Tampilkan postingan dengan label Kitab Ajaran Kaum Sufi Al Kalabadzi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kitab Ajaran Kaum Sufi Al Kalabadzi. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 11 Juni 2016

KITAB AJARAN KAUM SUFI AL-KALABADZI : AJARAN 44. MENGENAI TAWAKAL



Kitab Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf

Karya  Ibn Abi Ishaq Muhammad ibn Ibrahim ibn Ya’qub Al-Bukhari AL-KALABADZI
                                 
Sirri al-Saqati, berkata : “Tawakal adalah pelepasan dari kekuasaan dan kekuatan.”

Ibn Masruq berkata : “Tawakal adalah kepasrahan kepda ketetapan takdir.”

Sahl berkata : “Kepercayaan berarti merasa tenang di hadapan Tuhan.”

Abu Abdillah al-Qyrasyi berkata : “Kepercayaan berarti meninggalkan setiap tempat  berlindung kecuali Tuhan.”

Abu Sa’id al-Kharaz berkata : “Tuhan memberikan kecukupan bagi orang-orang di kerajaan-Nya, dan mereka dibebaskan dari keadaan-keadaan dalam mempercayai-Nya agar Tuhan mencukupi mereka, sebab, betapa tak layaknya jika kaum yang suci menetapkan persyaratan.”

Dia menganggap bahwa jika seseorang bertawakal kepada Tuhan hanya demi mendapatkan kecukupan, berarti dia menyaratkan agar Tuhan membuatnya berkecukupan.

Abu Syibli berkata : “Tawakkal adalah dusta yang pantas.”

Sahl berkata : “Semua keadaan punya muka dan punggung, kecuali tawakal’ tawakal adalah muka tanpa punggung.”

Dia menunjuk kepada tawakal akan perhatian (kepada Tuhan), bukan tawakal demi mendapat kecukupan dari Tuhan; yaitu tawakal yang tidak mencari balas jasa dari Tuhan.

Seorang tokoh Sufi berkata : “Tawakal adalah rahasia yang hanya diketahui oleh hamba Tuhan.”

Perkataan ini memliki arti yang sama dengan perkataan lain yang dianggap berasal dari salah seorang tokoh Sufi : “Tawakal yang sesungguhnya adalah meninggalkan tawakal itu, dan itu berarti bahwa Tuhan harus sampai kepada mereka sebagai mana Dia sampai kepada mereka sebelum mereka diwujudkan.”

Seorang tokoh Sufi berkata kepada Ibrahim al-Khawwas : “Ke mana Tasawuf membawamu?” Dia amenjawab : “Kepada tawakal.” Yang lain berkata : “Mestinya engkau malu! Yang dimaksudkannya adalah bahwa meletakkan tawakal pada Tuhan hanya demi dirinya sendiri adalah semata-mata merupakan suatu jalan melindungi diri dari beberapa ketidak-enakan yang mungkin menimpa.

KITAB AJARAN KAUM SUFI AL-KALABADZI : AJARAN 43. MENGENAI SYUKUR



Kitab Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf

Karya  Ibn Abi Ishaq Muhammad ibn Ibrahim ibn Ya’qub Al-Bukhari AL-KALABADZI


Al-Harits al-Muhasibi berkata : “Syukur adalah tambahan yang diberikan oleh Tuhan kepada orang yang bersyukur.” Yang dimaksudkannya adalah bahwa kelau seseorang itu bersyukur, maka Tuhan akan menambahkan rakhmat-Nya, dan dengan demikian ddia terlimpahi rahmat.

Abu Sa-id ak-Kharraz berkata : “Syukur itu artinya mengenal Yang memberim dan mengakui sifat ketuhanan-Nya.”

Abu Ali al-Rudzabari berkata :Andai seluruh anggota tubuhku berlidah..“Tuk memuja Engkau yang begitu pemurah..Segenap karunia baru akan menyimpan lagu pujaan...Dan seluruh puji bagi-Mu tak ‘kan ternyaynyikan.


