Rabu, 07 Januari 2015

MA'RIFAT BILLAH BUKAN UPAYA HAMBA

SEJAK DI ALAM RUH, MANUSIA SUDAH MA'RIFAT BILLAH.

MA'RIFAT KEPADA ALLAH BUKAN HASIL IBADAH DAN JERIH PAYAH MANUSIA.

Bismillahir rohmaanir rohim
Assalamu'alaikum wr wb

Manusia sebelum lahir di muka bumi, pada prinsipnya sudah mengenal Allah. Menyadari sifat sifat Allah. Menyaksikan keberadaan Allah yang maha wujud tanpa harus mengetahui permulaan sekaligus tanpa harus mengakui kekekalannya. tidak ada satupun dari sifat Allah yang tidak disadari. Semua senantiasa thawaf kepada Allah. Antara mahluq dengan kholiq terjalin mesra hingga tidak ada jurang pemisah. tidak ada hamba dan penghambaannya. yang ada hanya ketergantungan mahluq kepada kholiq bukan sebab mahluk. Sebuah ketergantungan nyata tanpa harus diikrarkan. Sebab jika sekiranya mahluk itu dipisahkan atau dilepas oleh kholiq, maka lenyaplah mahluq itu. Kholiq memberi dan mahluq diberi. Mahluq diberi bukan sebab meminta. Kholiq memberi bukan sebab diminta.Yang ada hanya memenuhi dan dipenuhi. Mengisi dan diisi.  

Semua sudah menjadi sifat Kholiq dan sudah menjadi keberadaan dan kedudukannya yang tidak bisa disepadankan.

Termasuk sifat kholiq yang maha mewujudkan dan maha merawat merawat. Sedangkan sifst mahluk yang dirawat. Allah merawat mahluk tanpa dasar permintaan mahluk. Allah Maha memenuhi segala kebutuhan mahluk . Mahluk senantiasa dipenuhi tanpa syarat atau permohonan. Sebuah perawatan dan penjagaan Kholiq terhadap mahluk secara otomatis atau secara apa itu namanya sebab tidak ada kata yang mampu mengucapkan hanya dengan satu kalimat. tidak ada bahasa yang manpu mengungkapkan namun kita sudah memahamai semuanya bahwa itu hukum Allah sebagai sang pencipta sedangkan mahluk sebagai ciptaan.  

Sehingga sifat Kholiq tidak pernah sama dan tidak akan sama apalagi disamai atau ditiru. Jika kita dikenalkan dengan sifat sifat kholiq dalam asma , itu hanya sebatas alat bagi manusia yang diberi akal untuk memahami dan menyadari saja. Namun aslinya manusia tetap saja tidak akan mampu mengurai makna yang sebenarnya kecuali kholiq itu sendiri yang menguraikannya.

Kholiq memberi, sedangkan mahluk diberi. artinya mahluk tidak bisa memberi suatu apapun kepada dirinya, juga tidak bisa memberikan sesuatu kepada sesama mahluq. apalagi kepada kholiq. jadi mahluk tidak memiliki kontribusi apapun. 

Contohnya. Ketika ada manusia yang kebetulan dipanggil sebagai ibu menyusui anaknya, itu bukan berarti ibu memberi air susu kepada anaknya. sebab ibu itu tidak bisa menciptakan susu dengan sendirinya. Kholiq yang memproduksi susu terhadap sang ibu.

Kholiq hidup, mahluq diberi hidup. Yang artinya mahluk tidak hidup.

Kholiq memberi lapar, mahluk diberi lapar. Yang artinya, mahluk tidak lapar dengan sendirinya. Laparnya mahluk sebab diberi lapar. Ini harus senantiasa kita sadari.

Kholiq memberi kaya, sedangkan mahluk diberi kaya. Yang artinya, mahluk tidak kaya dengan sendirinya serta bukan hasil jerih payahnya.  

