Rabu, 09 Maret 2016

ABDULLAH BIN HUDZAIFAH AS SHAHMI DAN RIDHA KEPADA QADHA ALLAH



Ibnu Asakir, di dalam Tarikhnya, menyebutkan bahwa Abu Rafi’ berkata, “Umar bin Khathab mengirim pasukan menuju Romawi. Di dalam pasukannya tersebut terdapat seseorang yang bernama Abdullah bin Hudzafah, salah seorang sahabat Rasulullah saw.. Ketika peperangan, pasukan Romawi berhasil menawan Abdullah bin Hudzafah dan membawanya menghadap raja mereka. Kemudian mereka berkata kepada sang raja, “Ini salah seorang sahabat Muhammad”.

Maka raja Romawi yang lalim tersebut berkata, “Apakah engkau mau masuk agama kami, agama nashrani, lalu engkau mendapatkan bagian dari kerajaan dan kekuasaanku?”

Abdullah menjawab, “Seandainya engkau berikan kepada saya semua yang engkau miliki dan semua yang dimiliki orang-orang Arab agar saya keluar dari agama yang dibawa Muhammad saw., saya sama sekali tidak mau melakukannya”.
Raja romawi itu berkata, “Kalau begitu saya akan membunuhmu”.
Abdullah menjawab, “Terserah apa yang akan kau lakukan”.

Maka sang raja pun memerintahkan agar Abdullah disalib. Kemudian dia berkata kepada para pemanahnya, “Panahlah di dekat kedua tangannya dan dan di dekat kedua kakinya, jangan sampai kena tubuhnya”. Hal itu dilakukan sang raja untuk menakut-nakuti Abdullah. Kemudian dia kembali menawarkan kepadanya untuk masuk agama Nashrani.
Namun Abdullah tetap teguh dengan pendiriannya. Lalu sang raja pun memerintahkan agar Abdullah diturunkan dari tempat penyaliban. Kemudian dia memerintahkan agar disiapkan sebuah panci besar, lalu diisi dengan air, kemudian di bawahnya dinyalakan api hingga airnya mendidih.
Kemudian sang raja memerintahkan agar didatangkan dua orang tawanan muslim, lalu salah satunya dimasukkan ke dalam air yang mendidih tersebut. Kemudian sang raja kembali menawarkan kepada Abdullah untuk masuk agama Nashrani. Namun Abdullah tetap teguh dengan pendiriannya. Maka sang raja pun memerintahkan agar Abdullah juga dimasukkan ke dalam air yang mendidih tersebut. Ketika dibawa mendekati panci tersebut, Abdullah menangis. Maka pengawal raja itu berkata, “Wahai Tuanku, dia menangis”.

Sang raja yang zalim itu pun berkata, “Dia ketakutan. Bawa dia ke mari”.
Kemudian sang raja kembali menawarkan agama Nashrani kepadanya, akan tetapi Abdullah tetap tidak mau.

Dengan heran sang raja pun bertanya, “Lalu apa yang membuatmu menangis?”
Abdullah menjawab, “Saya menangis, karena saya berkata pada diri saya sendiri, “Jiwaku, saat ini engkau dilemparkan ke dalam panci itu lalu engkau mati”. Sedangkan saya ingin sekali setiap rambut yang ada di dalam tubuhku mempunyai ruh yang masing-masing terbunuh fi sabilillah”.

Maka raja itu pun berkata, “Apakah engkau mau mencium kepalaku lalu engkau saya bebaskan?”

Abdullah menjawab, “Saya mau jika engkau bebaskan juga seluruh tawanan muslim”.

Ketika itu Abdullah berkata kepada dirinya sendiri, “Dia ini salah satu musuh Allah. Biarlah saya mencium kepalanya yang penting saya beserta seluruh tawanan muslim dibebaskan”.

Lalu Abdullah pun mendekati raja zalim tersebut, lalu mencium kepalanya. Kemudian raja tersebut membebaskan seluruh tawanan muslim. Lalu Abdullah membawa semua tawanan muslim tersebut menghadap Khalifah Umar bin Khathab. Lalu Umar berkata, “Sudah sepantasnya setiap muslim mencium kepala Abdullah bin Hudzafah. Dan saya yang akan memulainya”. Lalu Umar berdiri dan mencium kepala Abdullah”.

ABBAD BIN BISYAR DAN KERIDHAANYA KEPADA QADHA ALLAH



Ibnu Ishaq meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah r.a., dia berkata, “Kami berangkat dengan Rasulullah saw. dalam perang Dzaatu Riqaa` dari kebun kurma. Lalu seseorang dari kami mendapatkan seorang wanita dari orang-orang musyrik yang kala itu suaminya sedang tidak ada. Ketika Rasulullah saw. bersama tentara muslim pulang, suami wanita musyrik itu kembali ke rumahnya dan tidak mendapati isterinya. Ketika diberitahu tentang apa yang terjadi, dia bersumpah untuk membunuh sahabat Muhammad. Maka dia pun mengejar Rasulullah saw..
                         
Rasulullah saw. kemudian singgah di suatu tempat. Lalu beliau bertanya, “Siapakah yang akan menjaga kami malam ini?” Lalu seorang Muhajirin dan seorang Anshar menawarkan diri untuk berjaga-jaga malam itu. Keduanya berkata, “Kami wahai Rasulullah”.