Seorang tokoh Sufi berkata : “Syukur berarti tidak menyadari rasa syukur akibat kesadaran akan hadirnya Yang Memberi.”

Yahya ibn Mu’adz berkata : “Setiap pemberian Tuhan harus disyukuri, dan harus begitu selamanya.”

Puisi yang berikut ini dianggap berasal dari Abdul-Husain al-Nuri :
Tuhan, aku berterima kasih pada-Mu, bukan karena aku..
Dapat membayar kembali kasih-Mu dengan cara begitu,
Tapi agar aku dikatakan,
“Dia menerima pemberian Tuhan dengan penuh syukur.
Setiap saat indah yang kulewatkan bersama-Mu..
Kini telah menjadi kenangan bagiku..
Karena inilah harta terakhir dari syukur...
Kegembiraan yang dikenang...

Salah seorang tokoh besar Sufi selalu mengatakan dalam doa-doanya : “Wahai Tuhan, Engkau tahu, aku tiada mampu berterimakasih kepada-Mu, berterimaksihlah pada Diri Mu Sendiri untukku.”

KITAB AJARAN KAUM SUFI AL-KALABADZI : AJARAN 42. MENGENAI KEIKHLASAN



Kitab Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf

Karya  Ibn Abi Ishaq Muhammad ibn Ibrahim ibn Ya’qub Al-Bukhari AL-KALABADZI

Al-Junaid berkata : “Keikhlasan adalah sesuatu yang dengan jalan itu Tuhan didambakan, apa pun tidankannya.”

Ruwaim berkata : “Keikhlasan adalah mengangkat rasa hormat seseorang dari perbuatannya.” Saya mendengar Faris menuturkan, bahwa sejumlah orang melarat datang dari Khurasan menemui Abu Bakr al-Qahtabi, yang mengatakan kepada mereka : “Apa yang diperintahkan oleh Syekh Kalian? ---iaitu Abu Usman. Mereka menjawab : “Dia memerintah kami agar selalu patuh, tapi selalu melihat kesalahan-kesalahan kami yang ada di situ.”

Abu Bakr menyahut : “Mestinya dia malu! Tidakkah dia memerintahkan kamu semua gar tidak menyadari akan kepatuhanmu, di dalam pandangan Dia yang merupakan Pencipta kepatuhanmu?”

Seseorang berkata kepada Abul-Abbas ibn Atha : “Apakah Keikhlasan itu?” Dia menjawab : “Sesuatu yang bebas dari kesalahan.”

Abu Ya’qub al-Shufi berkata : “Tindakan yang benar-benar ikhlas adalah yang tidak diketahui oleh malaikat yang akan mencatatnya, maupun oleh setan yang akan merusaknya, atau oleh jiwa yang akan membanggakannya.” Yang dimaksudkannya adalah bahwa seseorng itu harus memisahkan dirinya sendiri sepenuhnya demi Tuhannya, dan berpaling dari tindakan itu kepada-Nya.

