, wara’, riyadlah, kepercayaan.

Mardliyyah : Tempatnya di Al-Khafi yang terletak di sebelah buah dada sebelah kanan perkiraan dua bentang jari tangan hingga kepertengahan dada. 
Pasukannya adalah: baik budi pekerti, meninggalkan yang selain Allah, halus/ramah terhadap manusia, membawa mereka pada kebaikan, memaafkan kesalahan, cinta dan condong kepada mereka guna mengeluarkan mereka dari kegelapan watak dan jiwa mereka menuju jiwa yang terang.

Kamilah : Tempatnya di Al-akhfa, yaitu pertengahan dada. Pasukannya adalah: ilmul yaqin, ainul yaqin dan haqqul yaqin.

Selain dari tidak memiliki nafsu, para malaikat juga tidak memiliki bapak dan ibu, karena sesungguhnya mereka adalah jasad yang berupa cahaya, yaitu kebanyakan dari mereka diciptakan dari cahaya. Namun kadang ada juga sebagin dari mereka yang diciptakan dari tetesan-tetesan yang menetes dari malaikat Jibril setelah ia mandi dari sebuah sungai yang berada dibawah Arsy. Para malaikat bisa berubah-rubah wujud/bentuk yang berbeda-beda, mereka juga tidak makan, minum dan tidak tidur. Adapun dalil yang mununjukkan akan hal itu adalah firman Allah: “Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya”.
Sedang tidur adalah suatu kelelahan/kelesuan yang akan menimpa pada manusia dan tidak menghilangkan akal mereka. Para malaikat tidak akan pernah maksiat atau menentang terhadap Allah, terhadap apa-apa yang telah Allah perintahkan kepada mereka, mereka akan selalu mengerjakan apa-apa yang telah diperintahkan.

Firman Allah:

“Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka)”.
Yaitu yang berupa ketaatan dan peraturan.

Fiman Allah:
“Sebenarnya (malaikat-malaikat itu), adalah hamba-hamba yang dimuliakan”
Yakni, para malaikat adalah para hamba dari sekian banyak hamba Allah yang dimuliakan dengan kesucian dari dosa-dosa, yang tidak akan mendahului terhadap izin Allah dengan sebuah perkataan. Mereka hanya akan mengerjakan terhadap perintah Allah apabila Allah telah memerintahkannya, karena sesungguhnya mereka berada dipuncak pengawasan (muraqabah) Allah swt. maka mereka menyatukan antara perkataan dan perbuatan dalam bertaat, dan itulah puncak dari ketaata

KITAB QOTRUL GHAITS PERMASALAHAN II : BAGAIMANA IMAN TERHADAP ALLAH

OLEH IMAM NAWAWI AL BANTANI

PERMASALAHAN II BAGAIMANA IMAN TERHADAP ALLAH?

Jika ditanyakan kepadamu: “Bagaimana kamu beriman terhadap Allah ?”
Maka hendaklah kamu berkata: Sesungguhnya Allah itu Dzat yang esa, yaitu yang sendiri pada sifat-sifat dan dzat-Nya tidak ada yang menyekutui-Nya, Dzat yang maha hidup dengan kehidupan yang qadim yang ada pada dzat-Nya bukan dengan nyawa, Dzat yang maha tahu dengan pengetahuan yang qadim yang ada pada dzat-Nya, yang mengetahui benar terhadap yang wajib, jaiz dan yang mustahil, 

Dzat yang maha kuasa dengan kekuasaan yang qadim yang ada pada dzat-Nya, bukan dengan penelitian juga bukan dengan perantara, yang mana ajzu (ketidak berdayaan) tidak akan terjadi pada kekuasaan-Nya yang mencakup terhadap semua sesuatu yang mumkin, Dzat yang maha berkehendak dengan kehendak yang qadim yang ada pada dzat-Nya yang mencakup terhadap semua sesuatu yang mumkin, Dzat yang maha mendengar yang mengetahui semua yang didengar dengan pendengaran yang qadim yang ada pada dzat-Nya, Dzat yang maha melihat, yang mengetahui terhadap semua yang dilihat ketika adanya sesuatu tersebut dengan penglihatan yang qadim yang ada pada dzat-Nya, Dzat yang maha berfirman dengan firman yang qadim yang ada pada dzat-Nya tanpa huruf dan tanpa suara, maka ‘adam (ketiadaan) tidak mengawali dan tidak akan terjadi pada kalam (firman) Allah yang berhubungan dengan yang wajib, seperti firman Allah swt.:

“Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, Maka sembahlah aku”
Dengan yang mustahil, seperti firman Allah:
“Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga”.
dan dengan yang jaiz, seperti firman Allah:

“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu”
Menurut pendapat yang shahih, madlulul al-fadh (yang ditunjukkan oleh lafadh-lafadh) yang kita baca semuanya berhubungan dengan kalam Allah yang qadim, seperti yang telah dikatakan oleh Ibnu Qasim dan mufakat sekelompok Ulama’ Mutaakhkhirin.

