Senin, 07 Januari 2013

RISALAH SOAL JAWAB HAKIKAT TASAWWUF (4)


SOALAN

Apakah hukum mempelajari tasawwuf? 

JAWAPAN 

Imam al-Ghazali berkata: Hukumnya fardu ain kerana manusia tidak sunyi daripada aib atau sakit kecuali para anbia. 
Syeikh al-Syazili berkata: Siapa yang tidak menceburi ilmu kita ini, nescaya dia mati dalam dosa besar yang tidak disedarinya. 

Syeikh Dahlan al-Kadiri di dalam kitabnya Siraj al-Talibin menyatakan bahawa hukum belajar tasawwuf ialah wajib `aini pada setiap orang mukallaf. Hal ini adalah kerana sebagaimana wajib islah yang zahir, begitu juga islah yang batin. Imam Malik mengungkap: 

Maksudnya:
Siapa bertasawwuf tanpa feqah, sesungguhnya dia kafir Zindiq,

Siapa mempunyai feqah tanpa bertasawwuf sesungguhnya dia fasiq,
Siapa menghimpunkan kedua-duanya nescaya dia tahqiq.

Ibn `Ajibah berkata: Jadi Zindiq pada ayat yang pertama kerana pengucap dengan cara terpaksa yang menyebabkan nafi hikmah dan segala hukum manakala fasiq pada ayat kedua disebabkan tanpa ilmu daripada tawajjuh yang benar yang menghalang daripada maksiat Allah dan daripada ikhlas yang disyaratkan pada amalan. Sementara tahqiq pada ayat ketiga pula adalah kerana dapat melaksanakan hakikat pada zatnya yang berpegang dengan haq. Justeru ketahuilah yang demikian itu kerana tiada wujud baginya kecuali padanya seperti tiada sempurna baginya kecuali dengan-Nya. Maka fahamlah. 

RISALAH SOAL JAWAB HAKIKAT TASAWWUF (5)

SOALAN

Apakah faedah mempelajari ilmu tasawwuf? 

JAWAPAN 

Bagi mendidik hati dan ma’rifah Allah Yang Maha Mengetahui, sepertimana kata Ibn `Ajibah: Buah hasilnya ialah kelapangan (mulia) nafsu, selamat dada dan akhlak yang mulia bersama setiap makhluk. 