Lalu Rasulullah saw. bersabda kepada mereka, “Kalau demikian, berjaga-jagalah di ujung jalan lembah ini”.

Kedua sahabat itu adalah Ammar bin Yasir dan Abbad bin Bisyr al-Anshari.
Ketika keduanya pergi menuju ujung jalan lembah itu, orang Anshar berkata kepada orang Muhajirin, “Engkau meinginginkan saya berjaga-jaga di awal malam atau di akhirnya?”

Dia menjawab, “Berjaga-jagalah di akhir malam”.
Maka orang Muhajirin itu pun merebahkan diri lalu tertidur, sedangkan Abbad bin Bisyr al-Anshari menunaikan shalat.

Lalu seorang lelaki datang. Ketika dia melihat seorang lelaki sedang berdiri, dia pun tahu bahwa dia adalah penjaga pasukan muslim. Lalu dia pun memanahnya. Maka Abbad al-Anshari mencabut panah yang menancap di tubuhnya lalu menjatuhkannya dengan tetap menunaikan shalat. Kemudian orang musyrik itu kembali memanahnya. Orang Anshar itu pun kembali mencabutnya dan meletakkannya dengan tetap menunaikan shalat. Kemudian dia ruku’ dan berkata kepada temannya, orang Muhajirin, “Bangunlah, saya terkena panah”.

Ketika melihat kedua orang tersebut, orang musyrik itu pun tahu bahwa orang yang dia panah telah mengetahuinya. Maka maka dia pun loncat dan langsung melarikan diri.

Ketika orang Muhajirin itu melihat darah mengalir dari orang Anshar tersebut, dia berkata, “Subhanallah, mengapa engkau tidak membangunkan saya ketika panah pertama mengenaimu?!”

Orang Anshar itu menjawab, “Ketika itu saya sedang membaca sebuah surah Al-Qur`an. Saya tidak ingin memotongnya sampai menyelesaikannya. Ketika panah-panah terus menerus mengenai saya, maka saya ruku’ dan saya memberitahu kamu. Demi Allah, seandainya bukan karena hilangnya sebuah gigi yang Rasulullah saw. perintahkan saya untuk menjaganya, pasti jiwa saya terputus terlebih dahulu sebelum saya memotong bacaan saya atau menyelesaikannya”.
Ketika itu Abbad bin Bisyr melakukan shalat dengan membaca surah al-Kahfi, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi di dalam kitab Dalaa`ilun Nubuwwah.

Sahabat tersebut tetap teguh di tempatnya berdiri menunaikan shalat walaupun anak-anak panah menembus dirinya. Dia ridha kepada qadha Allah. Ketika banyak anak panah yang mengenai dirinya, dia pun ruku’ untuk membangunkan sahabatnya.

JALAB DAN SALAB KEKASIH ALLAH

TENTANG JALAB DAN SALAB BAGI KEKASIH ALLAH.

Bismillahir rohmaanir rohiim
Assalamu'alaikum wr wb.

Syukur alhamdulillah kami ucapkan atas taufiq dan hidayah yang senantiasa diberilan kepada kita sehingga  diberi bisa mengaji bersama bidang tauhid.

Salam ikroman wa mahabbatan ke pangkuan baginda Rosul SAW wa Ghoutsi Jadzaz Zaman serta semua para kekasih Allah min awalihim ila aakhirihim kami rangkumkan sekaligus dalam permohonan semoga semua memberikan barokah, karomah, nadhroh serta jangkungan do'a restu sehingga kajian kita mulai awal hingga ahir betul betul mendapat ridho Allah SWT. Aamiin.

Kita manusia awam Allah, tentu tidak mengenal Allah. Jika suatu ketika kita belajar tentang Allah, kita manusia awam hanya sebatas memperoleh kabar tentang Allah. Bukan Allah itu sendiri. Walaupun kitab yang dipelajari segunung dan ilmunya yang diperoleh sebanyak jumlah mahluk, kita tetap awam Allah.
Jika dikatakan alim, itu hanya alim ilmu. Bukan Alim Billah. Jika belajar Ilmu Billah, Itu hanya alim tentang ilmunya Billah. Jika mempelajari ilmu mukasyafah, dia hanya alim ilmunya mukasyafah. dia tetap tidak tersingkap ainul bashiroh. Orang yang tersingkap mata batinnya, tidak akan berbuat sesuai kemauannya. Dia akan berbuat sesuai dengan kehendak yang membuka mata hatinya yaitu Allah yang maha luhur.

Ilmu tentang Allah atau ilmunya Allah bisa dipelajari. Akan tetapi Allah itu sendiri tidak bisa dipelajari. Sama halnya tentang Iman. Ilmu tentang keimanan bisa dipelajari namun IMAN ITU SENDIRI TIDAK BISA DIPELAJARI, PADAHAL IMAN ITU MAHLUKNYA ALLAH. Itulah bukti bahwa kita ini manusia awam sebab tidak bisa melihat mahluk yang bernama iman. Kita hanya melihat reaksi yang dikerjakan jika seseorang itu beriman atau sebaliknya.

