Tampilkan postingan dengan label Kitab Qotrul Ghaits (Cahaya Iman). Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kitab Qotrul Ghaits (Cahaya Iman). Tampilkan semua postingan

Selasa, 19 Juli 2016

KITAB QOTRUL GHAITS PERMASALAHAN V : BERAPA KITAB YANG TELAH ALLAH TURUNKAN?

OLEH IMAM NAWAWI AL BANTANI (IMAM NAWAWI KEDUA)

PERMASALAHAN V BERAPA KITAB YANG TELAH ALLAH TURUNKAN?

Jika ditanyakan kepadamu: ” Berapa kitab yang telah Allah turunkan kepada para nabi-Nya yang menjadi rasul?”. ( kata kam, dalam perkataan musannif di kitab ini adalah isim istifham pada kedudukan nashab menjadi maf’ul yang di kedepankan, dan kata kitaban menjadi tamyiz.)

Maka hendakalah kamu berkata: Bahwa dalam satu riwayat, kitab-kitab tersebut berjumlah seratus empat kitab. Dari sebagian kitab-kitab tersebut, Allah telah menurunkan sepuluh kitab kepada Shafiullah Abil Basyar yaitu nabi Adam as., lima puluh kitab kepada nabi Syits as., kata Syits dibaca dengan menggunakan huruf tsa’ yang ditengahnya memakai huruf ya’, kata Syits kebanyakan dibaca dengan munsharif (dapat menerima tanwin), namun terkadang dibaca dengan ghairu munsharif (tidak dapat menerima tanwin), maknanya adalah Hibbatullah (tiupan Allah) Nabi Syits as. adalah putra kandung nabi Adam as. yang paling tampan, paling utama, paling mirip dan yang paling menyayanginya dari sekian banyak putra-putra nabi Adam as.

Beliau hidup selama tujuh ratus dua belas tahun. Allah juga telah menurunkan dari sebagian kitab-kitab tersebut, tiga puluh kitab pada nabi Idris as. ayah nabi Nuh as. Nama nabi Idris adalah Akhnun dengan dibaca fathah huruf Hamzah-nya, atau Khanun dengan di baca fathah huruf Kha’-nya serta membuang huruf Hamzah-nya. Telah disebutkan, bahwa beliau diberi nama Idris karena banyaknya beliau mempelajari kitab-kitab.
Beliau adalah orang pertama yang menulis dengan pena dan yang meneliti ilmu perbintangan dan ilmu hitung, juga orang pertama yang menjahit pakaian serta memakainya, yang mana orang-orang sebelum beliau memakai pakaian dari kulit, beliau jugalah orang pertama yang membuat persenjataan dan memerangi orang-orang kafir. 

Dari seratus empat kitab tersebut, Allah telah menurunkan Injil pada nabi Isa as. bin Maryam dan Taurat kepada nabi Musa as. bin Imran. Sebagian ulama’ mengatakan, Taurat dan Injil adalah dua nama dari bahasa Ibrani, dikatakan juga bahwa keduanya dari bahasa Suryani seperti Zabur, juga dikatakan oleh ulama’ bahwa kitab Taurat diberi nama dengan Taurat, karena sebenarnya di dalam kitab Taurat terdapat nur yang mana akan dikeluarkannya dari kesesatan menuju petunjuk sebab nur tersebut, sebagaimana akan dikeluarkannya dari kegelapan menuju keterang-benderangan sebab api.

Dikatakan juga, kitab Injil diberi nama Injil karena didalamnya terdapat kelapangan yang tidak terdapat pada kitab Taurat, sebab didalamnya telah dihalalkan beberapa perkara yang diharamkan dalam kitab Taurat. Juga dikatakan, bahwasannya kitab Injil diberi nama tersebut karena kitab Injil telah mengembangkan ringkasan nur kitab Taurat. Allah telah menurunkan Zabur kepada nabi Daud as. Beliau adalah sebagian dari pengikut nabi Musa as., Allah juga telah menurunkan Al-Quran dengan jelas dan dipisah-pisah dalam dua puluh tiga tahun setelah Al-Quran ditulis dalam beberapa mushhaf, Al-Quran diturunkan secara sekaligus pada malam Lailatul Qadar di Baitil Izzah, yaitu suatu tempat yang berada dilangit dunia.