Sabtu, 08 September 2012

RAHSIA HATI KITA : KEDUDUKAN HATI DALAM JASAD

Hati bagaikan raja dalam jasad manusia, dan anggota badan yang lainnya adalah bagaikan tentara-tentara hati, yang selalu patuh dan taat pada perintah hati. Apapun yang diperintahkan oleh sang raja, senantiasa akan ditaati oleh para tentaranya. Hati-lah yang mengatur seluruh gerak anggota badan. (Lihat Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab Al Hanbali ).
Amalan yang muncul dari diri seseorang merupakan pencerminan dari apa yang terpatri di dalam hatinya. Baik dan buruknya jasad dan amalan dhohir manusia bergantung dengan keadaan hatinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Ketahuilah sesungguhnya dalam jasad manusia terdapat segumpal daging, jika baik segumpal daging tersebut, maka akan baik pula seluruh jasadnya, dan jika rusak segumpal daging tersebut, maka akan rusak pula seluruh jasad tersebut. Ketahuilah segumpal daging tersebut adalah Al Qalbu (jantung)”(Muttafaqun’alahi)
Hati memiliki peranan yang sangat utama dalam hidup dan kehidupan manusia. Bahkan hati merupakan salah satu unsur dari tiga unsur syarat sah keimanan. Keyakinan ahlus sunnah wal jama’ah meyakini bahwa iman adalah keyakinan dan pembenaran di dalam hati, ucapan dengan lisan dan amalan dengan anggota badan. Ini merupakan kesepakatan ahli ilmu sejak zaman dahulu, dan tidaklah menyelisihi ijma’ (kesepakatan) ini melainkan orang yang menyimpang dan orang yang sesat.
Sebagaimana dikatakan oleh Imam Syafi’i rahimahullahu :
“…dan telah menjadi kesepakatan di kalangan para shahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka, bahwa yang dimaksud dengan iman adalah perkataan, amal perbuatan, dan niat (keyakinan di dalam hati), dan tidaklah seseorang diberi balasan pahala melainkan dengan berkumpulnya ketiga hal tersebut
Maka orang yang meniadakan peranan hati dari definisi iman, sungguh dia adalah orang yang tersesat dengan kesesatan yang nyata. Sebagaimana yang terjadi pada orang-orang munafik. Orang munafik, secara dhohir menampakkan bahwa dirinya adalah bagian dari kaum muslimin. Amalan badannya sama dengan apa yang dilakukan Abu Bakar As Shidq, Umar bin Khattab, Utsman bin ‘Affan, ‘Ali bin Abi Thalib dan para shahabat lainnya radhiyallahu ‘anhum. Orang-orang munafik pun juga melakukan sholat berdzikir kepada Allah dan amalan-amalan ibadah lainnya.
Namun apabila kita menilik lebih dalam kepada hatinya, hakikatnya mereka adalah orang yang menyembunyikan permusuhan kepada Islam dan kaum muslimin. Sehingga Allah ta’ala mengancam mereka dengan ancaman yang sangat keras, Allah ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya orang-orang munafik berada di kerak neraka yang paling dalam, dan tidak akan pernah engkau jumpai penolong bagi mereka” (An Nisa : 142)
Hal ini disebabkan mereka tidak memiliki satu unsur yang sangat asasi dalam pengakuan iman mereka, yaitu keyakinan di dalam hati.
Seorang mukmin tentu akan berusaha memperbaiki amalan-amalannya. Dimulai dari yang paling asasi, yaitu pembenaran hati dan diikuti dengan pelurusan amalan-amalan badan dan lisan. Inilah keimanan yang hakiki, terpatri kokoh di dalam hati seorang mukmin, terpancar dari lisannya dan tercermin dari tingkah laku dan perbuatannya. Terkumpul pada dirinya tiga hal, keyakinan, pengakuan dan pengamalan, satu dengan lainnya tidak terpisahkan.

