Tampilkan postingan dengan label Iman dan Tauhid. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Iman dan Tauhid. Tampilkan semua postingan

Selasa, 12 Februari 2013

3 KUMPULAN MANUSIA DALAM BERTAUHID



Ibnu Athaillah As Sakandary

Manusia terbagi menjadi tiga kelompok dalam bertauhid dan berdzikir :
Kelompok pertama, adalah kalangan umum, yaitu kalangan pemula. Maka tauhidnya adalah bersifat lisan (oratif) belaka, baik dalam ungkapan, wacana, akidahnya,
dan keikhlasan, melalui Cahaya Syahadat Tauhid, " Laa Ilaaha Illallah Muhamadur Rasululullah"
Ini diklasifikasikan tahap Islam. Kelompok kedua, kalangan Khusus Menengah, yaitu Tauhid Qalbu, baik dalam apresiasi, kinerja qalbu maupun akidah, serta keikhlasannya. Inilah disebut tahap Iman. Khususul Khusus, yaitu Tauhidnya akal, baik melalui pandangan nyata, yaqin dan penyaksian (musyahadah) kepadaNya. Inilah Tahap Ihsan.Maqomat Dzikir
Dzikir mempunyai tiga tahap (maqomat) :

   1. Dzikir melalui Lisan : Yaitu dzikir bagi umumnya makhluk.
   2. Dzikir melalui Qalbu : Yaitu dzikir bagi kalangan khusus dari orang beriman.
   3. Dzikir melalui Ruh: Yaitu dzikir bagai kalangan lebih khusus, yakni dzikirnya kaum 'arifin melalui fana'nya  atas dzikirnya sendiri dan lebih menyaksikan pada Yang Maha Didzikiri serta anugerahnya apada mereka.

Perilaku Dzikir "Allah"
Bagi pendzikir Ismul Mufrad "Allah" ada tiga kondisi ruhani:
Pertama: Kondisi remuk redam dan fana'.
Kedua: Kondisi hidup dan baqo'.
Ketiga: Kondisi nikmat dan ridlo.

Keadaan pertama: Remuk redam dan fana'iaitu dzikir orang yang membatasi pada dzikir "Allah" saja, bukan Asma-asma lain, yang secara khusus dilakukan pada awal mula penempuhan. Ismul Mufrod tersebut dijadikan sebagai munajatnya, lalu mengokohkan manifestasi "Haa' di dalamnya ketika berdzikir.

Siapa yang mendawamkan (melanggengkannya) maka nuansa lahiriyahnya terfana'kan dan batinnya terhanguskan. Secara lahiriyah ia seperti orang gila, akalnya terhanguskan dan remuk redam, tak satu pun diterima oleh orang. Manusia menghindarinya bahkan ia pun menghindar dari manusia, demi kokohnya remuk redam dirinya sebagai pakaian lahiriahnya. Rahasia Asma "Allah" inilah yang hanya disebut. Bila menyebutkan sifat Uluhiyah, maka tak satu pun manusia mampu menyifatinya. Ia tidak menetapi suatu tempat, yang bisa berhubungan dengan jiwa seseorang, walau di tengah khalayak publik, sebagaimana firman Allah swt :
"Tidak ada lagi pertalian nasab diantara mereka di hari itu dan tidak ada pula saling bertanya." (Al-Mu'minun: 101)

Sedangkan kondisi batinnya seperti mayat yang fana, karena dzat dan sifatnya diam belaka. Diam pula dari segala kecondongan dirinya maupun kebiasaan sehari-harinya, disamping anggota tubuhnya lunglai, hatinya yang tunduk dan khusyu'.

Sebagaimana firmanNya :
"Sesungguhnya Kami akan  menurunkan kepadamu perkataan yang berat." (Al-Muzammil: 5)
"Dan kamu lihat bumi ini kering, dan apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah, dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumjbuhan yang indah." (Al-Hajj : 5)

Kondisi kedua: Dari kondisi hidup dan abadi (baqo'), yaitu manakala orang yang berdzikir dengan Ismul Mufrod "Allah" tadi mencapai hakikatnya, kokoh dan melunakkan dirinya, maka simbol-simbilnya dan sifat-sifatnya terhanguskan.
Allah meniupkan Ruh Ridlo setelah "kematian ikhtiar dan hasrat kehendaknya". Ia telah fana' dari hasrat kebiasaan diri dan syahwatnya, dan telah keluar dari sifat-sifat tercelanya, lalu berpindah (transformasi) dari kondisi remuk redam nan fana' menuju kondisi hidup dan baqo'. Kondisi tersebut menimbulkan nuansa kharismatik dan kehebatan dalam semesta, dimana segalanya takut, mengagungkan dan metrasa hina dihadapan hamba itu bahkan semesta meraih berkah kehadirannya.