Al-Quran diberi nama Al-Furqan karena ia membedakan antara yang hak dan yang bathil juga dikarenakan adanya Al-Quran yang jelas dan terpisah-pisah dalam beberapa tahun, dan ia diberi nama Al-Quran karena sebenarnya ia berada diposisi Taurat, Injil dan Zabur dalam banyaknya bacaannya, dan Al-Quran tersebut diturunkan kepada nabi Muhammad Al-Mustafa Al-Mukhtar saw. Bin Abdillah bin Abdil Muttalib bin Hasyim ban Abdil Manaf bin Qushai bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Mudlar bin Kinanah bin Huzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mushir bin Nizar bin Mu’id bin Adnan yaitu dari keturunan nabi Isma’il as. bin Ibrahim as. Ini (jumlah kitab yang diturunkan Allah) seperti yang telah di riwayatkan dari Ubay bin Ka’ab:

 “Dari Ubay bin Ka’ab, bahwasannya beliau bertanya kepada Rasulullah saw.: Berapa jumlah dari kitab yang telah Allah turunkan? Rasul menjawab: seratus empat kitab, sebagian darinya adalah sepluh mushaf kepada Adam, lima puluh mushaf kepada Syits, tiga puluh mushaf kepada Akhnun beliau adalah Idris, sepuluh mushaf kepada Ibrahim, Injil, Taurat, Zabur dan Al-Furqan”.

Sebagai mana yang telah dikatakan oleh Imam Syarbini dalam kitab tafsirnya. Adapun yang benar ialah tidak membatasi terhadap kitab-kitab dengan hitungan/jumlah tertentu, karena banyak perbedaan riwayat, akan tetapi yang wajib adalah, sesorang harus ber-i’tiqad bahwa sesungguhnya Allah telah menurunkan beberapa kitab dari langit, dan mengetahui terhadap kitab-kitab yang emp

KITAB QOTRUL GHAITS PERMASALAHAN IV : CARA BERIMAN TERHADAP KITAB-KITAB?

OLEH  IMAM NAWAWI AL BANTANI (IMAM NAWAWI KEDUA)

PERMASALAHAN IV CARA BERIMAN TERHADAP KITAB-KITAB?

Jika ditanyakan kepadamu: “Bagaimana cara kamu beriman terhadap kitab-kitab?”.

Maka hendakalah kamu berkata: Sesungguhnya Allah telah menurunkan beberapa kitab kepada para Nabi-Nya dan kitab-kitab tersebut yang diturunkan pada para utusan di dalam Alwah atau terhadap perkataan malaikat bukanlah makhluk. Yaitu, kitab-kitab yang diturunkan dari penyusunan Allah, bukan dari penyusunan makhluk adalah qadim dari segi dilalah-nya terhadap makna yang qadim, tanpa adanya tanaqud, yaitu perbedaan dalam makna kalimat. tanaqud adalah di sebabkan adanya sebagian kalimat pada suatu tempat yang menuntut terhadap pembatalan sebagian kalimat pada tempat yang lain

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya”.


Maksudnya, apakah kalian tidak berpikir pada Al-Quran, kalau seandainya ia adalah dari perkataan manusia niscaya mereka telah menemukan padanya tanaqud dalam makna-maknanya dan tabayun dalam susunannya, di sebabkan adanya sebagian kabar-kabarnya yang tidak sesuai dengan kenyataan, dan adanya sebagian susunan lashih dan sebagian lagi kaikan, yaitu, seandainya Al-Quran adalah dari selain Allah, pastilah akan terdapat perbedaan yang banyak didalamnya disamping dari yang sedikit. 

Akan tetapi Al-Quran adalah dari Allah, maka tidak akan terdapat perbedaan didalamnya, tidak bayak tidak pula sedikit.

Barang siapa yang ragu dalam masalah kitab-kitab yang diturunkan kepada para utusan dengan tidak mempercayai terhadap sesuatu dari kitab-kitab tersebut, dari suatu ayat dan kalimat maka orang tersebut kafir.

KITAB QOTRUL GHAITS PERMASALAHAN III : CARA BERIMAN TERHADAP PARA MALAIKAT?

OLEH IMAM NAWAWI AL BANTANI (IMAM NAWAWI KEDUA)

PERMASALAHAN III CARA BERIMAN TERHADAP PARA MALAIKAT?

Jika ditanyakan kepadamu: ” Bagaimana cara kamu beriman terhadap para malaikat?”.
Maka hendaklah kamu berkata: Sesungguhnya para malaikat itu bermacam-macam dalam masalah keadaan, pekerjaan, dan bentuk rupa mereka. 