Banyak bukti di kalangan manusia. di masyarakat kita sejak dahulu hingga sekarang. Banyak orang belajar berbagai ilmu khususnya tentang AAMANTU BILLAH. Banyak orang mendalami rukun Iman, mempelajari rukun Islam. mendalami bagaimana bersyahadah tapi tidak ada satupun orang yang beriman BILLAH itu sebab ilmunya.  Bahasa manteqnya bahwa banyak sekali sarjana agama. Sarjana Ushuluddin, Sarjana Tatbiyah, Banyak Sarjana Pendidikan Agama. Banyak anak keluaran pondok dan semestinya banyak orang yang ma'rifat Billah.
Bahasa kenyataan, ketika ada seseorang yang membawa ajaran, entah ajaran apapun jika tidak umum, atau tidak sesuai yang berlaku, orang tersebut mendapat tantangan di sana sini. Banyak kalangan mendiscriditkan sebagai ajaran atau paham menyimpang hingga disebut Aliran sesat. Lebih ironi lagi, bahwa pernyataan sesat itu datang dari para 'Alim. Dengungan untuk menguatkan kesesatan suatu kaum, suatu golongan atau kelompok, datang dari berbagai arah. dari para cendekiawan. Dari orang terpelajar, orang pesantren,  para Maha Siswa, Boleh jadi pernyataan sesat itu dari sebagian kecil, tapi jika sudah mengatas namakan Majlis, tentu akan menjadi sebuah ketetapan. Semua wajib sepakat pada keputusan Majlis.  Sehingga itu betul betul disebut keputusan ULAMA.

Pendek kata bahwa orang belajar tentang sesuatu maka orang tersebut akan mengetahui atau memperoleh sesuatu yang dipelajari berupa ilmu. Jika seseorang mempelajari imu keimanan, mentok dia hanya medapat ilmunya keimanan. Jika seseorang mempelajari tentang Allah, mentok dia hanya mendapatkan ilmu tentang Allah. DIA TETAP TIDAK TAHU IMAN ITU SENDIRI. DIA JUGA TETAP TIDAK TAHU  ALLAH.

Kenyataan ini  dirasakan dan difahami betul oleh sebagian orang yang dikehendaki Allah. Orang tersebut tidak akan tahu kalau diberi paham. Kami sendiri yang awam Allah juga tidak tahu apa apa. Jika kebetulan diberi tahu sedikit tentang Allah, tentang iman, Tetap tidak ada celah untuk mengingkari bahwa aslinya kita terutama kami tetap sebagai orang awam. Kami tetap sebagai orang yang tidak mengenal Allah. Jika kelihatan kenal sebab rasa khunudhon dari orang yang melihat.

Jika para 'Alim saja tidak mengenal Allah, apa lagi kami yang bukan bagian dari kalangan Alim, pasti jauh dari ma'rifat. Jika kebetulan diberi kesempatan untuk mencari atau menggali  ilmu tentang Allah, itu hanya ilmunya tentang Allah saja. Ilmu tentang Ma'rifat Billah, Hanya mengetahui sebatas ilmunya saja.  itu hanya kabar tentang iman. Kami hanya diberi tahu kabar tentang sifat Allah tapi bukan sifat itu sendiri. Kabar tentang Nama Allah. Kabar tentang makna Asmaul Husna. Kabar tentang Utusan Allah. Kabar tentang kekasih Allah. Kabar tentang Rosululloh SAW. Tidak lebih dari itu. Seseorang sadar Kepada Allah itu Fadhol yang agung.  Iman itu sendiri Fadhol. Pemberian yang agung dari sang maha pemberi yaitu Allah dan atas kehendak Allah sendiri tanpa campur tangan mahluk. Tanpa keterlibatan manusia apalagi ilmunya manusia. Kesadaran kepada Allah tidak bisa ditempuh menggunakan ilmu. Apalagi Dzat Allah yang jelas jelas dilarang untuk dipelajari.  Sehingga dunia ini hanya penuh dengan Kabar. Dunia hanya penuh dengan cerita. penuh dengan dongeng. tanpa bisa dipertanggung jawabkan.

Lalu apakah tidak ada orang yang bersaksi kepada Dzat Allah? Heem. disinilah titik persoalan. Kita sering mendengar temen kita berujar kepada Dzat Allah. Memohon pertolongan Kepada Dzat Allah. Padahal, semua kekasih Allah saja dalam memohon menggunakan atas nama Sifat Allah yang maha memberi. Manusia menggunakan mahluknya Allah untuk mencapai maksud dan tujuan. Menggunakan Do'a sebagai alat pengantar. Menggunakan pangkat derajat yang diberikan kepada seorang hamba yang dikasihi. Bahkan tidak sedikit orang yang menggunakan jasa Ulama, jasa kyai, jasa para normal, hingga jasa tukang sihir. Tak ubahnya manusia minta bentuan  obat untuk menyembuhkan sakit yang diderita. Manusia minta bantuan sendok atau jari jemarinya  untuk makan. Meminta bentuan kaki untuk berjalan.

Ada sebagian yang mulai tersingkap kesadaran, dia mulai berbincang dengan benda. bercakap cakap dengan berbagai macam mahluk. Dia mulai berbincang dengan sifat sifat benda. Hingga banyak kekasih Allah diberi bisa menyaksikan dan berbincang dengan sifat Allah.