Kondisi ketiga: Kondisi Nikmat dan Ridlo, maka bagi orang yang mendzikirkan "Allah" pada kondisi ini senantiasa mengagungkan apa pun perintah Allah swt, jiwanya dipenuhi rasa kasih sayang terhadap sesame makhluk Allah Ta'ala, tidak lagi sembunyi-sembunyi dalam mengajak manusia menuju agama Allah swt. Dari jiwanya terhampar luas bersama Allah swt,  hanya bagi Allah swt.

Rahmat Allah swt meliputi keleluasaannya, dan tak satu pun makhluk mempengaruhinya, bahkan atak ada sesuatu yang tersisa kecuali melalui jalan izin Allah swt. Ia telah berpindah dari kondisi ruhani hidup dan baqo', menuju kondisi nikmat dan ridlo, hidup dengan kehidupan yang penuh limpahan nikmat selamanya, mulia, segar dan penuh ridloNya. Tak sedikit pun ada kekeruhan maupun perubahan. Selamat, lurus dan mandiri dalam kondisi ruhaninya, aman dan tenteram.
Sebegitu kokohnya, ia bagaikan hujan deras yang menyirami kegersangan makhluk, dimana pun ia berada, maka tumbuhlah dan suburlah jiwa-jiwa makhluk karenanya. Hingga ia raih kenikmatan dan ridlo bersama Allah Ta'ala, dan Allah pun meridloinya. Allah swt berfirman :
"Kemudian Kami bangkitkan dalam kehidupan makhluk (berbentuk) lain, maka  Maha Berkah Allah sebagai Sebagus-bagus Pencipta" (Al-Mu'minun: 14)

Suatu hari seorang Sufi sedang berada di tengah majlisnya Asy-Syibly, tiba-tiba berteriak, "Allah!"
Asy-Syibly menimpali, "Apa-apaan ini! Kalau kamu memang jujur, maka kamu masyhur (di langit), jika kamu dusta, kamu benar-benar hancur!".

Seorang lelaki juga berteriak di hadapan Abul Qasim al-Junayd ra, dan Al-Junayd berkomentar, "Saudaraku Bila yang anda sebut itu menyaksikanmu dan anda pun hadir bersamaNya, berarti engkau telah mengoyak tirai dan kehormatan, dan mendapatkan kecemburuan aroma pecinta yang diberikan. Namun jika anda mengingatNya, sedangkan anda ghaib dariNya, maka menyebut yang ghaib (tidak hadir) berarti menggunjing. Padahal menggunjing itu haram."
Dikisahkan dari Abul Hasan ats-Tasury ra,  ketika beliau berada di rumahnya selama tujuh hari tidak makan dan tidak minum serta tidak tidur, ia tetap terus menerus menyebut Allah…Allah…

Kisah ini disampaikan kepada Al-Junayd atas tingkah lakunya itu.
"Apakah dia menjaga kewajiban waktunya?" Tanya al-Junayd.
"Dia tetap sholat tetap pada waktunya."
"Alhamdulillah, Allah yang menjagaNya, dan tidak memberikan jalan kepada syetan padanya." Kata al-Junayd.
Kemudian al-Junayd berkata kepada para santri-santrinya, "Ayo kalian semua berdiri dan mendatanginya, mungkin kita bias memberi manfaat padanya atau sebaliknya kita mengambil faedah darinya."

Ketika al-Junayd masuk di hadapannya, al-Junayd berkata, "Wahai Abul Hasan, apakah ucapanmu Allah..Allah..itu bersama Allah (Billah) atau bersama dirimu sendiri? Bila engkau mengucapkan bersama Allah, maka bukan andalah yang mengucapkannya. Karena Dialah yang berkalam melalui lisan hambaNya. Sang Pendzikir adalah diriNya bersama DiriNya. Namun bila yang menyebut tadi adalah dirimu bersama dirimu, sedangkan anda juga bersama dirimu sendiri, maka apalah artinya remuk redam."
"Engkaulah sebaik-baik sang pendidik wahai Ustadz," kata Ats-Tsaury. Dan rasa gelisah remuk redamnya tiba-tiba hilang.