Bersihkan Hati Secara Islami, Jangan Terlena Ketenangan Hati Yang Semu
 
Di tengah karut-marut kehidupan dunia, ketenangan jiwa menjadi oase yang didamba banyak orang. Pelbagai macam metode “pencerahan” jiwa yang tersuguh di hadapan masyarakat kita, tak pelak menjadi sesuatu yang ditunggu, laris manis. Bujet besar yang dikeluarkan bukan halangan, asal bisa ikut pelatihan ini atau training itu, yang penting “ketenangan” jiwa bisa diraih dalam sekejap.
ESQ, pelatihan motivasi, dan aktivasi otak kanan adalah contohnya. Walaupun seringnya diakui sebagai training manajemen bukan training agama, namun praktiknya sering menggunakan istilah agama, mengutip ayat atau hadits. Parahnya, selain tidak mendudukkan pada tempatnya, para trainer atau motivator ada yang mengutip hadits palsu. Alhasil, agama dijadikan kedok untuk membenarkan metode mereka yang konon katanya dikembangkan untuk mendukung penggalian potensi diri manusia itu.
Pada akhirnya, para peserta baru sampai pada tahap “merasa” sudah berubah, mendapat “pencerahan”, atau “disuntiki” energi positif. Tentu sebuah kemustahilan “perubahan” hanya bisa dicapai dalam beberapa jam pelatihan. Para peserta sejatinya tengah ditipu, di dalam pelatihan yang selalu menguras duit yang cukup besar ini, mereka diindoktrinasi bahwa mereka hebat dan punya kekuatan besar di dalam diri mereka yang tengah tidur, yang harus dibangunkan untuk meraih apa yang dinamakan “sukses dan kaya”.
Selain soal doktrin yang salah kaprah, beberapa metode “pencerahan” jiwa seperti model mujahadah, zikir berjamaah, perenungan (kontemplasi), riyadhah, atau meditasi, banyak dipengaruhi tasawuf (ajaran sufi). Selain itu, ESQ dan sebangsanya disusupi liberalisme yang menafsirkan al-Qur’an dan as-Sunnah secara bebas, mengajarkan bahwa pada dasarnya ajaran seluruh agama adalah benar dan sama, semua pemeluk agama punya kesamaan, yakni sama-sama punya hati, mempergunakan suara hati yang terdalam sebagai sumber kebenaran, serta menganggap para nabi mencapai kebenaran melalui pengalaman dan pencarian. Melalui buku-buku “tazkiyatun nufus (penyucian jiwa)” yang beredar, masyarakat juga dicekoki beragam cerita takhayul dan khurafat tasawuf yang menyesatkan, hanya berlandaskan pada pengalaman/kontemplasi tokoh-tokoh sufi.
Pertanyaannya, tak cukupkah al-Qur’an dan as-Sunnah kita jadikan rujukan? Mana yang lebih bisa dipegangi dan selamat untuk diikuti, al-Qur’an dan as-Sunnah ataukah cerita picisan model sufi?
Secara kemasan, training atau pelatihan semacam ESQ kadang menarik, lebih-lebih didukung penggunaan multimedia. Namun, orang yang cerdas tentu tidak menilai sesuatu berdasarkan kemasan semata, tetapi juga melihat isi dan substansi yang diajarkannya.
Inilah problem “dakwahtainment” dewasa ini. Cara-cara dan subtansi dakwah yang diajarkan Rasulullah Shallahu ‘alaihi wassalam justru ditinggalkan. Alih-alih memprioritaskan tauhid dan ajaran yang benar, aksi panggung artis “dakwahtainment” juga kering dari dalil-dalil al-Qur’an dan as-Sunnah yang sahih. Asal bikin orang memerhatikan isi ceramahnya, asal bisa diterima, bahkan asal bikin audien terpingkal-terpingkal, substansi menjadi nomer dua. Di kampung-kampung, malah muncul dai yang isinya hanya menyanyi qasidah/lagu-lagu gubahan, dari awal hingga akhir. Kalau sudah begini, bagaimana masyarakat awam “melek” agama?
Tentu ironis jika jalan tazkiyatun nufus yang bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah dianggap kurang bisa memikat masyarakat yang didakwahi, dianggap cara-cara klasik, tidak keren, dsb. Tugas dai adalah menyampaikan, perkara hidayah adalah urusan Allah Subhanahu wa ta’ala. Selama kita mendakwahkan substansi yang benar sekaligus menggunakan cara-cara yang benar, insya Allah dakwah itu akan beberkah. Oleh karena itu, mari bersihkan hati dengan cara Islami, raih ketakwaan, amalkan Islam secara ikhlas dan sesuai as-Sunnah, insya Allah kebersihan hati akan kita raih.

NASIHAT 14 : AMANAT IMAM AL SYIBLI RH (IMAM AL GHAZALI AYYUH AL-WALAD)


PETIKAN KITAB AYYUH AL WALAD (WAHAI ANAKKU)

Karya Imam Abu Hamid al-Ghazzali rh

Imam asy-Syibli telah berkhidmat dengan 400 orang guru.Beliau pernah berkata aku telah menela’ah 4000 hadith Rasulullah SAW,tetapi aku benar2 mengingati dan mengamalkan satu hadith ini.Aku dapati hadith ini boleh menjamin dengan izin Allah keselamatanku dan kesejahteraanku.Didalam hadith ini terkandung ilmu golongan terawal dan ilmu pengetahuan golongan terkemudian.

Hadith tersebut ialah;
اعمل لدنياك بقدر مقامك فيها واعمل لاخرتك بقدر بقاءك فيها واعمل لله بقدر حاجتك اليه واعمل للنار بقدر صبرك عليها
Mafhumnya:Beramallah untuk duniamu sekadar mana engkau akan tinggal didalamnya.Dan beramallah untuk akhiratmu sekadar mana engkau akan berada disana.Dan beramallah kerana Allah SWT sejauhmana engkau berhajat kepadaNya.Dan bertindaklah dengan sebarang amalan yang akan menghumbankan engkau kedalam api neraka sekadar mana engkau sabar menahan seksaannya.

Wahai anakku! Apabila anda mengetahui hadith ini,maka sebenarnya tidak perlu lagi engkau berbangga dengan ilmu yang banyak.