Namun kesadaran dan bahkan kesemuanya pemberian Allah. Jika tidak dibuka kesadaran, justru terjadi kebalikannya. Dia akan menggunakan sifat Allah untuk dirinya. dia akan menyuruh sifat Allah untuk memenuhi hajad dan kepentingannya. Ini tidak membahas apa agama orang tersebut. Mau dia beragama Hindu, Budha, Nasrani, Majusi ataupun Islam sama saja dalam tingkatan ini. Kondisi tingkat ini Agama hanya sebatas tameng. Jika dia Sholat, maka dia memerintahkan mahluknya Allah yang bernama Sholat untuk mengabulkan permohonannya. Jika dia berbuat baik, dia masih suka menyuruh sifat baik itu untuk mencapai maksud dan tujuannya.

Lebih ekstrim lagi jika tidak disadari. Kita ingin tidur saja kita tidak menyadari kalau kita menggunakan jasa mahluk yang bernama Kantuk. kalau tidak mengantuk tidak akan diberi bisa tidur. mau kenyang kita butuh jasa makanan. butuh jasa vitamin.
Walaupun sama sama tidur, maka tidurnya orang yang beriman Billah tidak akan sama dengan tidurnya orang awam Billah. Begitu juga bidang makan. minum, bergerak, bekerja dan semuanya menggunakan jasa mahluk.
Jadi memohon pertolongan Allah menggunakan Jahin Nabi Shollallohu 'alaihi wasallam, justru alat paling tepat. Memohon pertolongan Allah menggunakan Jasa Auliya' justru alat yang sangat dianjurkan. Berkumpul bersama sama berdo'a menggunakan Jasa auliya yang diberi bisa menyambungkan kita kepada Rosululloh adalah perintah yang jelas.
Yang secara lahiriyah jasadnya sudah wafat saja tidak dilarang sebab bukan minta bantuan kepada yang wafat tapi kepada pangkat yang sebenarnya tajalli Allah.  Apalagi memohon kepada Allah menggunakan jasa hamba yang masih hidup. Kita tidak memohon kepada orangnya akan tetapi kepada sifat Allah yang maha mengantarkan. sebab orang tidak bisa menolong tanpa kehendak Allah. Bagi yang tidak dibuka kesadaran, malah tiap hari kita mohon kepada nasi untuk membuat perut kenyang. Padahal nasi tidak bisa mengenyangkan tanpa kehendak Allah walaupun makan cukup. bisa kenyang atau mungkin sakit perut dan mules. Kita tidak akan bisa tidur tanpa kehendak Allah walaupun mengantuk bukan main. Namun jika Allah sudah mengutus beliau tentu beliau akan hadir kepada kita bersama mahluknya yang bernama tidur, mau tidak mau kita akan tertidur.

Jadi jika mau jujur kepada diri sendiri dalam hal ini  Iman itu bukan dari hasil belajar. Bukan sebab 'alim seseorang itu kemudian sadar kepada Allah ( Billah ). Kami mohon maaf. Bukan merendahkan Ulama, apalagi menyalahkan. Hanya saja sangat mengerikan sekali jika ada seseorang menghakimi orang lain atau pemahaman lain sementara keputusannya tadi berdasarkan ilmunya. berdasarkan kitab yang dipelajari dan bersifat katanya. Bidang Metafisika, diputuskan menggunakan hukum fisika. memutuskan perkara menggunakan Analogy. Allah yang Maha Ghaib, dihukumi menggunakan hukum Non Ghaib. Menggunakan perkiraan, menggunakan fakta tiruan.

Salah satu contoh sebagaimana dalam kajian ini yaitu TENTANG JALAB DAN SALAB BAGI KEKASIH ALLAH.

Kekasih Allah atau waliyulloh itu kehendak tajalli Allah. Jiwa seorang hamba betul betul dikuasai oleh Allah dalam wujud sifat dan af'al yang dikendalikan oleh Dzat Allah sendiri yang maha mengendalikan.
JALAB itu Sifat membawa dan mengangkat derajat kesadaran pada diri seseorang.
SALAB itu Sifat melorot dan mencabut derajat kesadaran pada seseorang.

Kekasih Allah khususnya Sulthanul Auliya, dikuasai oleh Allah dengan  ditajalli sifat Allah. Yang tampak secara sifatiyah adalah sang Wali tadi yang mengangkat derajat seseorang. akan tetapi tidak diketahui oleh orang awam. Bisa jadi sang Wali tadi memerintahkan salah seorang muridnya untuk membantu memenuhi hajat seseorang. sehingga campur tangan Wali tadi tetap tidak diketahui.
Jika kita diberi kesadaran bahwa seseorang diberi kedudukan atau derajat atau segala bentuk jabatan yang ada di dunia ini atas kehendak dan idzin Allah. Yang tampak secara lahiriyah, sepertinya hasil upaya manusia. Yang tampak oleh mata sepertinya itu pertolongan manusia lain. sepertinya ditolong oleh seseorang. Bahkan lahiriyahnya  manusia bisa menjadi presiden itu hasil upaya manusia hingga menjadi persiden. Begitu juga sebaliknya. Kita juga perlu menyadari bahwa seseorang menjadi penjahat  umpamanya. Itu sebab upaya manusia itu sendiri untuk juga berbuat jahat hingga menerima jabatan sebagai penjahat. Akan tetapi kita juga perlu menyadari bahwa manusia bisa menjadi Presiden atau menjadi penjahat, itu juga kehendak Allah. Allah dalam mengangkat atau menjatuhkan derajat manusia menggunakan mahluk sebagai utusannya untuk mengangkat atau melorot derajat manusia. jadi sangat jelas bukan kemauan utusan akan tetapi kehendak dari yang mengutus.