Apabila kamu ditanya tentang Al-Quran, apakah ia qadim atau hadits ? Maka sebaiknya kamu meminta penjelasan terlebih dahulu kepada orang yang bertanya, apabila ia berkata padamu, bahwa yang saya maksud adalah yang ada pada dzat Allah yang mana apa yang ada pada kita semua telah menunjukkannya, maka katakanlah, ia qadim disebabkan sifat qidamnya Dzat, karena qidam adalah termasuk dari sebagian sifat-sifat yang wajib bagi Allah. Dan apabila ia berkata, bahwa yang saya maksud adalah sesuatu yang berada di antara dua buah pinggir, yaitu yang berupa tulisan-tulisan, maka katakanlah padanya, bahwa ia hadits disebabkan sifat hudutsnya tulisan-tulisan.

Demikian juga tentang lafadh-lafadh, maka apabila orang yang bertanya berkata padamu, bahwa yang saya maksud adalah ditinjau dari segi madlul (yang ditunjukkan), maka katakanlah, bahwasanya sesuatu (lafadh) yang menunjukkan terhadap dzat Allah, suatu sifat dari beberapa sifat-Nya atau suatu hikayat milik-Nya adalah qadim. Dan sesuatu yang menunjukkan terhadap benda-benda yang baru (hawadits) atau sifat-sifatnya, misalnya dzat-dzat makhluk atau sifat-sifatnya, seperti kebodohan dan pengetahuan kita, semua itu adalah hadits (baru), begitu juga dengan hikayat-hikayat hawadits.
Lafadh-lafadh tersebut dinamakan Kalamullah, karena ia-lah yang menunjukkan terhadap Kalamullah, dan sesungguhnya makna Kalamullah hanya akan dapat dipahami dengan melalui lafadh-lafadh tersebut.
Kalamullah, apabila diungkapkan dengan menggunakan bahasa arab maka dinamakan Al-Quran, apabila dengan bahasa Ibriyyah, yaitu bahasa orang yahudi, dinamakan Taurat, dan apabila dengan bahasa Suryaniyyah maka dinamakan Injil dan Zabur. Adapun perbedaan ibarat (ungkapan) tidaklah menjadi penentu terhadap adanya perbedaan kalam, sebagaimana Allah disebut dengan beberapa ibarot yang berbeda-beda, padahal sesungguhnya dzat Allah adalah esa.
Allah adalah Dzat yang maha kekal pada dzat-Nya yang agung yang kekal adanya, tidak akan menerima fana’ (rusak/binasa), Dzat yang maha memberi rizki yang menciptakan banyak-banyak rizki, atau Dzat yang banyak memberi rizki serta menyampaikannya pada para makhluk. Yang dinamakan rizki tidaklah hanya tertuju pada makanan dan minuman saja, akan tetapi pada setiap apa yang bisa diambil manfaatnya oleh semua hewan, yaitu yang berupa makanan, minuman, pakaian dan lain-lain. 

Termasuk dari nikmat yang paling agung adalah taufiq untuk bertaat. Rizki ada dua macam: Rizki yang bersifat dhahir, yaitu yang berupa makanan-makanan pokok dan makanan-makan lainya, itu semua milik badan, dan rizki yang bersifat bathin, yaitu yang berupa ilmu pengetahuan dan terbukanya pengetahuan terhadap Allah, itu semua milik hati dan asrar. Ketahuilah bahwasannya Allah memberikan rizki kepada semua makhluk-makhluk-Nya, dan diantara beberapa sebab dilapangkannya rizki adalah banyak bershalat.
Firman Allah:
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rizki kepadamu, kamilah yang memberi rezki kepadamu. dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa”.
Banyak bershalawat pada nabi Muhammad saw. dan membaca istighfar.
Allah adalah Dzat yang maha disembah. Sebagian dari yang menunjukkan terhadap hal itu adalah perkataanmu: رَبَُّنَا اللهُ (“Tuhan kami hanyalah Allah”) Dzat yang yang maha memiliki.