NASIHAT 13 : *4 KRITERIA SEMPURNA BAGI ORANG YANG MENJALANI JALAN ALLAH SWT (IMAM AL GHAZALI AYYUH AL-WALAD)


PETIKAN KITAB AYYUH AL WALAD (WAHAI ANAKKU)

Karya Imam Abu Hamid al-Ghazzali rh

Empat kreiteria yang perlu ada bagi orang2 salik;
  1. I’tiqad yang benar yang tidak ada bid’ah didalamnya iaitu i’tiqad ahlussunnah wal jama’ah
  2. Bertaubat dengan taubat nasuha sehingga seseorang itu tidak akan kembali mengerjakan dosa yang pernah dilakukannya
  3. Minta atau mohon halal daripada semua makhluk ini sehingga anda tidak akan dituntut lagi pada hari qiamat kelak.
  4. Mendalami ilmu2 syari’ah demi melaksanakan segala perintah Allah dan mendalami serta menghayati ilmu akhiratyang menjamin keselamatanmu dengan izin Allah di akhirat nanti.

NASIHAT 12 : HAKIKAT ILMU HANYA TERCAPAI DENGAN MENGAMALKANNYA (IMAM AL GHAZALI - AYYUH AL-WALAD)


PETIKAN KITAB AYYUH AL WALAD (WAHAI ANAKKU)

Karya Imam Abu Hamid al-Ghazzali rh

Sebahagian daripada persoalan mu kepada ku memerlukan penghayatan kerana ia adalah masalah zauqiyyah.Tetapi bila engkau telah sampai kepada hakikat halnya maka barulah engkau faham.Masalah ini tidak boleh dikupas dengan perkataan tetapi ia perlu dirasai dan diamalkan seperti manisnya sesuatu yang manis atau pahitnya sesuatu.Ia memerlukan  penghayatan bukan sekadar perkataan dan tulisan.

Jumat, 07 September 2012

....... MENCEMARKAN TAUHID KITA (2) : MENGAGGAP MAKHLUK WUJUD MELALUI PROSES EVOLUSI

Para pengkaji bukan Islam menganggap makhluk yang wujud masa kini, termasuklah manusia, semuanya terhasil melalui proses evolusi. Semua makhluk asalnya wujud dalam bentuk satu sel, kemudian dalam masa ratusan tahun, ia berevolusi menjadi makhluk-makhluk yang lain sehinggalah kepada apa yang wujud masa kini. Sayang sekali teori ini juga telah menyelinap masuk dalam pemikiran orang Islam. Banyak sumber yang menerang dan membenarkan teori evolusi sehingga sebahagian umat Islam menganggap ia sebagai penemuan yang muktamad.

Sebenarnya teori evolusi tidak lain adalah teori semata-mata bagi menjustifikasi kebingungan kaum Athies yang tidak mempercayai wujudnya Tuhan yang Maha
Pencipta.3 Mereka mencari-cari asal usul kewujudan makhluk melalui pemikiran dan fakta sains. Apabila tidak ditemui jawapan yang muktamad, mereka mencipta teori
evolusi bagi menyatakan asal usul kewujudan makhluk. Tanpa disedari, teori evolusi juga tidak memberikan jawapan yang muktamad kepada mereka. Paling kurang
terdapat tiga persoalan yang masih membingungkan mereka:

 Ini tidaklah bermaksud kita menolak sumber-sumber tersebut.
Akan tetapi hendaklah kita mengkaji dan menganalisanya. Sebagai contoh
siri dokumentari saluran satelit National Geographic dan Discovery
Channel memiliki manfaat yang banyak di dalamnya. Akan tetapi keduadua
saluran ini adalah di antara yang mempercayai teori evolusi dan
banyak mewar-warkannya dalam dokumentari mereka. Oleh itu hendaklah
kita menonton dengan sikap menganalisa antara yang baik dan buruk,
benar dan salah.
3 Teori evolusi yang dipersoalkan di sini ialah sel satu makhluk
berevolusi menjadi sel makhluk yang berbeza, seperti sel kera yang
berevolusi menjadi sel manusia dan sel dinosor yang berevolusi menjadi
sel badak, buaya, gajah dan sebagainya. Adapun evolusi dalam bentuk
pembiakan sel, maka memang ia diakui. Seperti satu sel manusia yang
berkembang biak menjadi beberapa sel atau satu sperma yang berkembang
biak menjadi janin, kemudian bayi, kemudian manusia yang bertahaptahap
umurnya dari kanak-kanak sehingga ke tua.