Dan aku remuk redam bersamamu karena mengenangmu
Dan benar atas kebaikan yang melimpah dengan kenangnanmu
Dan fana bersasmamu penuh keasyikan.
Siapa yang tak pernah merindu pada cinta
Asmara yang mengalahkan akalnya
Demi umurku sungguh ia celaka.
Tak ada dzikir melainkan tenggelam sirna dengan dzikirnya dari merasa berdzikir
Hanya kepada Yang Diingatlah yang terkenang
Dalam fana dan pertemuan
Siapa yang masih ada akalnya, ia tak akan pernah berdzikir
Siapa yang hilang dari dzikir, maka benarlah ia telah membubung kepadaNya

Dzikir itu sendiri merupakan pembersihan dari kealpaan dan kelupaan, melalui pelanggengan hadirnya qalbu dan keikhlasan dzikir lisan, disertai memandangNya, dariNya. Sang Tuanlah yang mengalurkan ucapan dzikir melalui lisan hambaNya.
Dikatakan, Dzikir adalah keluar dari medan kealpaan menuju padang musyahadah (penyaksian kepadaNya).

Hakikat dzikir adalah mengkonsentrasikan Yang didzikir, dengan sirrnya si pendzikir dari dzikirnya, dan fananya si pendzikir dalam musayahadah dan kehadiran jiwa, sehingga ia tidak terhilangkan dirinya melalui musyahadah kepadaNya di dalam musyahadahnya. Maka si pendzikir menyaksikan Allah bersama Allah, sehingga Allahlah Yang Berdzikir dan Yang Didzikir.

Maka dari segi kemudahan dariNya untuk si hamba, dan keleluasaan untuk berdzikir melalui lisannya, maka Dialah Yang Berdzikir kepadahambaNya, lalu segala yang disebutnya adalah dariNya.
Dari segi intuisi awal yang dating dariNya, maka Dialah Yang Berdzikir pada DiriNya melalui lisan hambaNya. Sebagaimana riwayat hadits shahih disebutkan, bahwa Allah Ta'ala berfirman: "Akulah pendengaran yang dengannya ia mendengar, dan Akulah penghlihatan yang dengannya ia melihat, dan Akulah lisannya yang dengannya ia bicara."
Dalam riwayat lain juga disebutkan, "Maka Akulah pendengaran, penglihatan, lisan, tangan dan penguat baginya."