Firman Allah:
“Tuhan langit dan bumi”
Tidak ada syabih (sekutu) yang serupa bagi-Nya dalam masalah ketuhanan, tidak ada nadhir (sekutu) yang menyerupai dan tidak ada mumatsil (sekutu) yang menyamai bagi-Nya. Adapun perbedaan antara kata syabih, nadhir dan mumatsil ialah:
Nadhir : Sesuatu yang menyamai walau hanya dalam satu sisi.
Syabih : Sesuatu yang menyamai dalam banyak sisi.
Mumatsil : Sesuatu yang menyamai dalam semua sisi.

Al-Barawi mengatakan, mambahas tentang dzat dan sifat-sifat Allah hukumnya tidak boleh لانَّ تَرْكَ الادْرَاكِ ادْرَاكٌ (meninggalkan untuk mengetahui adalah mengetahui) dan membahas masalah dzat Allah hukumnya syirik. Adapun semua sesuatu yang terbersit dihatimu, yaitu yang berupa sifat-sifat hawadits, maka sesungguhnya Allah tidaklah seperti itu.


FAIDATUN


Barang siapa meninggalkan empat kata, maka imannya sempurna, yaitu: dimana, bagaimana, kapan dan berapa. Maka jika ada seseorang berkata kepadamu: “Dimana Allah?” Jawabnya adalah: Allah tidak berada disuatu tempat, dan zaman (waktu) tidak mengiringi-Nya. Apabila ia berkata: “Bagaimana Allah?” Maka katakanlah padanya, tidak ada sesuatu apapun yang serupa dengan-Nya. Apabila ia berkata: “Kapan Allah?” Katakanlah, pertama tanpa ada permulaan, terakhir tanpa ada kesudahan. Dan apabila ia berkata: “Berapa Allah?” Maka katakanlah padanya, Allah esa (tunggal) bukan dari yang sedikit.

Firman Allah:

“Katakanlah: “Dia-lah Allah, yang Maha Esa”.

KITAB QOTRUL GHAITS PERMASALAHAN I : APA YANG BERHUBUNGAN DENGAN HAKIKAT IMAN?

OLEH IMAM NAWAWI AL BANTANI

PERMASALAHAN I APA YANG BERHUBUNGAN DENGAN HAKIKAT IMAN?


Jika ditanyakan kepadamu: ” Apa sajakah yang berhubungan dengan hakikat iman yang disebut dengan tashdiq?

Maka hendaklah kamu berkata: Aku percaya, aku membenarkan dan aku mengakui terhadap Allah, terhadap para malaikat, kitab-kitab, para utusan, terhadap hari akhir dan qadar baik dan buruknya dari Allah. Ini seperti yang telah dikatakan oleh Imam Muslim dari Sayyidina Umar dari hadits Jibril. 

Apabila kamu mengambil dari riwayat Imam Bukhari yang juga dari hadits Jibril, maka hendaklah kamu berkata: Aku percaya terhadap Allah, para malaikat, dan berjumpa dengan-Nya, terhadap para utusan, dan ba’ats (pembangkitan). Maksudnya, aku percaya terhadap adanya Allah, sifat-sifat yang wajib bagi-Nya, terhadap para malaikat, sesungguhnya mereka adalah para hamba yang dimuliakan, terhadap melihat Allah kelak dakhirat bagi orang mukmin, terhadap para utusan, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang benar dalam setiap apa yang mereka sampaikan dari Allah, dan terhadap ba’ats dari kubur.

Sebagian ulama’ mengatakan, barang siapa yang dimasa kecilnya telah mempelajari “Aku percaya terhadap Allah, para malaikat, kitab-kitab, para utusan, hari akhir dan qadar baik dan buruknya dari Allah”, dan dia tahu bahwa itu yang disebut iman, hanya saja dia tidak bisa memperbaik tafsirannya, maka dia tidak dihukumi beriman. Sebagian ulama’ juga mengatakan, iman seseorang diwaktu ya’su, yaitu diwaktu sakaratil maut saat ia melihat tempatnya di surga dan neraka imannya tidak diterima. Sesungguhnya seorang hamba pada waktu itu akan melihat tempatnya, sebagaimana yang telah diriwayatkan dari Nabi saw.:
 “Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwasanya beliau bersabda: Sesungguhnya seorang hamba tidak akan mati hingga ia melihat tempatnya di surga atau di neraka”.

Lain halnya dengan taubat orang yang sedang sakaratil maut, taubatnya diterima setelah imannya sah. Karena ada sebuah keterangan yang diriwayatkan dari Ibnu Umar:
“Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwasanya beliau berkata, Rasulullah saw. bersabda: Taubat seorang hamba yang beriman akan diterima selagi nyawanya belum sampai ke tenggorokan”.
Ketahuilah bahwasanya iman terhadap Allah ada tiga macam. Yaitu: Iman taqlidy, iman tahqiqy dan iman istidlaly.