Jika dikatakan bahwa kekasih Allah itu bisa mengangkat dan menjatuhkan derajat manusia, tentu bukan kemauan kekasih Allah tersebut akan tetapi atas kehendak Allah pastinya. Hanya saja prosesnya secara sifat, melalui utusan Allah dan secara af'al, haliyahnya melalui siapa saja yang dikehendaki yang dalam hal ini secara sirri melalui sulthanul auliya.
Proses apapun dipermukaan bumi melalui proses alami. Sifat Jalab dan Salab Allah melalui proses berantai secara ekosistem menjadi suatu keseimbangan alam yang bahasa ringannya disebut proses sebab akibat.

Dalam tingkatan ini, sifat Allah masih Ghaib bagi orang awam sifat. Yang bisa diketahui oleh orang awam, hanya efek samping dari sifat. Seperti  Yang dikenal gula manis bagi orang awam, bukan sifat manisnya tapi efek dari sifat manis dari gula. Manis itu sendiri tidak diketahui oleh orang awam kecuali jika sudah merasakan. Itupun hanya tingkatan rasa.  Apalagi bagi orang yang belum pernah menikmati manisnya gula, tentu dia hanya membayangkan tentang manisnya gula. aslinya orang itu hanya mengenal gula lewat kabar ilmunya. Walaupun bukunya dikaji segunung, tetap tidak mengenal gula sebab tidak sedang menikmati gula. atau bahasa sopannya, dia mengenal gula sebab ilmunya. Yang mana pengetahuannya tentang gula masih belum bisa dipertanggung jawabkan. Kelak dia akan terkejut sebeb dia berjalan dalam kegelapan. Sesuatu yang dianggap ilmu, ternyata hanya cerita cerita yang tidak bisa menerangi jalannya. Yang bisa menerangi itu Nurnya Allah yang bernama ilmu. Walaupun cerita yang dia terima dan dia kabarkan ( sampaikan )

Sebagai contoh pernah terjadi kepada beliau syekh Abdul Qadir Al Jailani RA. Secara lahiriyah beliau dianggap memboroskan dana negara sehingga oleh perdana mentri dikejar kejar sebagai penjahat sebab menggunakan dana negara untuk membangun rumah ibadah.

Dalam keadaan genting, Dengan sifat Qohharnya Allah memerintahkan beliau untuk memperkenalkan dirinya bahwa beliau itu sulthanul auliya' sehingga ketika dikejar oleh petugas negara atas perintah perdana mentri, justru beliau bersujud di tengah padang pasir dan ketika itu pula matahari berhenti tidak bergerak dan tidak berjalan. Itu cara Allah memperkenalkan diri melalui kekasihnya. Secara tidak langsung, Allah memperlihatkan cara mengangkat Kekasihnya dan menjatuhkan derajat perdana mentri beserta semua petugasnya di hadapan Allah.
Waliyulloh, Kekasih Allah, tentunya dipilih dan dikasihi dan dilindungi. Beliau dipilih menurut kehendak Allah. Mau dijadikan Rijalulloh ( Jago ), Kholilulloh ( yang disayangi) itu semua hak Allah. Sifat Allah yang AGHITSUNA ( Maha menolong). Orangnya dikenal sebagai Ghoutsuz Zaman atau Shulthanul Auliya'.
Tentunya Allah menggunakan mahluk dalam berbuat. Allah menggunakan Jagonya untuk memenangkan kehendaknya. Allah menggunakan Kholilulloh untuk mengasihi mahluk lain.
Dengan Tajallinya Allah melangsungkan Qudroh Irodahnya.

Kajian ini kami uraikan sebab banyak kejadian kejadian dipermukaan bumi. juga di negara kita, di daerah kita, di kampung kita.

Ada suatu kaum dianggap golongan atau aliran sesat hingga diporak porandakan. diobrak abrik tempat peribadatannya. diusir dari kampungnya. dianggap meresahkan masyarakat.
Suatu kaum lainnya mengaku berada di jalan yang lurus, kemudian menghancurkan yang bathil katanya. Untung bukan adiknya atau anaknya sendiri yang dianggap bathil. jadi bisa tega menganiaya. bisa tega mengusir dari kampung halamannya. gara garanya soal pemahaman yang dianggapnya salah.

Seseorang atau suatu kelompok yang merasa berada di jalan yang lurus, kemudian menganiaya seseorang atau kelompok lain yang diyakini menyimpang atau sesat, itu sama saja memperkenalkan diri sebagai hakim yang menghakimi manusia lain. Memamerkan diri sebagai tuhan. Memamerkan diri sebagai utusan tuhan. Padahal dalam sejarah manusia, tidak pernah ada utusan tuhan yang menghancurkan suatu kaum menggunakan tangannya sendiri. Nabi Sholeh AS umpamanya. Beliau tidak pernah menghancurkan kaum Luth. Beliau hanya memohon kepada Allah, untuk mengadili kaum Luth yang senantiasa melampaui batas dan Allah merestui dengan tiupan angin topan.