Jumat, 08 Februari 2013

TEROKA IMAN DAN TAUHID SIRI 15 : (BAH 1) : PERANAN AL QURAN DAN AL SUNNAH DALA,M KEHIDUPAN MANUSIA



Rasulullah s.a.w. menegaskan bahawa baginda telah meninggalkan kepada umat manusia dua perkara yang jika mereka berpegang teguh dengan keduanya mereka tidak akan tersesat buat selama-lamanya. Jelas bahawa hanya berpegang kepada al-()ur'an dan al-Sunnah sahaja yang dapat menyelamatkan manusia daripada kesesatan. Islam tegak di atas sumber rabbani yang terdiri daripada ayat-ayat al-Qur'an dan juga sunnah Rasulullah s.a.w. Dengan keduanya diasaskan asas-asas utama Islam dari segi 'aqidah, 'ibadah, syari'at dan akhlak Islam.
Melalui ayat-ayat al-Qur'an, Allah menjelaskan pengertian tauhid kepada­Nya, dan melalui sunnah Rasulullah s.a.w. pula diterjemahkan pengertian 'ubudiyyah yang sebenar kepada Allah. Rasulullah s.a.w. menunjukkan kepada manusia cara-cara untuk mempraktikkan penerimaan terhadap rububiyyah dan uluhiyyah Allah ke dalam realiti kehidupan yang sebenamya. Melalui baginda s.a.w. umat manusia dapat memahami apakah itu iman dan tuntutan-tuntutannya. Melalui sunnah Rasulullah s.a.w. jug alah manusia memahami hubungan amal dan kegiatan manusia di dalam hidup dengan keimanan mereka kepada Allah.
Al-Qur'an juga telah menggariskan perintah-perintah asasi berkenaan teras-teras 'ibadah seperti; salat, zakat, puasa dan haji. Bertolak dari asas ini sunnah Rasulullah s.a.w. pula berperanan dalam menunjukkan dalam bentuk amali 'ibadah-'ibadah tersebut. Hanya menerusi sunnah, orang­orang yang beriman dapat memahami kesan-kesan dan tujuan sebenar asas 'ibadah itu didirikan. Malah melalui sunnah sahaja mereka dapat melihat pengembangan asas-asas tadi dalam bidang-bidang da'wah, infak dan jihad fisabilillah.
Al-Qur'an menetapkan beberapa asas-asas dan perintah syari'at atau undang-undang bagi melicinkan perjalanan hidup manusia. Demikian juga peranan sunnah dalam melaksanakan perintah-perintah yang berbentuk undang-undang di dalam kehidupan manusia. Melalui sunnah ditunjukkan bagaimana cara mengatur pentadbiran negara dan kerja-kerja pemerin­tahan Islam. Melalui sunnah juga segala undang-undang Islam dalam bidang jual beli, nikah kahwin, pusaka, zakat, jenayah dan sebagainya, ditunjukkan samada secara terperinci atau dengan meletakkan asas-asas utamanya. Tujuan bagi keduanya adalah untuk memudahkan orang-orang yang beriman memahami dan melaksanakannya, atau membantu mereka untuk membuat ijtihad sekiranya ada perkara-perkara baru yang berkaitan dengannya timbul selepas kewafatan Rasulullah s.a.w.
Al-Qur'an juga menggariskan asas-asas akhlak serta pecahan-pecahannya. al-Qur'an memuji akhlak yang mulia dan mengkeji akhlak yang buruk, kemudian al-Qur'an menyimpulkan:
"Dan sesungguhnya bagi kamu (Rasuiultah) benar-benar pahala yang besar yang tidak putus-putusnya. Dan sesungguhnya kamu benar-benar berakhlak yang agung." (Al-Qalam: 3-4)
Akhlak Rasulullah s.a.w. ialah akhlak al-Qur'an. Semua akhlak yang dipuji di dalam al-Qur'an terkandung di dalam diri Rasulullah s.a.w. dan segala akhlak yang buruk dan keji yang dikecam oleh al-Qur'an, maka didapati Rasulullah s.a.w. bersih daripadanya dan sentiasa mengingatkan manusia agar menjauhkan diri daripadanya. Sifat-sifat dan tingkah laku dalam seluruh perjalanan hidup Rasulullah s.a.w. adalah rujukan kepada orang­orang yang beriman dalam bidang akhlak. Akhlak al-Qur'an dan seluruh kehidupan Rasulullah s.a.w. adalah dua perkara yang tidak dapat dipisahkan.
Al-Qur'an dan al-Sunnah merangkumi seluruh kehidupan manusia dalam bidang-bidang 'aqidah, 'ibadah, syari'at dan akhlak atau tingkah laku. Naungan al-Qur'an dan al-Sunnah adalah naungan Islam. Naungan ini meliputi seluruh ufuk kehidupan manusia dalam segala sudut dan lapisannya. Naungan Islam membawa kedamaian dan keselamatan kepada manusia. Bemaung di bawah kedamaian Islam bererti berpegang dan bersandar kepada al-()ur'an dan al-Sunnah. Menolak kedua-dua atau satu di antaranya, bererti melucutkan diri dari Islam dan mendedahkan diri kepada kebinasaan.
Firman Allah yang mafhumnya:
"Dan bahawa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan­jalan (yang lain), kerana jalan jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. " (A1-An'am: 153)