Sebagian dari mereka adalah sebagaimana berikut:

Hamalatul Arsyi (para pemanggu Arsy) Mereka adalah tingkatan tertinggi dari para malaikat dan yang pertama diciptakan. Mereka di dunia ada empat dan di akhirat ada delapan dalam bentuk rupa aw’al (jenis kambing yang bertanduk dua), jarak antara kuku kaki hingga lutut mereka adalah tujuh puluh tahun perjalanan burung yang cepat. Adapun sifat Arsy telah disebutkan, bahwasanya Arsy adalah sebuah permata hijau, dan ia termasuk makhluk paling agung dalam penciptaanya dari sekian banyak makhluk Allah, yang setiap harinya dipakaikan seribu warna dari cahaya yang tidak ada seorangpun makhluk dari sekian banyak makhluk Allah mampu unutk menatapnya, adapun keberadaan benda-benda yang ada kesemuanya di Arsy adalah ibarat sebutir pasir yang berada dipadang pasir, juga telah disebutkan, bahwasanya Arsy adalah kiblat para penduduk langit sebagaimana Ka’bah menjadi kiblat para penduduk bumi.

Hafun (yang menglilingi) Wahab bin Munabbih mengatakan, disekitar Arsy terdapat tujuh puluh ribu sof yang terdiri dari para malaikat. Satu sof berada dibelakang sof yang lain, yang mengelilingi Arsy . Mereka-mereka (yang berada di sof pertama) berangkat, dan yang lain juga berangkat (yang berada di sof sesudahnya). Apabila mereka-mereka bertemu satu sama lain, maka mereka bertahlil dan yang lian bertakbir. 

Dari belakang tujuh puluh ribu sof tadi terdapat tujuh puluh ribu sof malaikat yang mengangkat tangannya sampai keleher dan meletakkanya diatas leher mereka, ketika mereka mendengar takbir dan tahlil para malaikat tadi, maka mereka melantangkan suaranya seraya berkata:

Dari tujuh puluh ribu sof ini, dibelakangnya terdapat seratus ribu sof para malaikat yang meletakkan tangan sebelah kanan diatas sebelah kiri, tidak satupun dari mereka kecuali bertasbih dengan bacaan tasbih yang tidak dibaca oleh yang lain. Jarak anatara dua sayap satu dari mereka adalah perjalanan delapan ratus tahun, sedang jarak dari daun telinga hingga pundaknya adalah perjalanan empat ratus tahun.

Allah menghijab dari para malaikat yang berada disekitar Arsy dengan tujuh puluh hijab dari cahaya, tujuh puluh hijab dari kegelapan, tujuh puluh hijab dari mutiara putih, tujuh puluh hijab dari Yaqut merah (rubi), tujuh puluh hijab dari Zabarjad hijau, tujuh puluh hijab dari salju, tujuh puluh hijab dari air, tujuh puluh hijab dari bebatuan es dan dengan hijab-hijab yang tidak akan mengetahuinya kecuali Allah.

Ruhaniyyun (para kejiwaan) Telah dikatakan bahwasannya keberadaan mereka di Ardlul Baidla’ (bumi yang putih) adalah ibarat sebuah batu marmer yang mana lebar bumi tersebut adalah empat puluh hari perjalanan matahari dan panjangnya tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah swt. Mereka memliki penikam dengan bertasbih dan bertahlil, kalau saja seandainya suara dari salah satu mereka diperdengarkan niscaya penduduk muka bumi pastilah binasa dari kengerian suaranya, dan ujung mereka sampai ke Hamaltul Arsy.
Karubiyyun (dengan di baca fathah huruf kafnya dan dibaca tahfif huruf Ra’-nya كَرُوبِيُّوْن ) Mereka adalah para pemimpin malaikat dan merekalah para malaikat yang berada disekitar Arsy.
Safarah (para duta) Yaitu yang menjadi perantara antara Allah dan semua para Nabi-Nya juga para Sholihin, yang menyampaikan risalah (pesan) Allah kepada mereka dengan melalui wahyu, ilham dan mimpi yang baik, atau yang menjadi perantara antara Allah dan makhluk-Nya. Mereka menyanpaikan kabar-kabar penciptaan-Nya kepada mereka. 