Kholiq memberi susah dan mahluk diberi susah. yang artinya mahluk tidak susah dengan kemauan mahluk itu sendiri.

Kholiq memberi senang dan mahluk diberi senang. Yang artinya mahluk tidak senang dengan dirinya sediri dan tidak akan bisa membuat dirinya senang.

Ketergantungan mahluk bukan kehendak mahluk akan tetapi kehendak kholiq itu sendiri. Sifat Kholiq yang menunjukkan kepada mahluk dengan sifat Ashomadu yang mana ketergantungan mahluk itu merupakan kenyataan tanpa butuh pembenaran dari mahluk. sebab mahluk itu sendiri sudah senantiasa menyaksikan ketergantungannya kepada kholiq.

Ketika semua berada di alam ruh. sebuah alam tanpa batas maupun pembatas. hingga tidak ada batas ataupun pembatas antara mahluq dengan kholiq. Tidak ada batasan kholiq atau mahluk.

Ketika Allah berbuat, (mencipta) maka terjadi batasan. Ada pencipta dan ada ciptaan.ada batasan kholiq. Ada batasan mahluq. Perbuatan Allah pertama kali adalah ( Kholaqos samaawati wamaa fil ardhi) Allah menciptakan langit dan bumi. Tentu dalam hal menciptakan sebuah ciptaan dengan caranya Allah sendiri ( Kun fayakun ) dengan Nurnya Allah sendiri.

Agar tidak terjadi kesimpang siuran bidang pemahaman, kita perlu memahami tentang Nur itu sendiri. Walaupun tentang nur itu tidak bisa dipahami kecuali dengan Nur itu sendiri yang memperkenalkan diri.

Jadi sebagai manusia, kita tidak perlu mempelajari Nur ketika Nur itu sudah memperkenalkan diri kepada kita semua. Sebab Nur itu tidak bisa dipelajari. Tidak ada ilmu untuk mempelajari Nur sebagaimana pula dengan Ilmu juga tidak bisa dipelajari. Manusia sifatnya hanya diberi.

Ketika Allah berbuat sebagaimana tersebut di atas maka ada batasan. yaitu batasan mahluk dan batasan kholiq.  Ada batasan yaitu memberi dan diberi. Ada batasan menolong dan ditolong. Kholiq yang menolong dan mahluq yang ditolong. Allah Yang Maha menolong sebenarnya senantiasa memberikan pertolongannya secara spontan tanpa ditunggu oleh mahluq sehingga mahluk sendiri tidak ada upaya untuk memohon pertolongan. Sebab sudah senantiasa ditolong. Tiada upaya bagi mahluk untuk memohon pertolongan bagi mahluk itu sendiri. Tiada daya bagi mahluk dalam memohon suatu apapun. sebab daya dan upaya tidak pernah ada. Namun daya dan upaya itupun sudah diupayakan atas kehendak Allah sendiri. Atas kekuatan Allah sendiri. Kekuatan NUR ALLAH ITU SENDIRI. Nur itu sendiri yang Qowiyyun. Nur itu memiliki sifat sifat dari pemilik Nur itu sendiri. Nur itu menjadi sebab adanya NUR CIPTAAN SEKALIGUS SIFAT CIPTAAN ITU SENDIRI. Sifat ciptaan itu selamanya merupakan kebalikan dari sifat yang menciptakan.

Di sini semua mahluk terutama manusia sudah ma'rifat kepada Allah tanpa harus diupayakan oleh manusia sendiri sebab sudah menyaksikan semua sifat dan perbuatan Allah kepada mahluk. Mahluk sudah menyadari keadaan itu semua.

Setelah manusia diturunkan ke muka bumi, melalui proses yang diatur oleh Nur Allah sendiri, manusia yang asalnya berupa ruh dari Nur itu lantas diberi jasad hingga tumbuh dinding. Nur Allah menjadi tabir yang mendindingi Allah dengan jasad mahluk. Nur Allah menjadi tabir dengan jasad manusia dan jasad alam semesta. Jasad yang menjadi dinding pembantas itu semakin menjadi tabir kepada Nur Allah bagi mahluk sebagai pembatas antara alam Ruh dengan alam jasad. pembatas antara alam jasad kandungan dengan alam lahiriyah. Alam dunia.