Apalagi junjungan kita Rosululloh SAW. Justru beliau yang dianiaya oleh kaumnya sendiri. Beliau SAW hanya menyeru dan yang diajaklah yang memusuhi hingga terjadilah pembelaan. Jika yang diajak tidak mau, beliau berdo'a kepada Allah. Bukan berdo'a untuk menghancurkan. Justru beliau berdo'a " Allohummahdii liqoumi fainnahum laa ya'lamuun. = Yaa Allah ! Berilah petunjuk bagi kaumku ( maksudnya kaum yang memusuhi) sebab mereka tidak mengetahui. Selebihnya Allah sendiri yang menghakimi dan mengadili. Tidak kelihatan Rosululloh menjatuhkan dan mengankat derajat manusia. Rosululloh menggunakan sifat Hadi ( Hidayah ) untuk mengadili manusia. Caranya Allah mengadili kaum dan ummat beliau sesuai caranya Allah. dengan berbagai cara proses alami. Bukan sulapan. Mu'jizat itu bukan sulapan. Ada proses alami yang tidak diketahui oleh orang awam sifat. Sehingga af'aliyahnya Khoriqul Adah. ( Tidak umum ) . Kun Fayakun itu terjadi dipermukaan langit dan bumi srcara proses.  Tidak nganeh nganehi tapi tetap aneh bagi orang yang awam Allah seperti kami sendiri.
Jalab dan Salab Rosululloh berjalan tanpa penghalang apapun. Begitu juga yang terjadi terhadap Shulthanul Auliya setiap zaman berlaku dipermukaan bumi secara alami hingga orang awam tauhid ,( Awam Sifat Allah ) seperti kami, tidak mampu mengetahui. Yang kita ketahui hanya proses sebab akibat yang ditimbulkan oleh Sifat Salab dan Jalab beliau kekasih Allah. Ketika seseorang mengetahui, spontan dia akan tersungkur di hadapan beliau. Seseorang yang dibuka kesadaran, spontan akan menyadari kedudukan beliau di sisi Allah. Ketika seseorang diperkenalkan keberadaan beliau Rodhialohu Anhu, tidak ada kata lain kecuali sam'na wa 'atho'na. Sebagaimana ayat suci AlQur'an mengajarkan kita TA'AT KEPADA ALLAH, KEPADA ROSUL DAN ULIL AMRI.

Kami rakyat biasa. orang kecil dan jelata tidak memiliki apa apa. Maaf. Kebetulan kami berkunjung saudara di Lombok. NTB. Kebetulan suatu malam kami berkendara melewati suatu kampung yang penuh rumah akan tetapi gelap dan sepi bagaikan kuburan. Kemudian kami bertanya kepada saudara kami kenapa kampung ini tidak berpenghuni. Saudara kami menceritakan bahwa kampung itu beberapa waktu lalu ramai seperti layaknya kampung lain. Hanya saja mereka berpaham Ahmadiyah katanya.
Maaf. dan mohon maaf. Kami bukan pengikut Ahmadiyah apalagi membela Paham tersebut. Akan tetapi kami ikut sedih mendengar penuturan saudara kami sebab mereka memang orang asli kampung tersebut dan mereka  sekarang tidak diketahui rimbanya.
Sekali lagi maaf dan mohon maaf. Kami tidak menyalahkan Majlis yang memutuskan Sesat. Sebab majlis itu bertugas untuk memutuskan. Kami juga tahu bahwa Majlis yang sudah memutuskan sesat juga tidak memerintahkan masyarakat untuk mengusir dan memporak porandakan kampung tersebut. Kami hanya ikut memohon semoga segera diturunkan seseorang yang diberi kemampuan memperbaiki ummat. manusia yang diberi bisa menjalankan ekosistim alam semesta ini. Semoga didatangkan seseorang yang ditajalli Allah dalam membenahi dan menerapkan hukum tuhan dipermukaan bumi ini. Semoga didatangkan seorang Wahiduz Zaman yang senantiasa Yatawajjahu ilalloh fii amril kholaiqu. Semoga didatangkan seorang hamba Allah yang senantiasa tawajjuh kepada Allah untuk berbuat untuk mahluk. yang berbuat merawat mahluk yang melanjutkan perjuangan Rosululloh tanpa mencederai mahluk. Semoga didatangkan Jagonya Allah dalam menentukan hukum dipermukaan bumi. Semoga didatangkan Kholilulloh yang menyalurkan kasih sayang Allah kepada manusia langit dan bumi . Sehingga rahmat Allah berjalan sesuai kehrndak Allah. Aamiin Ya Robbal 'Alamiin.

Wassalamu alaikum wr wb.