Adapun kata safarah disini adalah jamak dari kata safiir سَفِيْر) ) dengan makna utusan, bukan bentuk jamak dari kata saafir سَافِر) ) dengan makna sekretaris, karena sebenarnya Musannif telah mentafsirkan kata safarah dengan mereka para malaikat yang empat. Yaitu: Jibril, Mikail, Israfil dan Azrail (dengan dibaca fathah huruf ‘Ain-nya).

Jibril adalah malaikat yang turun kepada semua para Nabi, Mikail adalah yang menjadi wakil (staf) perhujanan, Israfil yang menjadi wakil peniupan sangkakala, yang mana sangkakala tersebut akan ditiup maka semua makhluk akan mati dan ditiup lagi untuk menghidupkan para makhluk tersebut, lalu nyawa-nyawa akan dikembalikan pada jasadnya, Azrail menjadi wakil pencabutan nyawa. Apabila ajal seorang telah tiba maka Allah memerintahkan untuk mencabut nyawanya. Malaikat maut memiliki beberapa asisten yang terdiri dari beberapa malaikat, yang mana malaikat maut akan menyuruh mereka terhadap pencabutan nyawa tersebut, lalu apabila nyawa telah sampai ketenggorokan maka malaikat maut mengambil alih pengambilan nyawa itu dengan dirinya sendiri.

Keluarnya nyawa adalah dari yafukh (ubun-ubun) sebagaimana masuknya kedalam badan. Adapun terbukanya mulut orang yang sakaratul maut (naza’) ketika nyawa keluar, maka disebutkan, karena saking mengerikan/menakutkannya apa yang ia lihat. Yang disebut yafukh ialah suatu tempat yang bergerak yang berada dikepala bayi.

Hafadhah (para penjaga) Muhammad Khalil mengatakan, telah diceritakan, bahwasannya Utsman bin Affan ra. bertanya pada Nabi saw.: berapa jumlah para malaikat yang ada pada manusia?. Rasullah saw. Menjawab: dua puluh malaikat, sebagian dari mereka adalah satu malaikat dari sebelah kananmu terhadap kebaikan-kebaikanmu, dia adalah yang menjadi pemimpin terhadap yang sebelah kirimu, jika kamu melakukan keburukan maka malaikat sebelah kiri berkata pada yang dari sebelah kanan: “Apakah akan aku tulis?” Yang dari sebelah kanan menjawab: “Jangan, siapa tahu ia akan bertaubat”, lalu yang sebelah kiri bertanya lagi, “Apabila tidak bertaubat?” Yang dari sebelah kanan menjawab, “Iya, tulislah, semoga Allah menyenangkan pada kita dari itu”. Nama malaikat sebelah kananmu adalah Raqib dialah yang menulis amal kebaikan dan yang sebelah kiri adalah Atid dialah yang menulis amal keburukan, dua malaikat yang berada dihadapan dan yang berada di belakangmu, satu malaikat yang memegang terhadap nashiyah-mu (kenig), apabila kamu tawadu’ terhadap Allah maka ia akan mengangkatmu, dan jika kamu sombong terhadap Allah maka ia akan menghancurkanmu, dua malaikat pada kedua bibirmu, mereka tidak mengingatkan padamu kecuali untuk bershalawat pada nabi Muhammad saw., satu malaikat pada mulutmu yang tidak akan membiarkan ular atau serangga masuk kedalam mulutmu, dan dua malaikat pada kedua belah matamu. Disebutkan bahwa nama mereka adalah Syawiyyah ((شَوِيَّة. Mereka inilah sepuluh malaikat yang ada pada diri manusia, lalu malaikat malam akan turun menggantikan malaikat siang, dan mereka-mereka inilah (malaikat malam dan malaikat siang) dua puluh malaikat yang berada pada diri manusia.

Katabah (para sekretaris) Merekalah para malaikat yang menghapus dari lauhul mahfudh, mereka adalah para malaikat yang mulia yang menjadi sekretaris. Sebagian dari mereka ada yang memiliki beberapa sayap, yaitu: Tiap-tiap satu dari mereka ada yang memiliki dua sayap-dua sayap, ada yang memiliki tiga sayap-tiga sayap, dan sebagian yang lain ada yang memiliki empat sayap-empat sayap, dan Allah akan menambahkan dalam penciptaan sayap-sayap pada selain bagian-bagian tadi,menurut kehendak dan kebijaksanaannya.