Iman Taqlidy : Seseorang ber-i’tiqad (berkeyakinan) terhadap ke-esa-an Allah dengan cara mengikuti perkataan ulama’ tanpa mengetahui dalilnya. Iman seperti ini tidak akan terbebas dari keterombang-ambingan yang disebabkan oleh adanya sesuatu yang mendatangkan keraguan.

Iman Tahqiqy : Sebuah bisikan atau kata hati seseorang terhadap ke-esa-an Allah, dengan sekiranya seandainya penduduk alam berbeda dengannya dalam apa yang telah dibisikan hatinya, niscaya tidak akan terdapat kegoyahan dihatinya.


Iman Istidlaly : Seseorang menjadikan dalil atau petunjuk dari sesuatu yang diciptakan terhadap yang menciptakan, dari suatu bekas terhadap yang menjadikan bekas. Misalnya, adanya bekas pasti menunjukkan terhadap adanya yang membekaskan, adanya bangunan tentu menunjukkan adanya yang membangun, adanya suatu yang diciptakan pasti menandakan terhadap adanya yang menciptakan, dan adanya ba’roh (kotoran unta) tentu menunjukkan tehadap adanya ba’iir (unta), karena adanya bekas tanpa adanya yang membekaskan adalah mustahil.

Sabtu, 16 Juli 2016

UNTAIAN KISAH PARA WALI KE 20 : Hamba Yang Ajaib



Pada suatu hari Abdul Wahid bin Zaid r.a berjalan-jalan dipasar tiba-tiba ia terlihat seorang hamba yang sedang dijual. Hamba tersebut melihat Abdul Wahid dengan mata yang tajam lalu Abdul Wahid teringin untuk membeli hamba tersebut untuk membuat kerja-kerja dirumahnya. Hamba ini adalah seorang yang taat dan sentiasa melakukan kerja-kerja dengan tekun sekali.
                  
Abdul Wahid merasa hairan tentang perangai hamba ini kerana diwaktu siang ia bekerja dengan tekun manakala diwaktu malam ia tidak ada dirumah walaupun puas Abdul Wahid mencarinya sedangkan pintu rumah sentiasa tertutup dan tidak ada tanda-tanda bahawa pintu telah dibuka. Pada waktu pagi hamba tersebut telah berada kembali didalam rumah dan menyerahkan satu keping wang dirham yang terukir surah Al-Ikhlas diatasnya. Apabila ditanya oleh Abul Wahid, hamba tersebut menjawab " saya akan memberi kepada tuan setiap hari satu keping wang dirham asalkan tuan jangan bertanya kemana saya pergi". Abdul Wahid menerimanya dan tidak mengambil tahu lagi hal tersebut.

Satelah sekian lama perkara tersebut berlalu, pada suatu hari datang seorang teman Abdul Wahid dan memberi tahu bahawa kerja hambanya setiap malam adalah menggali kubur orang yang maninggal dunia. Abdul Wahid amat terkejut diatas apa yang diberi tahu oleh kawanya, tetapi dia tidak percaya. Abdul Wahid berjanji akan menyiasat perkara terlebih dahulu.

Pada suatu malam salepas sembahyang Isyak, Abdul Wahid mengintai gerak geri hambanya tanpa diketahui bahawa dia sedang dintip. Abdul Wahid nampak hambanya menuju ke pintu hanya dengan menunjukkan jarinya sahaja pintu tersebut terbuka dengan sendirinya sambil diperhatikan oleh Abdul Wahid dengan kehairanan. Satelah hambanya keluar pintu tersebut tertutup kembali dengan sendirinya. Abdul Wahid terus mengekori hambanya sehingga sampai kesuatu tempat yang lapang (padang pasir). Hambanya terus menukarkan pakaiannya dengan pakaian lain yang diperbuat daripada kain guni. Hamba tersebut terus menunaikan solat sehingga terbit fajar. Satelah selesai solat hamaba tersebut menadah tangan kelangit dan memohon doa kepada yang Maha Berkuasa dengan berkata "wahai tuanku yang besar berilah upah kepada tuanku yang kecil". Selesai ia berdoa jatuhlah sekeping wang dirham dari langit dan diambil oleh hamba tersebut. Abdul Wahid memerhati hambanya dengan perasaan hairan dan takjub sekali.