KITAB AJARAN KAUM SUFI AL-KALABADZI : AJARAN 41 MENGENAI KETAKWAAN



Kitab Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf

Karya  Ibn Abi Ishaq Muhammad ibn Ibrahim ibn Ya’qub Al-Bukhari AL-KALABADZI

Sahl berkata : “Ketakwaan itu berarti merenungkan keadaan-keadaan dalam keadaan uzlah.” Yang dimaksudkannya adalah bahwa orang tidak boleh takut kepada sesuatu selain Tuhan, berlindung kepada Tuhan dan mendapatkan kesenangan dalam diri-Nya. Firman Tuhan : “Dan bertakwalah kamu kepada Allah sepenuh kemampuanmu, mengandung arti, takutlah kepda Tuhan dengan segenap kekatanmu. Sahl berkata : “Sepenuh kemampuanmu memperlihatkan kebutuhan dan keinginan akan Dia.” Muhammad ibn Sinjan berkata : “Ketakwaan berarti meninggalkan segala seuatu kecuali Tuhan.” Sahl, memberi penjelasan tentang firman Tuhan, “Namun yang akan sampai kepada-Nya hanyalah ketakutan hatimu jua.” Sebagai berikut : Dasar ketakwaan adalah menghindar dari yang dilarang dan menjauh dari jiwa (Nafsu) semakin banyak mereka melakukan tanpa merasakan kesenangan dalam jiwa mereka semakin banyak kemantapan yang mereka capai.” Puisi berikut disebut-sebut sebagai gubahan oleh Al-Nuri :
Wahai Tuhan, aku takut kepada-Mu; bukan karena
Aku takut kepada kemurkaan yang akan tiba;
Karena betapa
Hal itu bisa menakutkan, sedangkan tiada pernah ada karib...
Yang lebih baik daripada Engkau?
Engkau tahu benar rencana hati,
Tujuan rahasia pikiran:
Dan aku memuja Engkau, Cahay Ilahi,
Agar tak ada cahaya lain membutakanku.

Sabtu, 19 Maret 2016

KITAB AJARAN KAUM SUFI AL-KALABADZI : AJARAN 40.AJARAN KAUM SUFI MENGENAI KETAKUTAN (KHAUF)



Kitab Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf

Karya  Ibn Abi Ishaq Muhammad ibn Ibrahim ibn Ya’qub Al-Bukhari AL-KALABADZI

Abu Amr al-Damisyqi berkata : “Orang yang takut itu adalah yang meresa lebih takut kepada dirinya sendiri daripada kepada musuh.”

Ahmad ibn al-Sayyid Hamdawaih berkata: “Orang yang takut itu dibuat takut oleh hal-hal yang menyebabkan (yang lain) merasa takut.”

Abu Abdillah ibn al-Jalla berkata : “Orang yang takut adalah yang ditetntramkan dari hal-hal yang menyebabkan rasa takut.”

Ibn Khubaiq berkata : “Orang yang takut itu diliputi keadaan-keadaan tiap-tiap sat mistis. Pada suatu waktu dia dibaut takut oelh hal-hal yang menyebabkan  rasa takut, dan pada waktu yang lain hatinya ditenteramkan.” Orang yang takut akan hal-hal yang menyebabkan rasa takut adalah orang yang dikuasai oleh rasa takut sampai sedemikian rupa, sehingga dia sepenuhnya menjadi rasa takut, dan segala sesuatu menjadi takut kepadanya. Maka dikatakan bahwa, “Siapa pun yang merasa takut kepda Tuhan, akan ditakuti oleh segala sesuatu.” Orang yang ditenteramkan hatinya dari hal-hal yang membuat rasa takut itu sifatnya adalah sedemikian rupa, sehingga ketika hal-hal itu berupaya mengganggu zikirnya, maka mereka tidak bisa mempengaruhinya, sebab rasa takutnya kepada Tuhan membuatnya tidak menyadari adanya segala sesuatu, maka segala sesuatu itu pun tidak akan menyadari adanya dia.

Puisi berikut akan memberi penjelasan akan hal ini :
Dia yang dibakar api, adalha dia yang melihat api;
Tapi dia yang menjadi api --- bagaimana bisa terbakar..?

Ruwain berkata : “Orang yang takut adalah dia yang tidak merasa takut kepada apa pun selain Tuhan.” Yang dimaksudkannya adalah bahwa dia takut kepada Tuhan, bukan demi dirinya sendiri, melainkan akrena rasa takzimnya kepada Tuhan. Rasa takut hanya demi dirinya sendiri adalah rasa takut kepada rasa itu sendiri.

Sahl berkata : “Rasa takut (Khauf) itu laki-laki, pengharapan (raja’) itu perempuan.” Yang dimaksudkannya adalah, bahwa dari yang dua itu lahirlah hakikat iman.

Dia juga berkata : “Jika seseorang merasa takut kepada yang selain Tuhan, sedang dia meletakkan harapannya kepada Tuhan, maka Tuhan memberinya rasa aman dari ketakutan itu dan dia pun diselubungi.”