TAMBIHUN

Perkataan Mushannif pada kata hamalah, safarah, hafadhah dan katabah, dengan dibaca fathah ketiga hurufnya adalah bentuk jamak dari kata haamil, safiir, haafidh dan kaatib.
Semua para malaikat adalah makhluk. Yaitu yang tercipta dengan penciptaan Allah terhadap mereka sebagaimana makhluk lainnya, yang menyembah Allah. Mereka tidak akan berkata sesuatu hingga Allah mengatakannya, sebagaimana hamba sahaya yang terpelajar, tidak disifati dengan laki-laki dan tidak juga perempuan. Barang siapa yang ber-i’tiqad terhadap ke-perempuan atau kebancian mereka maka orang tersebut kafir, dan barang siapa yang ber-i’tiqad terhadap ke-lelakiannya maka orang tersebut fasiq. Mereka tidak memiliki syahwat, yaitu keinginan nafsu, dan tidak juga nafsu. 

Nafsu terbagi menjadi tujuh tingkatan, sebagaimana berikut:

Ammarah : Tempatnya di As-Shadr (dada), dan pasukannya adalah: bakhil (kikir), hirshu (cinta dunia), hasad, kebodohan, takabur, syahwat, ghosab (menggunakan milik orang lain tanpa idzin).

Lawwamah : Tempatnya di Al-Qalbu (hati), adapun hati letaknya dibawah buah dada sebelah kiri perkiraan dua bentang jari tangan. Pasukannya adalah: mencela, prasangka, memaksa, ujub, ghibah (bergunjing), riya’, sewenang-wenang, berbohong, lalai.

Mulhimah : Tempatnya di Ar-Ruh, adapun ruh letaknya dibawah buah dada sebelah kanan perkiraan dua bentang jari tangan. Pasukannya adalah: dermawan, kerelaan, tawadu’, taubat, sabar, lapang dada.

Muthmainnah : Tempanya di As-Sirru, yang mana letaknya disebelah buah dada sebelah kiri perkiraan dua bentang jari tangan hingga ke arah dada. Pasukannya adalah: kemurahan hati, tawkkal, ibadah, bersyukur, ridla’, khasyyah.

Rodliyah : Tempatnya di Sirrus Sirri, mungkin yang dimaksud oleh mushannif dengan kata Sirrus Sirri adalah Qalab (dengan dibaca fathah huruf lam-nya), yaitu seluruh jasad. Pasukannya adalah: kemurahan hati, zuhud, ikhlas, wara’, riyadlah, kepercayaan.

Mardliyyah : Tempatnya di Al-Khafi yang terletak di sebelah buah dada sebelah kanan perkiraan dua bentang jari tangan hingga kepertengahan dada. 
Pasukannya adalah: baik budi pekerti, meninggalkan yang selain Allah, halus/ramah terhadap manusia, membawa mereka pada kebaikan, memaafkan kesalahan, cinta dan condong kepada mereka guna mengeluarkan mereka dari kegelapan watak dan jiwa mereka menuju jiwa yang terang.

Kamilah : Tempatnya di Al-akhfa, yaitu pertengahan dada. Pasukannya adalah: ilmul yaqin, ainul yaqin dan haqqul yaqin.

Selain dari tidak memiliki nafsu, para malaikat juga tidak memiliki bapak dan ibu, karena sesungguhnya mereka adalah jasad yang berupa cahaya, yaitu kebanyakan dari mereka diciptakan dari cahaya. Namun kadang ada juga sebagin dari mereka yang diciptakan dari tetesan-tetesan yang menetes dari malaikat Jibril setelah ia mandi dari sebuah sungai yang berada dibawah Arsy. Para malaikat bisa berubah-rubah wujud/bentuk yang berbeda-beda, mereka juga tidak makan, minum dan tidak tidur. Adapun dalil yang mununjukkan akan hal itu adalah firman Allah: “Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya”.
Sedang tidur adalah suatu kelelahan/kelesuan yang akan menimpa pada manusia dan tidak menghilangkan akal mereka. Para malaikat tidak akan pernah maksiat atau menentang terhadap Allah, terhadap apa-apa yang telah Allah perintahkan kepada mereka, mereka akan selalu mengerjakan apa-apa yang telah diperintahkan.

Firman Allah:

“Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka)”.
Yaitu yang berupa ketaatan dan peraturan.