Oleh kerana hari sudah hampir siang, Abdul Wahid mencari air disekitarnya untuk berwudud dan menunaikan solat Subuh. Semasa beliau berdoa dia berjanji akan memerdekakan hambanya kerana hamba yang saleh spertinya tidak seharusnya menghambakan diri kepada sesama manusia. Selesai berdoa Abdul Wahid mencari hambanya tetapi tidak berjumpa dia telah menghilangkan diri dengan bagitu cepat sekali. Abdul Wahid cuba mencari jalan untuk pulang kerumahnya tetapi tidak berjumpa kerana tempat tersebut asing baginya. Dengan perasaan cemas dan menyesal diatas tindakannya dan dalam keadaan mundar mandir yang tidak menentu tiba-tiba dia ternampak bayang-bayang dari jauh orang berkuda sedang menuju kearah beliau.

Dengan parasaan tidak sabar, Abdul Wahid menunggu ketibaan orang tersebut dan apabila sampai ketempat beliau, orang berkuda tersebut bertanya "apakah yang kamu buat ditengah- tengah padang pasir ini wahai Abdul Wahid". Abdul Wahid kehairanan dan berkata didalam hatinya, bagaimanakah orang ini mengetahui nama aku. Abdul Wahid menceritakan kepada orang berkuda apa yang telah berlaku. Orang berkuda itu berkata lagi "janganlah kamu berasa curiga terhadap apa yang berlaku" Abdul Wahid mengangguk-ngangguk sahaja apa yang dikatakan oleh orang berkuda tadi. Orang berkuda berkata lagi " tahukah kamu berapa jauh rumah kamu dangan tempat ini" jawab Abdul Wahid " saya tidak tahu". "Jaraknya adalah dua tahun perjalanan dengan kuda yang berlari dengan cepat" kata orang berkuda. Abdul Wahid kehairan dengan kata-kata orang berkuda tadi dan berkata didalam hati semasa aku mengikuti hambaku malam tadi hanya beberapa mini sahaja perjalannya kemari.

Sebelum berlalu orang berkuda tersebut memesan kepada Abdul Wahid supaya mengunggu disini dan jangan kemana-mana, nanti malam hamba mu akan datang dan kamu bolehlah mengikutinya pulang nanti. Abdul Wahid menunggu sahaja disitu seperti yang dipesan oleh orang berkuda tadi. Semasa menuggu Abdul Wahid sudah beberapa kali tertidur dan terjaga kerana keletihan dan kehausan. Apabila Abdul Wahid tersedar dari tidurnya dia mendapati makanan dan minuman telah terhidang disisinya dan hambanya juga berada disitu. Hambanya mempelawa Abdul Wahid makan makanan yang telah terhidang. Tanpa bekata apa-apa Abdul Wahid makan dengan lahapnya kerana tersangat lapar dan dahaga. Hambanya berkata kepada Adul Wahid "janganlah tuan mengulangi lagi pebuatan ini dan tunggulah disini sehingga saya selesai solat". Hambanya terus mengerjakan solat sehingga terbit fajar. Satelah selesai sembahyang hambanya berdoa seperti malam sebelumnya , tiba-tiba jatuh sekeping dirham dari langit dan diberikan kepada Abdul Wahid dan ianya mengambilnya satu dirham lagi dari sakunya seraya berkata "ini wang dirham untuk malam tadi".

Satelah selesai hambanya memimpin Abdul Wahid dan berjalan dengan cepatnya dan tidak sampai beberapa saat mereka telah tiba dihadapan rumah Abdul Wahid. Hambanya bertanya kepada Abdul Wahid "betulkah tuan akan memerdekakan saya kerana Allah Taala" jawab Abdul Wahid "benar" Lalu hambanya menunjukkan kepada batu penyendal pintu dan menyatakan bahawa ia adalah wang tebuhannya. Abdul Wahid merasa hairan bagaimnana batu yang telah lama berada disitu dijadikan wang tebusan. Lalu Abdul Wahid mengambil batu tersebut dan dengan serta merta batu tersebut bertukar menjadi seketul emas. Abdul wahid kehairanan diatas keajaiban yang berlaku yang dilihatnya sebelum ini dan pada hari ini.

Pada waktu siangnya Abdul Wahid pergi kerumah kawannya yang menuduh hambanya menggali kubur dan menceritakan kepadanya apa yang sebenarnya berlaku. Sementara dirumahnya berlaku kekecuhan dimana anak perumpuan Abdul Wahid memaki hamun hambanya kerana menyangka selama dua malam anyahnya tidak balik kerumah dan menuduh hambanya membunuh ayahnya kerana mengintip perbuatan jahatnya menggali kubur orang. Anak perempuan Abdul wahid dengan perasaan marah telah mengambil seketul batu dan membalingkan kearah hamba tersebut lalu terkena pada matanya dan menyebabkan mata hambanya terkeluar dan dia jatuh pingsan.