1. Jika benar semua makhluk asalnya berevolusi daripada satu sel, bagaimana pula sel yang pertama tersebut boleh wujud pada asalnya?

2. Jika benar sel tersebut berevolusi menjadi makhluk-makhluk tertentu, apakah yang menyebabkan sel tersebut mampu berevolusi?

3. Jika benar sel tersebut berevolusi, apakah kuasa yang mengatur proses tersebut sebegitu lancar sehingga mampu membentuk makhluk yang sempurna? Seandainya proses evolusi berlaku dengan sendirinya, sudah tentu hasil evolusi adalah tidak teratur, menjauhi sifat kesempurnaan. Bagi kita orang Islam, semua makhluk termasuk manusia tidak terhasil melalui proses evolusi. Akan tetapi ia adalah ciptaan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Allah menerangkan tentang awal penciptaan manusia:

Dan (ingatkanlah peristiwa) ketika Tuhanmu
berfirman kepada malaikat: “Sesungguhnya Aku
hendak menciptakan manusia dari tanah liat yang
kering, yang berasal dari tanah kental yang berubah
warna dan baunya. Kemudian apabila Aku
sempurnakan kejadiannya, serta Aku tiupkan
padanya roh-Ku, maka hendaklah kamu sujud
kepadanya.” [al-Hijr 15:28-29]

Demikian juga dengan penciptaan makhluk yang lain seperti binatang, Allah berfirman:

Dia (Allah) menciptakan langit dengan tidak
bertiang sebagaimana yang kamu melihatnya; dan
Dia mengadakan di bumi gunung-ganang yang
menetapnya supaya bumi itu tidak menghayunhayunkan
kamu; dan Dia biakkan padanya pelbagai
jenis binatang. Dan Kami menurunkan hujan dari
langit, lalu Kami tumbuhkan di bumi berbagai jenis
tanaman yang memberi banyak manfaat. [Luqman
31:10]

Jika golongan athies bertanya, siapa atau apa yang mencipta Allah? Kami menjawab, “mencipta” adalah sifat Allah manakala “dicipta” bukan sifat Allah. Memang setiap
sesuatu makhluk memiliki asal usulnya, akan tetapi Allah bukanlah seumpama makhluk sehingga dengan itu dapat dibicarakan asal usulnya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

Katakanlah (wahai Muhammad): “(Tuhanku)
ialah Allah Yang Maha Esa; Allah Yang menjadi
tumpuan sekalian makhluk untuk memohon
sebarang hajat; Dia tiada beranak dan Dia pula tidak
diperanakkan; Dan tidak ada apa jua yang serupa
dengan-Nya.” [al-Ikhlas 112:1-4]

Jika golongan yang percaya dengan teori evolusi bertanya, bagaimana dengan penemuan-penemuan fosil yang menunjukkan kesamaan yang amat hampir antara
sebahagian spesis kera tertentu dan manusia zaman terdahulu? Kami menjawab, bahawa ia terdiri daripada dua kemungkinan:

1. Kesamaan yang amat hampir itu hanyalah satu
kebetulan. Namun kesamaan fosil tidaklah bererti
kesamaan jenis makhluk. Ini kerana penemuan fosil
tidak dapat menentukan samada “pemilik” fosil
tersebut adalah makhluk berakal atau tidak.
Digariskan bahawa perbezaan antara manusia dan
haiwan ialah manusia dianugerahkan Allah dengan
akal yang dengan itu dia dapat memilih pelbagai
tindak-tanduk. Manakala haiwan tidak diberi akal,
mereka hanya bertindak berdasarkan kebiasaan
tabiat dan fitrah yang dianugerahkan oleh Allah.