Fiman Allah:
“Sebenarnya (malaikat-malaikat itu), adalah hamba-hamba yang dimuliakan”
Yakni, para malaikat adalah para hamba dari sekian banyak hamba Allah yang dimuliakan dengan kesucian dari dosa-dosa, yang tidak akan mendahului terhadap izin Allah dengan sebuah perkataan. Mereka hanya akan mengerjakan terhadap perintah Allah apabila Allah telah memerintahkannya, karena sesungguhnya mereka berada dipuncak pengawasan (muraqabah) Allah swt. maka mereka menyatukan antara perkataan dan perbuatan dalam bertaat, dan itulah puncak dari ketaata

KITAB QOTRUL GHAITS PERMASALAHAN II : BAGAIMANA IMAN TERHADAP ALLAH

OLEH IMAM NAWAWI AL BANTANI

PERMASALAHAN II BAGAIMANA IMAN TERHADAP ALLAH?

Jika ditanyakan kepadamu: “Bagaimana kamu beriman terhadap Allah ?”
Maka hendaklah kamu berkata: Sesungguhnya Allah itu Dzat yang esa, yaitu yang sendiri pada sifat-sifat dan dzat-Nya tidak ada yang menyekutui-Nya, Dzat yang maha hidup dengan kehidupan yang qadim yang ada pada dzat-Nya bukan dengan nyawa, Dzat yang maha tahu dengan pengetahuan yang qadim yang ada pada dzat-Nya, yang mengetahui benar terhadap yang wajib, jaiz dan yang mustahil, 

Dzat yang maha kuasa dengan kekuasaan yang qadim yang ada pada dzat-Nya, bukan dengan penelitian juga bukan dengan perantara, yang mana ajzu (ketidak berdayaan) tidak akan terjadi pada kekuasaan-Nya yang mencakup terhadap semua sesuatu yang mumkin, Dzat yang maha berkehendak dengan kehendak yang qadim yang ada pada dzat-Nya yang mencakup terhadap semua sesuatu yang mumkin, Dzat yang maha mendengar yang mengetahui semua yang didengar dengan pendengaran yang qadim yang ada pada dzat-Nya, Dzat yang maha melihat, yang mengetahui terhadap semua yang dilihat ketika adanya sesuatu tersebut dengan penglihatan yang qadim yang ada pada dzat-Nya, Dzat yang maha berfirman dengan firman yang qadim yang ada pada dzat-Nya tanpa huruf dan tanpa suara, maka ‘adam (ketiadaan) tidak mengawali dan tidak akan terjadi pada kalam (firman) Allah yang berhubungan dengan yang wajib, seperti firman Allah swt.:

“Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, Maka sembahlah aku”
Dengan yang mustahil, seperti firman Allah:
“Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga”.
dan dengan yang jaiz, seperti firman Allah:

“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu”
Menurut pendapat yang shahih, madlulul al-fadh (yang ditunjukkan oleh lafadh-lafadh) yang kita baca semuanya berhubungan dengan kalam Allah yang qadim, seperti yang telah dikatakan oleh Ibnu Qasim dan mufakat sekelompok Ulama’ Mutaakhkhirin.

Apabila kamu ditanya tentang Al-Quran, apakah ia qadim atau hadits ? Maka sebaiknya kamu meminta penjelasan terlebih dahulu kepada orang yang bertanya, apabila ia berkata padamu, bahwa yang saya maksud adalah yang ada pada dzat Allah yang mana apa yang ada pada kita semua telah menunjukkannya, maka katakanlah, ia qadim disebabkan sifat qidamnya Dzat, karena qidam adalah termasuk dari sebagian sifat-sifat yang wajib bagi Allah. Dan apabila ia berkata, bahwa yang saya maksud adalah sesuatu yang berada di antara dua buah pinggir, yaitu yang berupa tulisan-tulisan, maka katakanlah padanya, bahwa ia hadits disebabkan sifat hudutsnya tulisan-tulisan.