Satelah Abdul Wahid kembali kerumahnya daripada melawat kawannya keadaan kelam kabut telah terjadi dimana orang ramai yang berada disitu telah memberi tahu kepadanya apa yang telah berlaku. Dengan perasaan marah Abdul Wahid mengambil pedang lalu memotong tangan anaknya sehingga putus. Abdul Wahid merasa kesal diatas tuduhan yang dibuat oleh anaknya sedangkan mereka tidak mengetahui keadaan sebenarnya.

Satelah hambanya sedar dari pengsan, hambanya bangkit serta mengambil mata yang terjatuh lalu dimasukkan kembali ketempat asalnya sambil berdoa kepada Allah supaya memulihkan kembali penglihatannya. Satelah berdoa, matanya kembali sembuh seperti sedia kala dan hambanya pergi mengambil tangan anak Abdul Wahid yang putus lalu menyambungnya seraya membaca sesuatu. Tidak lama kemudian tangan anak Abdul Wahid kembali pulih seperti sedia kala. Hambanya terus meminta diri dan berlalu dari situ. Orang ramai kehairanan melihat keajaiban yang telah berlaku.
Bagitulah adik-adik besarnya darjat orang yang taat dan patuh kepada perintah Allah dan dia telah memperolehi darjat dan kemulian dari Allah Subhanahu Wataala.

UNTAIAN KISAH PARA WALI KE 19 : Kisah Ashabul Ukhdud (Para Pembuat Parit)



Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya menyebutkan satu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim berkenan dengan kisah ashabul ukhdud, dari Shuhaib radiyallahu ‘Anhu,

“Ada seorang raja pada umat sebelum kalian. Ia punya tukang sihir. Ketika tukang sihir itu sudah mulai tua, ia berkata kepada raja, “Aku sudah tua, kirimkan kepadaku anak muda agar aku ajari sihir! Maka raja itu pun mengirimkan satu anak muda agar diajari sihir. Di tengah jalan yang ditempuh anak muda ini, terdapat seorang rahib, maka anak muda itu pun duduk mendengarkan ucapan rahib dan merasa tertarik. Akhirnya tiap datang ke tukang sihir ia melewati rahib, ia mampir untuk belajar darinya, sehingga jika datang ke tukang sihir ia dipukul, maka ia adukan hal itu kepada rahib. Rahib mengatakan, “Jika kamu takut kepada tukang sihir itu, katakan keluargaku menahanku. Dan jika kamu takut pada keluargamu maka katakan tukang sihir menahanku”.

Pada suatu hari yang biasa ia lalui, ada seekor binatang besar yang menghalangi manusia, menutupi jalan. Maka ia bergumam dalam hati, ”Hari ini aku tahu apakah tukang sihir yang lebih utama ataukah rahib, ia mengambil batu kemudian berkata, ”Ya Allah jika urusan rahib yang lebih Engkau cintai dari pada tukang sihir, maka bunuhlah binatang besar ini, supaya manusia bisa melewati jalan itu”. Kemudian ia melempar batu tersebut ke arah binatang tersebut dan mati, manusia pun bisa melewati jalan itu. Kemudian ia mendatangi rahib dan menceritakan kisah tersebut, rahib berkata kepadanya, “Wahai anakku, sekarang kamu lebih baik daripadaku, urusanmu telah mencapai tingkatan seperti yang aku lihat, dan kamu pasti akan mendapat cobaan, jika kamu diuji maka jangan menunjukkan tentangku (jangan bawa-bawa aku).

Anak muda ini bisa mengobati orang buta sejak lahir, dan penyakit kulit serta mengobati manusia dari berbagai penyakit. Orang dekat raja yang buta mendengar tentang anak muda ini, maka ia mendatanginya dengan membawa banyak hadiah. Ia berkata, ”Semua ini aku kumpulkan untukmu jika kamu bisa menyembuhkan aku.” anak muda itu menjawab ‘Sesunggunhnya aku tidak mampu menyembuhkan siapapun, tetapi Allah yang menyembuhkan, jika kamu beriman kepada Allah, maka aku akan berdo’a agar Allah menyembuhkanmu.” Orang dekat raja itu pun beriman, dan Allah menyembuhkan kebutaannya. Ia datang menghadap raja, duduk sebagaimana biasa, raja bertanya,”Siapa yang menyembuhkanmu?” ia menjawab,”Rabb ku”, raja bertanya, ”Apa kamu punya tuhan selain aku?” ia menjawab “Rabb ku dan Rabb mu”, maka ia menghukum dan menyiksa orang itu hingga ia menunjukkan perihal anak muda tersebut.