Manusia yang permulaannya senantiasa thawaf musyahadah menyaksikan Allah, mulai berubah menyaksikan Allah dengan dinding rasa. Akal sebagai ciptaan pertama dalam diri manusia merupakan dinding pertama pula sebagai mahluk sehingga terjadi hukum penghambaan. Tanpa adanya dinding antara kholiq dengan mahluk, tidak ada penghambaan. tidak ada pengabdian. Atas dasar kenyataan ini maka apabila ada sebuah pemahaman bahwa orang yang ma'rifat itu sudah tidak perlu beribadah mengabdi kepada Allah, maka secara terang terangan bahwa dia sedang membatalkan dirinya sebagai mahluq.
Dia sedang memproklamirkan dirinya sebagai kholiq. 

Keadaan terdinding itu dijalani oleh manusia sepanjang hidupnya sejalan dengan perkembangan akal sebagai ciptaan pertama dalam diri manusia yang juga menjadi Leluhur bagi para indra. Akal menjadi pengendali indra sekaligus pendinding kuat kepada Allah.
Sehingga manusia betul betul terhalang oleh Nur . Akal membelakangi Nur hingga terdinding dan Indranya ikut terinding akibatnys jasad otak yang menjadi keratonnya akal ikut menutupi keberadaan tuhannya .
Sejak kapan terjadinya hukum penghambaan itu? Sejak terjadinya dinding. Sejak terciptanya ciptaan yang disebut Jinna wal insa, Hukum pengabdian juga ditetapkan. Sebab tidak ada pengabdian tanpa adanya hamba.  

Akhirnya manusia dengan indra menyaksikan, merasa,mendengar dan melihat Allah SWT. Dengan indra akal melihat Allah yang terdinding itu. Akal yang menempati satu titik dalam Qolbu, membuat kantor sendiri di luar distrik untuk memudahkan administrasi.

Ketika manusia diatur oleh akal, tentu manusia itu melihat akal sebagai tuhannya. hal ini tidak bisa dipungkiri. Sebab manusia terhalang oleh mahluk Allah yang bernama akal. melihat indra menjadi tuhannya. 

Begitu juga halnya bahwa ketika manusia diatur oleh yang menciptakan akal, tentu manusia itu melihat yang menciptakan akal sebagai tuhannya. 

Namun ada manusia yang lebih rendah lagi. ketika manusia melihat dimana akal bersemayam, yang dikenal dengan sebutan otak, maka manusia melihat otak sebagai tuhannya. Jika dia orang berilmu, maka dia melihat perbendaharaan yang ada dalam akalnya. Akalnya penuh dengan ilmu ilmu yang sudah disimpan yang sewaktu waktu akan dijadikan tambatan untuk menentukan jalan hidupnya hingga dia menuruti jalannya ilmu yang diatur oleh kemampuan akalnya yang briliant dan akan dituruti dan dijadikan tuhan untuk memutuskan perkara hidupnya.

Bahkan manusia yang paling parah dan paling rendah, manusia melihat benda benda, dia terpengaruh oleh benda. melihat kesukaannya, dia terpengaruh kesukaannya. melihat kecintaannya dia jadikan sebagai tuhannya. dia menuruti kecintaannya terhadap benda. dia mati matian demi benda yang dicintainya. tanpa kenal waktu demi memperoleh benda yang dicintainya. dia tak merasa bahwa sudah takluk menuruti kecintaannya terhadap benda yang dicintai. seakan akan tidak mampu hidup tanpa benda yang dicintai. hingga dia bertekuk lutut kepada benda kecintaannya. jadi itulah yang disebut sujud kepada benda. sujud kepada mahluq. menyembah mahluk. Indranya tertutup oleh mahluk dan tidak mampu lagi merasakan kehadiran pencipta di dalan mahluq. hatinya tertutup kepada yanh menciptakan mahluk.