Senin, 22 Februari 2016

KITAB AJARAN KAUM SUFI AL-KALABADZI : AJARAN KE 31.MENGENAI ILMU-ILMU SUFI TENTANG KEADAAN-KEADAAN (AHWAL



Kitab Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf

Karya  Ibn Abi Ishaq Muhammad ibn Ibrahim ibn Ya’qub Al-Bukhari AL-KALABADZI

Saya katakan (dan semoga Tuhan menjadi penolong saya) : Ketahuilah, bahwa ilmu-ilmu Sufi adalah ilmu-ilmu mengenai keadaan-keadaan ruhani, dan bahwa keadaan-keadaan ini merupakan warisan dari tindakan-tindakan, dan hanya dialami oleh orang-orang yang tindakan-tindakannya benar. Nah, langkah pertama menuju perbuatan yang bernar adalah mengetahui ilmu-ilmu yang menyangkut masalah itu, yaitu peraturan-peraturan yang sah yang terdiri atas prinsip-prinsip hukum (fiqh) yang mengatur cara-cara salat, berpuasa dan tugas-tugas keagamaan lainnya, juga mengetahui ilmu-ilmu sosial yang mengatur perkawinan, perceraian, transaksi-transaksi dagang, dan masalah-masalah lain yang mempengaruhi kehidupan manusia, yang oleh Tuhan telah ditetapkan dan ditentukan sebagai hal-hal yang diwajibkan. Semua itu merupakan ilmu-ilmu yang bisa didapatkan dengan jalan mempelajarinya; dan sudah menjadi kewajiban manusia untuk berusaha mencari ilmu ini dan aturan-aturannya, sepanja g dia mampu mencari hingga batas kemampuan akalnya sebagai manusia, setelah dia mendapat dasar yang menyeluruh dalam ilmu agama dan cara-cara memahami Al-Qur’an, Sunnah serta konsensus para salaf sampai batas memahami doktrin yang benar dari Muslim Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Jika Tuhann menolongnya memperoleh pencapaian yang lebih tinggi daripada ini, sehingga dia bisa membuang segala keraguan pandangan atau pemikiran yang menimpanya, hal itu bagus sekali; tapi, bahkan jika dia berrpaling dari pemikiran-pemikiran jahat dengan mecari perlindungan dari kesseluruhan pengetahuan yang dimilkinya, dan menghindari pandangan yang melawannya dan yang menjauhkannya dari (Tuhan), maka itu merupakan bagian yang cukup sesuai untuk dirinya, jika memang Tuhan menghendaki; sebab dia disibukkan dengan pelaksanaan pengetahuannya dan dia melaksanakan itu menurut apa yang diketahuinya.

Oleh karena itu, yang paling penting adalah bahwa dia harus tahu mengenai kejahatan-kejahatan jiwa, dan benar-benar mengenal jiwa itu, pendidikannya, dan penempaan akhlaknya; dia juga harus tahu mengenai tipu-tipu muslihat musuh dan godaan-godaan dunia ini serta cara-cara untuk menjauhkan diri darinya. Ilmu ini merupakan ilmu tentang kebijaksanaan (hikmah). Kalau jiwa itu ditegur dengan sepantasnya, dan kebiasaan-kebiasaannya diubah, kalau dia diajari tata cara ketuhanan dengan menguasai anggota-anggotanya dan menjaga jari-jari serta indera-inderanya, maka akan mudah bagi seseorang untuk mengubah akhlaknya dan memurnikan bagian-bagian lahirnya, sehingga dia tidak lagi terkungkung dalam urusan-urusannya sendiri dan menghindar serta mengelakkan diri dari dunia ini. Kalau sudah begitu maka, orang itu akan bisa mengawasi pikiran-pikirannya dan memurnikan bagian-bagian lahirnya; dan inilah ilmu ma’rifat itu. Di balik itu adalah ilmu-ilmu pemikiran, ilmu-ilmu perenungan dan wahyu; semua ilmu ini seluruhnya terdiri atas ilmu isyarat (isyarah), dan inilah yang merupakan ilmu utama yang dimiliki oleh orang-orang sufi, yang mereka dapatkan setelah mereka menguasai semua ilmu yang telah kami sebut sebelum ini. Istilah ‘Isyarat” diberrikan kepada ilmu ini; karena perenungan yang dinikmati oleh hati, dan wahyu yang diberikan kepada kesadaran (sirr) tidak dapat diungkapkan secara harfiah; hal itu harus dipelajari lewat pengalaman nyata akan yang gaib, dan hanya bisa diketahui oleh orang-orang yang telah mengalami keadaan-keadaan gaib ini serta hidup dalam keadaan-keadaan itu. Sa’id ibn al-Musayyib meriwayatkan dari Abu Harairah, bahwa Nabi berkata : “Sesungguhnya, sebagian pengetahuan itu berkenaan dengan sesuatu yang tersembunyi, yang bisa diketahui oleh mereka yang mengenal Tuhan. Kalau mereka membicarakan mengenai ilmu itu, maka hanya orang-orang yang tidak mengindahkan Tuhan saja yang tidak menyetujuinya.” Penuturan berikut adalah dari Abdul Wahid ibn Zaid : “Aku bertanya kepada al-Hasan mengenai ilmu batin, dan dia menyahut, aku bertanya kepada Hudzaifah mengenai ilmu batin, dan dia menyahut, aku bertanya kepada Rasul Allah mengenai ilmu batin, dan dia menyahut,aku bertanya kepada Jibril megenai ilmu batin, dan dia menyahut, dan aku bertanya kepada Tuhanmengenai ilmu batin, dan Dia berfirman : “Itu adalah rahasia dari rahasia Ku; Aku menanamkannya di dalam hati hamba-Ku dan tak satu makhluk-Ku pun yang memahaminya.” Abul Hasan ibn Abi Dzar mengutip puisi berikut dari Al-Syibli dalm bukunya “Minhaj al-Din :
Ilmu orang-orang Sufi itu tak terrbatas;
Ilmu yang tinggi, mulia suci;
Di dalamnya hari para syekh tenggelam dalam-dalam,
Dan manusia yang andai, menghargainya dengan tanda itu.