TEROKA IMAN DAN TAUHID SIRI 14 : (BAH 1) : AS SUNNAH SEBAGAI SUMBER PENJELASAN



1.     Pengertian al-Sunnah
Sunnah bererti jalan, tingkah laku, amalan, pembawaan atau carahidup. Pada mulanya perkataan ini digunakan secara umum dengan pengertian di atas, tetapi kemudian para 'ulama' Islam menggunakannya secara khusus untuk percakapan, perbuatandan pengakuan Rasulullah s.a.w.
Dengan percakapan diertikan segala perkataan yang pemah diucapkan oleh Rasulullah s.a.w. dalam berbagai bidang; seperti bidang 'aqidah dan keimanan, hukum halal dan haram, akhlak, 'ibadah, pendidikan, muamalah, jenayah dan sebagainya.
Dengan perbuatan pula adalah merupakan penjelasan amali terhadap segala peraturan-peraturan syari'at agar dapat difahami dan kemudian dilaksanakan oleh orang-orang yang beriman. Sudut amali ini sangat penting kerana ia menjelaskan melalui perbuatan dan tunjuk ajar yang amali terhadap perintah-perintah Allah yang tidak dijelaskan secara terperinci oleh al-gur'an. Ini termasuklah cara salat, cara menghadap kiblat ketika salat sunat di atas kenderaan, cara melaksanakan zakat, mandi dari hadas besar dan lain-lain.
Taqrir Rasulullah s.a.w. ialah keadaan baginda mendiamkan diri terhadap apa yang dilakukan oleh para sahabatnya di hadapannya. Berdiamnya Rasulullah s.a.w. dengan tidak melarang perbuatan sahabatnya bererti bahawa perbuatan itu tidak maksiat dan tidak haram. Kerana mustahil Rasulullah s.a.w. akan mengizinkan atau membiarkan sahabatnya melakukan sebarang dosa di hadapannya. Di samping itu terdapat juga taqrir Rasulullah s.a.w. dalam bentuk baginda secara terus terang, bersetuju dengan menyatakan dengan lisannya atas apa yang dilakukan oleh sahabatnya.
2.     Kedudukan al-Sunnah sebagai Penjelas kepada al-Qur'an
Allah mengutuskan Rasulullah s.a.w. untuk membacakan dan menerangkan ayat-ayat al-gur'an kepada manusia. Melalui sunnahnya pula, Rasulullah s.a.w. telah menjelaskan seluruh perintah dan larangan Allah melalui tunjuk ajar dan contoh teladan. Peranan sunnah Rasulullah s.a.w. berhubungan dengan ayat-ayat al-gur'an adalah seperti berikut:
i.    Menguatkan ayat-ayat al-Qur'an
Ayat-ayat al-Qur'an pada dasamya mengandungi perkara-perkara yang cukup jelas serta mudah difahami oleh orang yang membacanya. Dalam hal-hal seperti ini peranan sunnah Rasulullah s.a.w. adalah untuk menguatkan lagi perkara-perkara tersebut serta meletakkannya di satu kedudukan yang ditegaskan melalui susunan kalimah Rasulullah s.a.w. sendiri. Sebagai contoh firman Allah yang mafhumnya:
"Hai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan dengan Kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya" (Al-Nisa': 136)

Dari sunnah pula, Rasulullah s.a.w. bersabda yang mafhumnya:
"Islam didirikan atas lima perkara; syahadah bahawa tiada ilah melainkan Allah, Muhammad adalah Rasul Allah, mendirikan salat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji dan puasa dalam bulan Ramadan." (Bukhari)