Demikian juga tentang lafadh-lafadh, maka apabila orang yang bertanya berkata padamu, bahwa yang saya maksud adalah ditinjau dari segi madlul (yang ditunjukkan), maka katakanlah, bahwasanya sesuatu (lafadh) yang menunjukkan terhadap dzat Allah, suatu sifat dari beberapa sifat-Nya atau suatu hikayat milik-Nya adalah qadim. Dan sesuatu yang menunjukkan terhadap benda-benda yang baru (hawadits) atau sifat-sifatnya, misalnya dzat-dzat makhluk atau sifat-sifatnya, seperti kebodohan dan pengetahuan kita, semua itu adalah hadits (baru), begitu juga dengan hikayat-hikayat hawadits.
Lafadh-lafadh tersebut dinamakan Kalamullah, karena ia-lah yang menunjukkan terhadap Kalamullah, dan sesungguhnya makna Kalamullah hanya akan dapat dipahami dengan melalui lafadh-lafadh tersebut.
Kalamullah, apabila diungkapkan dengan menggunakan bahasa arab maka dinamakan Al-Quran, apabila dengan bahasa Ibriyyah, yaitu bahasa orang yahudi, dinamakan Taurat, dan apabila dengan bahasa Suryaniyyah maka dinamakan Injil dan Zabur. Adapun perbedaan ibarat (ungkapan) tidaklah menjadi penentu terhadap adanya perbedaan kalam, sebagaimana Allah disebut dengan beberapa ibarot yang berbeda-beda, padahal sesungguhnya dzat Allah adalah esa.
Allah adalah Dzat yang maha kekal pada dzat-Nya yang agung yang kekal adanya, tidak akan menerima fana’ (rusak/binasa), Dzat yang maha memberi rizki yang menciptakan banyak-banyak rizki, atau Dzat yang banyak memberi rizki serta menyampaikannya pada para makhluk. Yang dinamakan rizki tidaklah hanya tertuju pada makanan dan minuman saja, akan tetapi pada setiap apa yang bisa diambil manfaatnya oleh semua hewan, yaitu yang berupa makanan, minuman, pakaian dan lain-lain. 

Termasuk dari nikmat yang paling agung adalah taufiq untuk bertaat. Rizki ada dua macam: Rizki yang bersifat dhahir, yaitu yang berupa makanan-makanan pokok dan makanan-makan lainya, itu semua milik badan, dan rizki yang bersifat bathin, yaitu yang berupa ilmu pengetahuan dan terbukanya pengetahuan terhadap Allah, itu semua milik hati dan asrar. Ketahuilah bahwasannya Allah memberikan rizki kepada semua makhluk-makhluk-Nya, dan diantara beberapa sebab dilapangkannya rizki adalah banyak bershalat.
Firman Allah:
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rizki kepadamu, kamilah yang memberi rezki kepadamu. dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa”.
Banyak bershalawat pada nabi Muhammad saw. dan membaca istighfar.
Allah adalah Dzat yang maha disembah. Sebagian dari yang menunjukkan terhadap hal itu adalah perkataanmu: رَبَُّنَا اللهُ (“Tuhan kami hanyalah Allah”) Dzat yang yang maha memiliki.

Firman Allah:
“Tuhan langit dan bumi”
Tidak ada syabih (sekutu) yang serupa bagi-Nya dalam masalah ketuhanan, tidak ada nadhir (sekutu) yang menyerupai dan tidak ada mumatsil (sekutu) yang menyamai bagi-Nya. Adapun perbedaan antara kata syabih, nadhir dan mumatsil ialah:
Nadhir : Sesuatu yang menyamai walau hanya dalam satu sisi.
Syabih : Sesuatu yang menyamai dalam banyak sisi.
Mumatsil : Sesuatu yang menyamai dalam semua sisi.

Al-Barawi mengatakan, mambahas tentang dzat dan sifat-sifat Allah hukumnya tidak boleh لانَّ تَرْكَ الادْرَاكِ ادْرَاكٌ (meninggalkan untuk mengetahui adalah mengetahui) dan membahas masalah dzat Allah hukumnya syirik. Adapun semua sesuatu yang terbersit dihatimu, yaitu yang berupa sifat-sifat hawadits, maka sesungguhnya Allah tidaklah seperti itu.


FAIDATUN


Barang siapa meninggalkan empat kata, maka imannya sempurna, yaitu: dimana, bagaimana, kapan dan berapa. Maka jika ada seseorang berkata kepadamu: “Dimana Allah?” Jawabnya adalah: Allah tidak berada disuatu tempat, dan zaman (waktu) tidak mengiringi-Nya. Apabila ia berkata: “Bagaimana Allah?” Maka katakanlah padanya, tidak ada sesuatu apapun yang serupa dengan-Nya. Apabila ia berkata: “Kapan Allah?” Katakanlah, pertama tanpa ada permulaan, terakhir tanpa ada kesudahan. Dan apabila ia berkata: “Berapa Allah?” Maka katakanlah padanya, Allah esa (tunggal) bukan dari yang sedikit.