Nah, setiap tingkatan itu ada awal dan akhirnya; dan di antara yang dua itu ada berbagai keadaan. Setiap tingkatan ada ilmunya sendiri, dan setiap keadaan itu ada isyaratnya sendiri. Dalam setiap tingkatan, ada satu penegasan dan satu sangkalan; tapi tidak semua yang disangkal di dalam satu tingkatan itu disangkal pula di dalam tingkatan yang sebelumnya; begitu pula, tidak semua yang ditegaskan di dalam satu tingkatan akan di tegaskan di dalam tingkatan sesudahnya. Ini sesuai dengan perkataan Nabi : “Jika seseorang tidak memiliki keimanan, maka dia tidak memiliki iman.” Ini menunjuk pada iman dari keimanan itu, bukan iman dari kepercayaan keagamaan. Nah, oarng-orang yang ditegus ini merasakan hal ini, sebab mereka telah berada dalam tingkatan keimanan atau telah melewati tingkatan itu; Nabi memahami keadaan jiwa mereka, maka Beliau menjelaskan diri Beliau kepada mereka. Nah, jika orang yang sedang berbicara itu tidak mengindahkan keadaan kejiwaan para pendengarnya, tapi hanya menguraikan secara terperinci ssuatu tingkatan yang menegaskan dan menyangkal, maka ada kemungkinan bahwa di antara para pendengarnya ada orang yang belum pernah berada dalam tingkatan itu; apa yang disangkalnya bisa jadi telah ditegaaskan di dalam tingkatan pendengar itu, shinga dia akan beranggapan bahwa pembicaran itu telah menyangkal suatu yang oleh pengetahuan ditegaskan; dan bahwa dia kalau tidak berbuat suatu kesalahan, telah jatuh ke dalam bid’ah, atau bahkan telah terelempar ke dalam kekafiran. Karena adanya peristiwa seperti itu, maka tokoh-tokoh Sufi mencari ungkapan-ungkapan teknis untuk ilmu-ilmu mereka, yang mereka pahami dalam lingkungan mereka sendiri; ungkapan-ungkapan itu mereka gunakan sebagai kode, yang akan bisa dimengerti oleh sesama Sufi, tapi tidak bisa dimengerti oleh pendengar mana pun yang belum pernah berada dalam tingkatan yang sama. Karenanya, pendengar itu akan melakukan salah satu dari kedua hal berikut : Dia menganggap baik pembicara itu dan menerimanya serta menyalahkan dirinya sendiri karena kekurang-mengertiannya sehingga dia tidak sanggup menangkap maksud pembicara itu; atau dia menganggap buruk pembicara itu, menganggapnya gila dan menganggap apa yang dikatakannya merupakan ocehan sinting, dan bahkan jika pembicara itu memang hanya mengoceh saja, hal itu masih lebih baik daripada kalau dia menolak dan menyangkal kebenaran.   

Seorang ahli ilmu kalam berkata kepada Abul Abbas ibn Atha : “Ada apa dengan kamu semua,orang-oran Sufi? Kamu semua telah membuat ungkapan-ungkapan yang kamu gunakan untuk memohon kepada para pendengarmu dengan cara berbicara yang begitu aneh, dan kamu meninggalkan caa berbicara yang biasa. Bukankah ini tidak lain ditujukan untuk mendatangkan kekacauan, atau menyembunyikan sebuah doktrin yang keji? Abul-Abbas menyahut : “Kami melakukan ini hanya karena kami waspada terhadap Dia, dan kaerna kekuasaan-Nya atas kami, sehingga yang lain-lain tidak akan dapat mencicipi (kegembiraan yang dingkapkan dengan) (istilah-istilah) ini.” 

Lalu dia mulai menyitir puisi sebagai berikut :
Inilah hal kterrbaik yang pernah diwahyukan oleh Allah;
Dan kami ungkapkan, tapi pada kami sendiri tetap tersembunyi;
Satu kebenaran yang menyingsing yang, bagai si pecinta, diuacpkan dari bibir ke bibir.
Dalam cahanya sendiri, ku bungkus dia rapat;
Dan ku sembunyikan, kalau-kalau ada orang yang tak mengenal kedalamannya.
Membukanya, dan dengan ungkapan-ungkapan kasa membuang;
Keindahan kejiwaannya; atau, orang yang tak pandai
Memahaminya, tidak, tan sampai sepenuhnya,
Akan dibawanya itu dengan tangannya, dan diumumkannya;
Dan kebodohan akan menyebar karena tipuannya;
Dan pengetahuan akan hilang selamanya, dan keindahannya;
Akan lenyap; jejaknya terkubur dalam pasir yang mengalir.

Puisi yang berikut ditukan untuk orang yang sama :

Kala orang awam menanyai kai;
Kami menjawab mereka dengan tanda-tanda rahasia;
Serta teka-teki gelap, sebab lidah manusia itu..
Tidak mampu mengungkapkan kebenaran yang begitu tinggi,
yang jangkauannya..
Melewati ukuran manusia ; tapi hatiku..
Telah mengenalnya, dan mengenal kegairahannya..
Yang menggetarkan dan mengisi tubuhku,
Setiap bagian..
Tanpa melihat engkau, perasaan gaib ini menangkap
Seni berbicara yang asasi, sebagai orang yang tahu..
Menaklukan dan membungkam musuh yang ummi.