ii.    Menghuraikan ayat-ayat al-Qur'an yang bersifat Ringkas
Terdapat ayat-ayat di dalam al-Qur'an yang menyebutkan sesuatu perintah secara ringkas. Oleh kerana keringkasannya adalah mustahil ia dapat dilaksanakan oleh orang-orang yang beriman tanpa penghuraian lanjut. Di sinilah peranan sunnah dalam menghuraikan perintah-perintah yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ringkas. Sebagai contoh:
"Sa1at itu adaIah suatu lcetetapan yang diwajibican ke atas orang yang beriman yang tertentu waktunya." (An-Nisa': 103)
Tidak terdapat di dalam al-Qur'an yang menerangkan cara-cara salat dan waktu-waktunya yang lima secara berurutan. Tetapi perkara ini telah dijelaskan oleh sunnah Rasulullah s.a.w, sama ada secara percakapannya ataupun perbuatannya.
Demikian dengan perintah zakat, ayat al-gur'an hanya menyatakan:
Ambillah sebahagian dari harta mereka sebagai sadeqah zakat, supaya dengannya kamu membersihkan dan mensucikan mereka."(At-Taubah: 103)
Berkenaan perintah dalam ayat ini, sunnah Rasulullah s.a.w. menetapkan jenis-jenis perkara yang wajib zakat, kadarnya dan tempoh masanya.
iii.     Mengkhususkan Maksud ayat-ayat al-Qur'an yang Umum
Terdapat juga beberapa ayat al-gur'an yang berbentuk umum maksudnya, di antaranya firman Allah yang mafhumnya:
"Allah memerintahkan kepada kamu mengenai pembahagian harta pesaka untuk anak-anak kamu, iaitu bahagian seorang anak IeIaki menyamai dua bahagian anak perempuan." (An-Nisa': 11)
Sifat umum ayat di atas dikhususkan oleh sunnah dengan mengecualikan pembunuh yang membunuh ahli-ahli warisnya dan juga kepada Rasulullah s.a.w. dan anak-anaknya.
Sabda baginda yang mafhumnya: "Kami para Nabi tidak dipusakai." (Bukhari)
iv.    Membatasi ayat-ayat al-Quran yang tidak terbatas maksudnya
Ada di antara ayat-ayat al-Qur'an yang bersifat mutlaq atau tidak terbatas, antaranya firman Allah yang malhumnya:
"Lelaki yang mencuri dan perempuan yang mencuri maka potonglah tangan keduanya." (Al-Ma'idah: 38)
Sifat tidak terbatas ayat di atas menggambarkan seolah-olah apa sahaja benda yang dicuri dan dalam keadaan apa sekali perbuatan itu dilakukan maka hukumannya adalah dipotong tangan orang yang mencuri. Ayat di atas juga tidak menjelaskan setakat manakah tangan pencuri itu akan dipotong.
Peranan sunnah dalam hal ini adalah untuk menjelaskan kadar benda yang dicuri dan juga had bahagian tangan yang akan dipotong.
v.    Menetatkan Hukum dan Amalan yang Tidak disebut oleh al-Qur'an
Terdapat hukum-hukum yang yang tidak ditetapkan oleh al-Qur'an secara nas tetapi ada asas-asasnya berkenaan perkara tersebut di dalamnya. Dalam perkara ini sunnah menambahkan secara nas akan hukum terhadap perkara yang telah ada asasnya di dalam al-gur'an.
Sebagai contoh mengharamkan memakan setiap binatang buas yang bertaring dan burung yang berkuku panjang. Asas bagi hukum ini terkandung dalam Surah al-Ma'idah ayat 3. Demikian juga Rasulullah s.a.w. telah menambahkan amalan-amalan seperti salat rawatib, duha, gerhana bulan dan gerhana matahari dan seumpamanya.
3.     Kedudukan al-Sunnah sebagai Sumber Pegangan Hidup
Sunnah merupakan sumber pegangan hidup yang kedua bagi orang­orang yang beriman sesudah al-Qur'an. Semua 'ulama' sependapat, bahawa sunnah Rasulullah s.a.w. menjadi hujjah atau dalil dalam soal-soal yang berkaitan dengan Islam. Ketetapan ini berlandaskan kepada firman Allah yang mafhumnya:
 "Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemahuan hawa nafsunya. Ucapannya itu dada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)." (An-Najm: 3-4)
"Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah dan bertaqwalah kepada Allah." (AI-Hasyr: 7)
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik (iaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah." (Al-Ahzab: 21)
Sunnah tidak dapat dipisahkan daripada al-gur'an bagi membimbing para mu'min di atas jalan yang benar kerana sunnah adalah penjelas atau pentafsir yang amali terhadap perintah-perintah dan pengajaran-pengajaran yang terkandung di dalam al-Qur'an. Tidak mungkin seseorang itu dapat mematuhi perintah Allah tanpa ia melihat bagaimana cara sebenar untuk melaksanakanpya. Sedangkan cara sebenar untuk mematuhinya hanya terdapat dalam diri Rasulullah s.a.w. kerana baginda diutuskan oleh Allah untuk tujuan tersebut. Kerana ini Allah secara tegas telah berfirman yang mafhumnya: "Katakanlah: 'Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku nescaya Allah mengasihi dan mengampunkan dosa­dosamu." (Ali Imran: 31)
"Dan Kami tidak mengutuskan seseorang rasul melainkan untuk dita'ati dengan seizin Allah." (A1-Nisa': 64)
"Barangsiapa yang menta'ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menta'ati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (darf keta'atan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka." (A1-Nisa': 80)
Perintah mentaati Rasulullah s.a.w. adalah dengan mengikuti sunnahnya. Rasulullah s.a.w. bersabda yang mafhumnya:
"Telahku tinggalkan bagi kamu sekalian dua perkara, tidak akan sesat kamu selama kamu berpegang teguh dengan keduanya, iaitu Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. " (Malik)
"Tidak sempuma iman seseorang kamu sehingga keinginannya menurut kepada apa yang aku datangkan kepadanya. " (Al-Hakim)
"Tidaklah aku meninggalkan sesuatu dart apa yang telah Allah perintahkan kepada kamu sekalian dengannya, melainkan sungguh telah aku perintahkan kamu dengannya, dan tidaklah aku meninggalkan sesuatu dari apa yang telah Allah larang bagi kamu sekalian daripadanya, melainkan pasti telah aku larang kamu sekalian daripadanya.' (Ibn 'Abdil Barr)
"Hat manusia, tidak ada sesuatu yang mendekatkan kamu sekalian kepada syurga dan menjauhkan kamu sekalian dari neraka, melainkan telah aku perintahkan kepadamu dengannya, dan tidak ada dart sesuatu yang mendekatkan kamu sekalian dari neraka dan menjauhkan kamu sekalian dari syurga, melainkan pasti telah aku cegah kamu sekalian daripadanya." (Imam al-Baghawi)  
Rasulullah s.a.w. telah memberi amaran bahawa sesiapa yang tidak berpegang kepada sunnah atau hadithnya sebagai sumber hukum dan panduan hidup maka sesungguhnya ia telah mendustakan Allah.
Sabda Rasulullah s.a.w
"Hampir-hampir salah seorang dari kamu berkata: ' Ini Kitab Allah, apa-apa yang ada dalamnya yang halal, kami halalkannya; dan apa­apa yang ada di dalamnya yang haram, kami mengharamkannya.', Ingatlah, barangsiapa yang sampai kepadanya satu hadith dariku, lalu ia mendustakannya, maka sesungguhnya ia telah mendustakan Allah, Rasul-Nya dan orang yang meriwayatkannya" (Ibn 'Abdil Barr)