Rabu, 26 November 2014

TOKOH SUFI : SYAH BIN SYUJA' AL-KIRMANI DAN PUTERANYA



Syah bin Syuja' al-Kirmani mempunyai seorang putera. Di dada si putera ia tuliskan kata: "Allah" dengan warna hijau. Begitu menginjak rcmaja, karena tidak dapat bertahan dari dorongan-dorongan hatinya, si anak menyenangkan diri berjalan-jalan sambil membawa kecapinya. Sambil memetik kecapi, dengan suaranya yang merdu ia senandungkan lagu-lagu yang sangat menyentuh.
Pada suatu malam, dalam keadaan mabuk, ia menyusuri jalan-jalan raya sambil memainkan kecapinya itu. Ketika ia sampai di satu pelosok kota, seorang pengantin perempuan yang baru pindah ke tempat itu, bangkit dari sisi suaminya yang sedang tertidur untuk melihatnya. Si suami terbangun, dilihatnya isterinya tak ada di sisinya, ia bangkit dan menyaksikan apa yang sedang terjadi. Maka berserulah ia kepada si pemuda,
"Anak muda, belum tibakah saatnya engkau bertaubat?" Kata-kata ini menghujam jantungnya dan ia segera menjawab. "Sudah tiba, sudah tiba"
Mantelnya dicabik-cabiknya, kecapinya dia hancurkan. Kemudian ia mengunci diri di dalam kamarnya dan selama empat puluh hari tidak makan apa-apa. Sesudah itu iapun keluar dari kamarnya dan pergi mengembara. Mengenai kelakuan anaknya itu, Syah bin Syuja' berkomentar,
"Yang kucapai selama empatpuluh tahun telah diperolehnya dalam waktu empat puluh hari saja"

Senin, 24 November 2014

MURIDUUN >>> ( kondisi salikun) >>> Lanjutan

KAJIAN LANJUTAN TENTANG MURIDUN


Bismillahir rohmaanir rohiim.

Assalamu'alaikum wr wb

Sebelum kita melanjutkan kajian tentang Muriduun ini,  kajian ini merupakan kelanjutan dari kajian beberaba waktu yang lalu yang belum sempat kita lanjutkan bersama. Sekali lagi Kami mohon maaf kepada semua pembaca yang budiman. sebab baru kali ini kami diberi kesempatan oleh Allah untuk melanjutkan kajian yang sempat terputus. Yang mana kiranya sangat penting bagi kita yang menghendaki jalan menuju Allah.
Sebenarnya secara singkat sudah kami singgung diberbagai kesempatan. namun baru secara sprsifik kita diberi bisa melanjutkan.

Semoga kajian kali ini betul betul menjadi sebab terbukanya hati kita   terutama yang sedang menuju Allah,  hingga bermanfaat sekaligus menjadi referensi sebagai pengingat yang diridhoi oleh Allah.
Kali ini Mari kita kembali matur kepada Allah Subhanahu Wata'aalaa Wa Rosulihu Shollallohu 'Alaihi wasallam, sekaligus menghaturkan rasa syukur yang sedalam dalamnya atas kesempatan yang diberikan kepada kita bersama dengan ucapan ALHAMDULILLAHIROBBIL 'AALAMIIN, Sekaligus sanjungan ke pangkuan para kekasih Allah khusushon Rosululloh SAW wa Ghoutsi Hadzaz Zaman RA wa a'wanihi wasaairi auliya Rodhiyallohu Anhum,  dengan penuh harap semua yang tersebut betul betul membrri jangkungan do'a dan restunya.