Firman Allah:

“Katakanlah: “Dia-lah Allah, yang Maha Esa”.

KITAB QOTRUL GHAITS PERMASALAHAN I : APA YANG BERHUBUNGAN DENGAN HAKIKAT IMAN?

OLEH IMAM NAWAWI AL BANTANI

PERMASALAHAN I APA YANG BERHUBUNGAN DENGAN HAKIKAT IMAN?


Jika ditanyakan kepadamu: ” Apa sajakah yang berhubungan dengan hakikat iman yang disebut dengan tashdiq?

Maka hendaklah kamu berkata: Aku percaya, aku membenarkan dan aku mengakui terhadap Allah, terhadap para malaikat, kitab-kitab, para utusan, terhadap hari akhir dan qadar baik dan buruknya dari Allah. Ini seperti yang telah dikatakan oleh Imam Muslim dari Sayyidina Umar dari hadits Jibril. 

Apabila kamu mengambil dari riwayat Imam Bukhari yang juga dari hadits Jibril, maka hendaklah kamu berkata: Aku percaya terhadap Allah, para malaikat, dan berjumpa dengan-Nya, terhadap para utusan, dan ba’ats (pembangkitan). Maksudnya, aku percaya terhadap adanya Allah, sifat-sifat yang wajib bagi-Nya, terhadap para malaikat, sesungguhnya mereka adalah para hamba yang dimuliakan, terhadap melihat Allah kelak dakhirat bagi orang mukmin, terhadap para utusan, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang benar dalam setiap apa yang mereka sampaikan dari Allah, dan terhadap ba’ats dari kubur.

Sebagian ulama’ mengatakan, barang siapa yang dimasa kecilnya telah mempelajari “Aku percaya terhadap Allah, para malaikat, kitab-kitab, para utusan, hari akhir dan qadar baik dan buruknya dari Allah”, dan dia tahu bahwa itu yang disebut iman, hanya saja dia tidak bisa memperbaik tafsirannya, maka dia tidak dihukumi beriman. Sebagian ulama’ juga mengatakan, iman seseorang diwaktu ya’su, yaitu diwaktu sakaratil maut saat ia melihat tempatnya di surga dan neraka imannya tidak diterima. Sesungguhnya seorang hamba pada waktu itu akan melihat tempatnya, sebagaimana yang telah diriwayatkan dari Nabi saw.:
 “Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwasanya beliau bersabda: Sesungguhnya seorang hamba tidak akan mati hingga ia melihat tempatnya di surga atau di neraka”.

Lain halnya dengan taubat orang yang sedang sakaratil maut, taubatnya diterima setelah imannya sah. Karena ada sebuah keterangan yang diriwayatkan dari Ibnu Umar:
“Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwasanya beliau berkata, Rasulullah saw. bersabda: Taubat seorang hamba yang beriman akan diterima selagi nyawanya belum sampai ke tenggorokan”.
Ketahuilah bahwasanya iman terhadap Allah ada tiga macam. Yaitu: Iman taqlidy, iman tahqiqy dan iman istidlaly.

Iman Taqlidy : Seseorang ber-i’tiqad (berkeyakinan) terhadap ke-esa-an Allah dengan cara mengikuti perkataan ulama’ tanpa mengetahui dalilnya. Iman seperti ini tidak akan terbebas dari keterombang-ambingan yang disebabkan oleh adanya sesuatu yang mendatangkan keraguan.

Iman Tahqiqy : Sebuah bisikan atau kata hati seseorang terhadap ke-esa-an Allah, dengan sekiranya seandainya penduduk alam berbeda dengannya dalam apa yang telah dibisikan hatinya, niscaya tidak akan terdapat kegoyahan dihatinya.


Iman Istidlaly : Seseorang menjadikan dalil atau petunjuk dari sesuatu yang diciptakan terhadap yang menciptakan, dari suatu bekas terhadap yang menjadikan bekas. Misalnya, adanya bekas pasti menunjukkan terhadap adanya yang membekaskan, adanya bangunan tentu menunjukkan adanya yang membangun, adanya suatu yang diciptakan pasti menandakan terhadap adanya yang menciptakan, dan adanya ba’roh (kotoran unta) tentu menunjukkan tehadap adanya ba’iir (unta), karena adanya bekas tanpa adanya yang membekaskan adalah mustahil.