Anak muda itu pun dibawa menghadap. Raja bertanya, ”Apakah sihirmu sudah bisa menyembuhkan orang yang buta sejak lahir? penyakit kulit dan lain-lain?” ia menjawab,”Aku tidak bisa menyembuhkan siapapun yang menyembuhkan hanyalah Allah. ”Maka anak muda ini di hukum dan disiksa hingga menunjukkan perihal rahib, dan akhirnya rahib itu didatangkan dan diperintahkan, “Kembaliah (keluarlah) dari agamamu sekarang!” Rahib itu menolak dan diletakkan sebuah gergaji, diletakkan tepat diatas kepalanya, kemudian dibelah hingga terbelah. Kemudian orang dekat raja di datangkan lagi dan di katakan ”Tinggalkan agamamu!” Dia menolak, maka diletakkan gergaji diatas kepalanya dan dibelah.

Lalu didatangkan lagi anak muda itu dikatan kepadanya, ”Keluarlah dari agamamu!” dan ia menolak, maka raja itu memerintahkan pasukannya untuk membawanya ke puncak gunung , mereka menyeretnya ke puncak gunung,” Jika kalian sudah sampai di puncak gunung, sampaikan kepadanya untuk meninggalkan agamanya. Jika menolak ,maka lemparkan ke bawah!” Mereka membawa anak muda itu ke puncak gunung, sedang ia berdo’a ”Ya Allah cukupkanlah aku dari mereka dengan apapun yang Engkau kehendaki” Gunung bergoncang dan mereka berjatuhan, maka ia berjalan kembali pulang menuju istana raja. Raja bertanya, ”Apa yang dilakukan rombongan padamu?” Ia menjawab, “Allah mencukupkan aku dari mereka”

Raja kembali memerintahkan orang-orang untuk membawanya, “Bawalah ia ke dalam sebuah kapal kecil (sampan), seret hingga ke tengah laut!” Mereka membawa anak muda itu ke laut dalam sampan kecil, ia berdo’a  “Ya Allah cukupkanlah aku dari mereka dengan apa saja yang Engkau mau” Tiba-tiba kapal mereka terbalik dan mereka tenggelam. Kembali ia berjalan menuju raja. Raja bertanya, ”Apa yang terjadi dengan rombonganmu?” Ia menjawab, ”Allah mencukupkan aku dari mereka” kemudian ia berkata, ”Kamu tidak akan bisa membunuhku hingga aku perintahkan kamu” Raja bertanya, ”Siapa itu?” Ia menjawab, ”Kumpulkan semua manusia dalam satu tempat lapang, salib aku di atas pohon kurma, kemudian ucapkan, ”Dengan nama Allah, Rabb anak muda ini” lalu lepaskan anak panah itu, jika kamu melakukan itu maka kamu akan bisa membunuhku.”

Raja mengumpulkan rakyatnya dalam tempat lapang, dan anak muda tersebut telah disalib di atas pohon kurma, kemudian ia mengambil anak panah dari tempat anak panah pemuda itu, meletakkannya tepat di tengah busur, kemudian membaca, ”Dengan nama Allah, Rabb anak muda ini.” kemudian melepaskannya dan anak panah itu tepat mengenai pelipisnya. Anak muda itu meletakkan tangannya di pelipis pada anak panah yang menancap, lalu ia mati.

Orang-orang yang hadir berteriak, ”Kami beriman kepada Rabb anak muda ini. Kami beriman kepada Rabb anak muda ini. Kami beriman kepada Rabb anak muda ini!” Raja diberitahu, ”Tahukah anda bahwa apa yang anda takutkan? Demi Allah apa yang anda khawatirkan telah terjadi. Manusia telah beriman kepada Allah.” Maka raja ini memerintahkan untuk menggali parit di mulut-mulut besi. Maka dibuatlah, kemudian dinyalakan api.  Lalu ia berkata, “Siapa yang tidak kembali dari agamanya maka bakar mereka! Perintah itupun dilaksanakan, hingga giliran Ibu muda dengan bayinya, wanita ini merasa ragu dan takut dilemparkan ke dalam parit yang menyala, maka bayinya berkata “Hai ibu, sabarlah, karena engkau diatas kebenaran.”