Seseorang yang berjalan menuju Allah, permulaannya diawali dengan kegiatan kegiatan khusus. Berupa amalan amalan sunnah. Sebagai informasi bahwa untuk amalan wajib, di sini tidak termasuk dalam kajian sebab sudah menjadi bagian pokok peribadatan mutlak berdasarkan Fiqih dan Tuntunan yang tak bisa ditinggalkan.

Sebab kesungguhan yang kuat dalam mendekatkan diri kepada Allah maka seorang salik senantiasa memperbanyak amalan amalan sunnah. meningkatkan aktifitas yang ada hubungannya dengan Allah Subhanahu wata'aalaa. Menjauhkan diri dari kemakshiatan baik lahir terutama makshiat bathin. melaksanakan dan memperbanyak ingat kepada Allah melalui amalan amalan yang disunnahkan Rosululloh SAW. melaui wirid wirid, memperbanyak sholawat. Dan lain sebagainya. Keadaan orang ini disebut orang yang berjalan menuju Allah yang dalam hal ini dia disebut salikun.  Dia sedang melaksanakan suluk.  

Jika hanya melaksanakan amalan wajib saja, belum dikatakan sebagai orang yang berjalan menuju Allah atau bukan seorang salikun.

Kedudukan seorang salik, masih berjalan menuju Allah dan belum sampai kepada tuhannya. Dia belum juga menemukan seorang guru yang menuntun hatinya dan masih melompat ke sana kemari untuk mencari jalan terbaik dan mencari rujukan rujukan baik berupa ilmu maupun rujukan lain dari berbagai ilmu yang  sesuai dengan jalan pikirannya dalam menuju Allah.  Berbagai macam amalan dan ibadah dilaksanakannya dengan sungguh sungguh tanpa mengenal lelah. Keadaan inilah sering terjadi sebab dia memperoleh banyak warid warid yang mendorong dirinya untuk mengikuti warid yang datang kepadanya hingga merangsang dirinya untuk lebih meningkat dan meningkat.

Dengan melaksanakan berbagai macam amalan amalan sunnah, hingga dia tekun dan Allah mencintainya. maka saat itulah Allah menjadi matanya ketika dia melihat. Saat dia berjalan, Allah menjadi kakinya. Saat dia berbicara, Allah menjadi lisannya.
Saat itu orang umum melihat keistimewaan keistimewaan yang terjadi pada Sang Salikun. Ucapannya terjadi Kun atas qudroh dan irodahnya Allah. ( mandi ucape = jawa ). Apa apa yang diucapkan terjadi.

Perlu kita sadari bersama bahwa Warid warid itu sangat banyak dan beragam sekali. Datangnya warid itu dua sisi. Yaitu Warid Minalloh dan warid minasysyaithon. Sebagaimana datangnya Ilham yang diturunkan,  juga dengan dua hal.  
Dalam Alqur'an ditegaskan bahwa #Faalhamaha fujuroha wataqwaahaa. Qod aflaha man zakkaha, faqod khoba man dassaha.

Seorang Salikun, yang menerima berbagai macam warid (wangsit = jawa) itu akan menggiring sang salikun berdasarkan pemahaman yang ada pada dirinya sebagaimana dia menerima warid warid yang mengilhami hatinya. Ketika Sang salikun lengah, pada kebanyakan akan memilih warid yang disukai. Dia akan mengikuti warid yang dirasa cocok bagi dirinya. Tanpa disadari di mulai mengarah kepada suatu titik yang dilihat sebagai sebuah petunjuk yang sangat istimewa bagi dirinya.

Orang yang mendekat kepada Allah dengan bersungguh sungguh, hingga mendapatkan warid itu akan mengilhami dirinya. Saat itu dia mulai menyaksikan hal hal yang tidak disaksikan oleh kebanyakan orang. Banyak nur nur warid yang begitu mempesona.