TEROKA IMAN DAN TAUHID SIRI 13 : (BAH 1) AL QURAN SEBAGAI SUMBER UTAMA




1.     Makna al-Qur'an
Perkataan al-Qur'an dari segi bahasa, sebagaimana yang disepakati oleh kebanyakan 'ulama', berasal dari perkataan al-qira'ah atau bacaan. Dengan maksud ini Allah berfirman yang mafhumnya:
"Sesungguhnya Kami-lah yang menghimpunkan al-Qur'an dan bacaannya, maka apabila Kami telah selesai membacanya maka hendaklah kamu mengikut bacaannya." (Al-Qiyamah: 17-18)
Al-Qur'an juga dinamakan dengan nama-nama; al-Furqan, al-Dhikr dan al­Tanzil. Selain itu al-Qur'an juga dinamakan dengan sifat-sifatnya yang disebutkan di dalam al-Qur'an di antaranya seperti; al-'Aliyu, al-Majid, al­'Aziz dan al-'Arabi.
Dapat disimpulkan bahawa, walau dengan apa nama sekalipun, al-Qur'an adalah kalam Allah yang bermu'jizat, diturunkan kepada Nabi Muhammad s.a.w., ditulis dalam beberapa mushaf, dipetik dari riwayat yang mutawatir dan membacanya merupakan satu 'ibadat.