Dalam satu riwayat, “Dibawalah seorang wanita menyusui, dikatakan kepadanya, “Tinggalkan agamamu, jika tidak maka kami akan lempar kamu juga bayimu! Ibu itu merasa kasihan dengan bayinya dan berniat hendak kembali dari agamanya, maka bayi itu berkata kepadanya, “Hai Ibu, tetaplah di atas kebenaran, sesungguhnya jika kembali kepada kekufuran, adalah aib dan kehinaan. Maka mereka melemparkannya juga bayinya ke dalam api.” (HR. Muslim)

Mereka membunuh para wali Allah sementara Allah memerintah mereka untuk bertaubat.Allah ta’ala berfirman ,
 “Sungguh, orang-orang yang mendatangkan cobaan (bencana, membunuh, menyiksa) kepada orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan lalu mereka tidak bertobat, maka mereka akan mendapat azab jahannam dan mereka akan mendapat azab (neraka) yang membakar.”  (Qs. Al-Buruuj: 10)

Yakni, mereka menyiksa dan membakar orang-orang mukmin karena keteguhan mereka mempertahankan iman, dan menolak kembali ke agama kufur, kemudian mereka tidak bertaubat atas apa yang telah mereka lakukan kepada kaum mukminin dan mukminat, maka bagi mereka siksa neraka jahannam, dan mereka akan dibakar di dalam neraka. Yang dimaksudkan mereka di sini, bisa ashabul ukhdud secara khusus, dan yang dimaksud dengan mukminin adalah orang-orang yang terfitnah (diuji) dengan dilemparkan ke dalam parit, bisa juga orang-orang yang menyakiti kaum mukminin dengan siksaan secara mutlak, tanpa dibatasi dengan ashabul ukhdud saja, mereka termasuk di sini sejak semula.

    Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah mengatakan “Lihatlah kemuliaan dan kedermawanan ini, mereka membunuhi para wali-Nya sementara Allah mengajak mereka untuk bertaubat dan ampunan.”

Penyebutan kisah ini dalam Al-Qur’an
Allah ta’ala berfirman,
”Binasalah orang-orang yang membuat parit (yaitu para pembesar Najran di Yaman),yang berapi (yang mempunyai) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang mukmin. Dan mereka menyiksa orang-orang mukmin itu hanya karena (orang-orang mukmin itu) beriman kepada Allah Yang Mahaperkasa, Maha Terpuji, Yang memiliki kerajaan langit dan bumi. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.” (Qs. Al-Buruuj: 4-9)

Maknanya, para pembuat parit (ashabul ukhdud) dilaknat. Kata ukhdud bentuk jamaknya akhdid, artinya galian dalam tanah. Ini tentang kabar orang-orang kafir yang sengaja mengumpulkan orang-orang mukmin dari kalangan mereka, kemudian memaksa dan menghendaki agar kaum mukminin tersebut meninggalakan agama mereka semula (murtad). Maka mereka menggali parit-parit di tanah, kemudian menyalakan api, dan mempersiapakan bahan bakar untuk menyalakan api tersebut. Mereka mau dan memaksa agar kaum mukminin meninggalakan agama mereka, tetapi kaum mukminin menolak permintaan tersebut, maka orang-orang kafir tersebut melemparkan orang-orang mukmin ke dalam parit.

”Ketika mereka duduk di sekitarnya“ yakni, duduk sambil memuas-muaskan cacian dan siksaan kepada kaum mukminin ”Sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman”  yakni, mereka hadir dan menyaksikan apa yang dilakukan kepada kaum mukminin, mulai dari melemparkan mereka ke dalam parit, hingga bagaimana api membakar jasad-jasad kaum mukminin.

”Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang mukmin beriman kepada Allah Yng Mahaperkasa lagi Maha Terpuji” yakni, orang-orang yang beriman itu tidak memiliki salah apa-apa pada mereka yang kafir, kecuali karena mereka beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa, yang tidak akan tersia-siakan orang yang berlindung kepada-Nya, Yang menang atas musuh-musuh-Nya, Yang Maha terpuji dalam semua perkataan maupun perbuatan,  syariat maupun ketentuan takdir-Nya. Sekalipun apa yang Allah takdirkan kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin, yaitu apa yang dialami mereka di tangan orang-orang kafir, tetap Allah itu Maha Perkasa lagi terpuji, sekalipun tidak diketahui sebab hal ini oleh banyak orang.
“Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi.” Allah adalah Raja, pemilik semua langit dan bumi serta apa yang ada diantara keduanya. “dan Allah Mahamenyaksikan segala sesuatu.”  Yakni, tidak tersembunyi dari-Nya apapun di seluruh langit dan bumi, tidak ada sesuatu yang bisa bersembunyi dari-Nya.