Banyak pengalaman pengalaman rohani yang diterima oleh para salikun. Banyak kitab kitab wushul membeberkan pengalaman pengalaman rohani para salikun. antara lain : 
Diberi bisa melihat sesuatu yang belum terjadi dan akan terjadi. 
Diberi bisa melihat keadaan hati orang lain. 
Diberi tahu berbagai macam penyakit dan cara mengobatinya. 
Diperlihatkan kekuasaan Allah kepada mahluk dan dirinya. 

Bahkan dalam sejarah para saikun, tidak sedikit yang dijadzbu oleh Allah ( dijadzbu = dihadapkan = diangkat kehadapan Allah.) setinggi tingginya sehingga dia kurang memperhatikan dirinya sendiri. hingga lupa akan keadaan dirinya sendiri.

Salikun yang sedang dijadzbu itu hanya melihat Allah ( melihat  af'al dan melihat sebagian sifat Allah ) . Selain Allah tidak menjadi acara.

Di sini banyak orang yang belum mengalami, suka ikut ikut berbicara sehingga terjadi banyak kesalah pahaman yang terjadi di masyarakat. Akibatnya istilah Jadzdzab dimaknai gila.  Kalau gila, itu adalah keadaan seseorang yang hilang akal sebab keputus asaan yang melampaui batas  akan rahmat Allah yang diakibatkan permasalahan hidupnya yang tidak teratasi sesuai nafsunya.  Umumnya mereka mencari jalan pintas demi kesuksesan yang didambakan. Jadi sangat jauh berbeda. antara Jadzab dengan gila. jadi Ini jelas sekali berbeda.

Sebagaimana Allah jelas berjanji. # Walladziina jahadu fiina lanahdiyannhum subulana. Barang siapa yang bersungguh sungguh dijalanku, pasti aku tunjuki jalan kepadaku.

Maka bagi pemula sebagai salikun, tidak perlu khawatir. jika memang ingin mendekat kepada Allah, yakinlah bahwa Allah akan menunjukkan jalan kepadaNya. Akan tetapi yang perlu diwaspadai justru diri kita sendiri. apakah betul kita ingin mendekat kepada Allah atau ada udang dibalik batu. Hal ini kita sendiri yang tahu. maka luruskanlah niat LILLAHI TA'AALAA. NGEPEN MURNI KARENA ALLAH. 

Soal hajat dan lain lain hendaknya dinomor duakan sebab itu bukan pokok dan pada saatnya akan terpenuhi atas idzin Allah. Yakinlah bahwa Allah adalah dzat memenuhi segala hajat. justru mengedepankan hajat itu akan menghalangi jalan menuju Allah dan menghambat hajat itu sendiri.

Kedudukan salikun yang sedang dijadzbu oleh Allah, dia senantiasa berhadapan dengan Allah. kemanapun dan manapun dia melangkah, senantiasa dihadapan Allah. selain Allah tidak menjadi acara baginya. Keadaan salikun yang seperti ini, akan menyaksikan perbuatan Allah kepada dirinya dan orang lain serta kepada mahluk umumnya. dia asyik terpesona dengan semua perbuatan Allah. 

Terkadang dia sedih, tatkala menyaksikan betapa adilnya Allah. dia juga sangat takut diadili oleh allah sehingga dia menangis dan menangis tanpa memperhatikan mahluk disekitarnya.
Maka bagi orang lain yang tidak memahami, akan terasa asing. dia sendiri juga asing melihat orang umum dan sebaliknya, orang umum melihat aneh.  Orang umum tidak bisa melihat dosa dosanya  sendiri sehingga tidak bisa menangis akibat tertutupi oleh dosa yang menumpuk dan tak terampuni. Bagi salikun, menangis itu bagian dari penyesalan diri yang sekian lama berlarut larut bergelimang dosa dan berupaya memohon maghfirohnya Allah SWT.