2.     Isi Kandungan al-Qur'an
Al-Qur'an adalah Kitab hidayah. Firman Allah yang mafhumnya:
"Alif Lam Mim. Kitab (al-gur'an) ini tidak ada keraguan padanya; hidayah kepada mereka yang bertaqwa." (Al-Baqarah: 1-2)
"Sesungguhnya al-Qur'an ini adalah memberi hidayah ke jalan yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang­orang mu'min yang mengerjakan 'aural saleh bahawa mereka disediakan pahala yang besar." (Al-Isra': 9)
Hidayah al-gur'an ditujukan kepada seluruh manusia. Firman Allah yang mafhumnya:
Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan hidayah, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam al-Kitab, mereka itu dila'nati Allah dan dila'nati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat mela'nati." (A1-Baqarah: 159)
Al-Qur'an merupakan hidayah yang yang memberi rahmat kepada orang-orang yang berserah diri sebagai para muslimin dan mu'minin.
"Dan Kami turunkan kepadamu AI-Kitab (al-gur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan hidayah serta rahmat dan khabar gembira kepada para muslimin." (Al-Nahl: 89)
"(Al-Qur'an) itu bukan cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai hidayah dan rahmat bagi kaum yang beriman."(Yusuf 111)
"Dan Kami tidak menurunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur'an) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka perselisihan itu dan menjadi hidayah dan rahmat bagi kaum yang beriman." (A1-Nahl: 64).
"Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit(yang berada) dalam dada dan hidayah bagi orang-orang yang beriman" to  "Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan sebuah Kitab (al-Qur'an) kepada mereka yang Kami telah menjelaskan atas dasar pengetahuan Kami, menjadi hidayah dan rahmat bagi orang­orang yang beriman. "(A1-A'raf: 52) 
"(Al-Qur an) ini adalah bukti yang nyata dari Tuhanmu, hidayah dan rahmat bagi orang-orang yang beriman." (Al-A'raf: 203)
"Dan sesungguhnya (al-Qur'an) itu benar-benar menjadi hidayah dan rahmat bagi orang-orang yang beriman." (A1-Naml: 77)
Demikian juga al-Qur'an adalah Kitab hidayah yang membawa rahmat kepadaorang-orang beriman yang cenderung melakukan kebaikan dan yakin terhadap apa yang diturunkan dan dij anj ikan oleh Allah yang mafhumnya:
"Alf Lam Mim. Inilah ayat-ayat al-Qur'an yang mengandungi hikmat, menjadi hidayah dan rahmat bagi orang-orang yang berbuat kebaikan." (Luqman: 1-3)
"(Al-Qur'an) ini adalah pedoman bagi manusia, hidayah dan rahmat bagi kaum yang meyakini." (Al-Jatsiyah: 20)
Al-Qur'an adalah Kitab hidayah kerana manusia memerlukan wahyu untuk mendapat petunjuk terhadap perkara-perkara yang tidak mereka ketahui. Dalam penilaian yang sebenar keperluan asasi manusia adalah untuk mendapat hidayah. Hidayah adalah perkara yang daruri bagi manusia kerana tanpanya manusia tidak mungkin dapat melalui kehidupan ini dengan selamat.
Keperluan manusia yang utama bukan untuk membangunkan tamaddun kemanusiaan dari segi kebendaan tetapi keperluan mereka yang utama adalah untuk membina hadarah atau peradaban kerohanian yang kukuh. Ini adalah kerana kekuatan peradaban kerohanian akan melahirkan kekuatan-kekuatan lain, sedangkan kekuatan-kekuatan itu pula akan berada di atas jalan yang selamat. Tetapi peradaban yang tidak berlan­daskan kepada unsur-unsur rohani yang rabbani, cuma nampak seolah­olah gagah dan perkasa, tetapi pada hakikatnya ia berpegang di dahan yang sangat rapuh.
Manusia dapat membina kekuatan kebendaan dengan daya akal dan kekuatan derianya yang lima. Tetapi manusia tidak mampu mencari pengisian kepada ruh dan jiwanya semata-mata dengan akal. Manusia memerlukan bimbingan wahyu untuk mengisi kekosongan rohaninya dan manusia menghajati kepada hidayah bagi santapan rohaninya.
Dalam kehidupan seseorang yang beriman, tidak ada yang lebih utama daripada hidayah. Keperluan orang-orang yang beriman terhadap hidayah ini telah menjadikan mereka diwajibkan memohon di dalam salat secara berulang-ulang dan berterusan akan hidayah tersebut, kerana dengan hidayah sahaja manusia itu dapat selamat daripada kesesatan dan terselamat dari kemurkaan Allah.
Kalimat yang diulang-ulang itu adalah yang mafhumnya:
"Hidayatkan kami jalan yang lurus, (iaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat." (Fatihah: 6-7)

3.     Kedudukan al-Qur'an sebagai Sumber Pegangan Hidup
Allah mewajibkan manusia untuk meng'abdikan diri kepada-Nya kerana itulah tujuan manusia dijadikan oleh Allah. Oleh yang demikian itu Allah telah mewajibkan juga manusia berpegang kepada hidayah dan panduan yang diturunkan oleh-Nya di dalam al-Qur'an.
Firman Allah yang mafhumnya:
"Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sebelum datang 'azab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyedarinya. "(Az-Zumar: 55)
Kewajipan menjadikan al-Qur'an sebagai pegangan hidup adalah demi keselamatan manusia sendiri. Dengannya manusia terhindar dari 'azab Allah dan dengannya juga manusia terhindar dari kekosongan hidup yang menyebabkan mereka mengikut sesuatu yang mereka tidak ketahui. Di mana kesemuanya selain dari hidayah Allah itu tidak menambahkan selain daripada kesesatan dan kehancuran.
Firman Allah yang mafhumnya:
"Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain dariNya." (AI-A'raf: 3)
Al-Qur'an adalah sumber utama dalam kehidupan para muslimin dan mu'minin kerana ia bersumber dari Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Allah telah mencipta manusia dan seluruh alam ini, maka yang demikian hanya Allah sahaja yang mengetahui secara mendalam dan terperinci selok belok seluruh ciptaan-Nya. Allah Yang Maha Mengetahui menghendaki agar manusia keluar daripada kegelapan menuju cahaya dengan hidayah daripada-Nya. Firman Allah yang mafhumnya:
"Sesungguhnya Allah telah menurunkan peringatan kepadamu. (Dan mengutus) seorang Rasul yang membacakan kepadamu ayat-ayat Allah yang menerangkan (bermacam hukum) supaya Dia mengeluarkan orang-orang yang beriman dan mengerjakan 'aural-'aural saleh dari kegelapan kepada cahaya." (At-Talaq: 10-11)