2. Kesamaan yang amat hampir itu mungkin benar,
akan tetapi ia tidak membuktikan bahawa spesis
kera tersebut telah berevolusi menjadi manusia.
Akan tetapi manusialah yang berevolusi menjadi
spesis kera tersebut. Ini kerana al-Qur’an telah
sedia mencatit sebahagian manusia yang oleh
kerana tindakan mereka melanggar hukum Allah,
mereka dihukum dengan perubahan menjadi kera.
Ayat berikut menjadi rujukan:

Dan sesungguhnya kamu telah mengetahui
(bagaimana buruknya akibat) orang-orang di
antara kamu yang melanggar (larangan) pada
hari Sabtu, lalu Kami berfirman kepada
mereka: “Jadilah kamu kera yang hina”.
Maka Kami jadikan apa yang berlaku itu
sebagai suatu hukuman pencegah bagi orangorang
yang ada pada masa itu dan orangorang
yang datang kemudian, dan suatu
pengajaran bagi orang-orang yang (hendak)
bertaqwa. [al-Baqarah 2:65-66]

Perhatikan juga bahawa tujuan Allah menghukum mereka menjadi kera tidak sekadar sebagai peringatan kepada orang-orang yang hidup pada saat itu, tetapi juga kepada orang-orang yang hidup selepas itu. Maka penemuan fosil masa kini
yang menunjukkan kesamaan antara sebahagian spesis kera dengan manusia menjadi bukti akan kebenaran ayat-ayat al-Qur’an di atas. Lebih penting, ia menjadi peringatan kepada manusia secara umum dan orang bertaqwa secara khusus
bahawa akibat daripada melanggar perintah larangan Allah adalah amat berat.4
Kembali kepada perbincangan asal, kewujudan makhluk-makhluk adalah hasil daripada ciptaan Allah dan bukannya daripada proses evolusi. Lebih dari itu,
kehadiran makhluk-makhluk ini sepatutnya menjadi isyarat kepada manusia akan kekuasaan Allah yang mencipta semuanya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

Sesungguhnya pada langit dan bumi terdapat
tanda-tanda (yang membuktikan kekuasaan Allah)
bagi orang-orang yang beriman. Dan pada kejadian
diri kamu sendiri, serta (pada kejadian) segala
binatang yang dibiakkan-Nya, terdapat juga tandatanda
(yang membuktikan kekuasaan Allah) bagi
orang-orang yang meyakininya. Dan (pada)
pertukaran malam dan siang silih berganti, dan juga
(pada) rezeki yang diturunkan oleh Allah dari langit,
lalu Dia hidupkan dengannya tumbuh-tumbuhan di
bumi sesudah matinya, serta (pada) peredaran
angin, (semuanya itu mengandungi) tanda-tanda
(yang membuktikan keesaan Allah) bagi kaum yang
mahu menggunakan akal fikiran. [al-Jathiyah 45:3-5]


Sebahagian ahli tafsir berpendapat, manusia tidak ditukar
menjadi kera akan tetapi tingkah-laku mereka yang ditukar menjadi seperti
kera. Saya berkata, jika demikian maka hal itu hanya akan menjadi
peringatan kepada orang pada zaman tersebut dan tidak kepada orang
zaman terkemudian. Memandangkan ayat 66 menerangkan bahawa hukum
pertukaran manusia menjadi kera adalah peringatan kepada orang zaman
itu dan terkemudian, maka yang ditukar adalah jasad dan tingkah-laku
supaya orang terkemudian dapat mengambil peringatan daripada
penemuan fosilnya.                                           
Walaubagaimanapun ditarik benang merah bahawa apa yang saya
sebut di atas hanyalah satu kemungkinan yang masih perlu dibuktikan
secara ilmiah. Semua ini membuka ruang yang luas lagi baru kepada para
pengkaji Islam. Kita tidak boleh berharap kepada para pengkaji bukan
Islam kerana seandainya mereka menemui bukti ilmiah bahawa spesis
kera tertentu sebenarnya berasal daripada manusia, nescaya mereka akan
menyembunyikannya. Menyatakan penemuan ini kepada orang ramai akan
membuktikan kebenaran al-Qur’an dan sekali gus Islam dan ini sudah
tentu tidak diingini oleh para pengkaji bukan Islam.
Selain manusia yang ditukar menjadi kera, ada juga sebahagian
lain yang ditukar menjadi khinzir. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
maksudnya: Katakanlah: “Mahukah, aku khabarkan kepada kamu
tentang yang lebih buruk balasannya di sisi Allah daripada yang
demikian itu? Iaitu orang-orang yang dilaknat oleh Allah dan
dimurkai-Nya, dan orang-orang yang dijadikan di antara mereka
sebagai kera dan babi.” [al-Maidah 5:60]