Tatkala sang salik menyaksikan perbuatan Allah , dengan tajalli sifat roufur rohimnya Allah, dia merasa bahagia atas belas asihnya Allah sehingga tampak gembira dan sesekali tersenyum riang akan ampunan  Allah sementara orang disekitarnya juga tidak mengetahui.
Ketika sang Salik sedang menyaksikan tajalli sifat Qohharnya Allah, Dia tampak perkasa dan memiliki kekuatan yang tidak umum. terkadang dia mampu mengangkat beban yang sangat berat dan tidak mungkin dilakukan oleh orang umum. Ketika ditajalli sifat sama’nya Allah, dia bisa mendengar percakaan dari jarak jauh. dan lain sebagainya.

Banyak sekali kejadian kejadian yang dialami oleh Salikun termasuk kemampuan kemampuan lain yang sifatnya KHORIKUL ADAH. Sifatnya tidak umum dimiliki orang yang mana menyimpang dari kebiasan orang umum dan tampak diluar kebiasaan dan aneh bin ajaib.

Dalam menyaksikan tajalli tajallinya Allah, sang Salik sangat dipengaruhi oleh hatinya dan keadaan sebatas mana tibgkat kempurnaan imannya. Dari catatan sejarah, banyak salikun yang jatuh terelanting dari hadapan Allah dan bahkan hancur keimanannya. Keadaan Salikun itu sebenarnya sangat rapuh. Imannya berada diujung tanduk yang sangat licin. Tajalli Allah yang dilihatnya membuat dia terpesona namun disisi lain, dia melirik keindahan keindahan itu yang mana tajalli Allah terjadi pada dirinya dan sekelilingnya.
Saat sang Salik melirik tajajalli yang terjadi padanya, seakan akan dia diberi berbagai macam keistimewaan. di saat itulah Salikun merasa senang, merasa diberi dan merasa memperoleh apa apa yang didambakan oleh nafsu sebab memang keindahan itu cocok dengan nafsunya. 

Saat itulah Salikun terjatuh dihadapan Allah hingga terjerembab dalam jurang kenistaan di hadapan Allah. Spontan dia ditangkap oleh syetan yang bekerja sama dengan nafsunya sendiri. di sinilah kemenangan syetan atas anak cucu Adam. Syaitan terbahak bahak sebab berhasil menggugurkan perjalanannya menuju Allah.

Saat itulah sang salik terhalang kepada Allah. Dia berubah menjadi asyik dengan keistimewaan keistimewaan yang dianggapnya berasal dari Allah. Di hadapan orang umum dia berubah menjadi orang Alim atas ilmu ilmu yang dilihatnya saat dijadzbu oeh Allah. dia memiliki berbagai karomah karomah. Dia memiliki kemampuan istimewa sebagaimana tajalli yang pernah disaksikannya, namun sebenarnya dia terpelanting dan berangkul rangkulan dengan syetan tanpa disadari.

Kenapa hal itu terjadi ?

Pertama :
Sebab dia berangkat menuju Allah yang sebenarnya dalam keadaan belum ma'rifat kepada Allah. kemudian ditajalli dengan Sifat dan af'aliyah Allah,

Kedua:
Dalam menuju Allah, Kedudukan  Sang Salik mengamalkan berbagai amalan sholeh tanpa bimbingan seseorang guru yqang berhak membimbing sebab belum memiliki guru kamil mukammil walaupun dia menganggap guru kepada seorang yang dianggapnya sempurna. Tidak bisa dipungkiri jika dia melompat kesana kemari ketika melihat kebenaran di sana sini.Yang sementara waktu tidak hanya kebenaran saja diperlukan namun dalam menuju Alloh masih banyak hal yang perlu dipenuhi. Antara lain Sabar , syukur, maghfiroh, mahabbah, dan ridho Allah SWT serta berbagai pernak perniknya.

Ketiga :
Dengan menyaksikan berbagai macam warid, maka Sang salik bersemangat dan makin banyak macam aktifitas ibadah yang dilaksanakan dan pada kondisi tertentu akan merasa bosan dengan warid warid tersebut ( waleh = jawa ) Sebab dorongan warid itu masing masing menuntut sebuah perbuatan ibadah. sehingga tanpa disadari dia sibuk dengan warid warid tersebut. maka sadar atau tidak, dia menjadi abdul warid.
Keempat :
Ketika Sang Salik ditajalli oleh sifat Allah, dia akan memiliki kemampuan luar biasa yang tidak dimiliki oleh orang umum. Dia akui atau tidak, dia ikut bahagia. ayem dan tentrem. Rasa ayem tentrem itulah titik awal terperosoknya ke dalam jurang yang sangat dalam. sehingga perasaan senang menjadi besar hati mengarah kepada rasa suka dipuji. perasaan suka dipuji menjadi riya' dan jika tidak segera disadari sekejap menjadi bangga yang mengandung makna takabbur. Inilah titik kerapuhan iman para Salikun.

Kelima:
Ketika sang Salik sudah merasa bahagia dengan jerih payahnya, maka dia mulai menampilkan KHORIQUL ADAH yang ada pada dirinya. Jika khoriqul adah itu berupa keahlian bidang pengobatan, maka dia menampilkan dirinya sebagai orang yang merasa diberi kemampuan oleh Allah mengobati orang lain dan tak sedikit dari mereka menjadi Thobib atau dokter (dukun = jawa.). Ketika sudah menjadi Thobib, tanpa disadari bahwa tujuan awalnya adalah berangkat menuju Allah.
Atau jika dia ditajalli sifat keperkasaan Allah, maka dia tampil perkasa dengan sendirinya. sehingga dia akan melakukan aktifitas yang ada hubungannya dengan kekuatan dan keperkasaan itu. Hingga dia mulai menggunakan pemberian keerkasaan itu untuk melangsungkan urusan kehidupannya. ada yang mulai menggelar atraksi  keerkasaan, akrobat dan ketangkasan dan lain sebagainya.

Keenam.
Kondisi Salikun yang sebenarnya belum ma'rifat, dan disisi lain sudah ditajalli berbagai sifat Allah, Nafsunya mulai mengaku aku dengan tajalli tersebut. walaupun lisannya berkata ini semua dari Allah, namun hatinya tetap tersenyum dan bangga akan pembetian Allah dan sesekali ujubny menjadi takabbur.
Jika sudah demikian, dia akan tampil sebagai guru Karomah, guru tenaga dalam, guru rohani, guru guru kebatinan yang mana hal ini banyak kita temui di masyarakat beragama. Namun tidak membawa muridnya sadar kepada Allah akan tetapi malah banyak murid murid pelaku Ilmu Katomah, banyak yang mengandalkan ktomahnya. Murid murid tenaga dalam, di sana sini menampilkan kekuatan tenaga dalamnya. dan lain sebagainya.
Jika seorang murid, dalam prakteknya menekuni dan menampilkan kelebihan kelebihan tertentu, termasuk kelebihan tenaga dalam, ilmu karomah, atau keahlian bidang pengobatan, atau ilmu lainnya, ini menandakan bahwa dia berguru kepada seseorang yang tidak mengajak sadar kepada Allah walaupun kelihatan sangat bagus dan istimewa.  Walaupun tiap ucapannya berupa lafadz Allah, atau  asmaul a'dzhom au asmaul husna.


Kiranya sementara cukup sekian kajian MURIDUN yang hingga saat ini belum pada kajian yang dimaksud dengan judul.  Semoga  kita diberi kesempatan oleh Allah untuk melanjutkan kepada pokok kajian. Namun, dalam menuju pokok kajian, ini sangat penting bagi kita memahami proses perjalanan menuju Alloh. yang mana pemahaman pemahaman muriiduun itu tidak mudah kita terapkan apabila pemahaman di bawahnya belum kita sadari.
Sebelum kita akhiri kajian sementara ini, sebagai ringkasan bahwa Salikun yang berjalan menuju Allah itu sangat banyak yang mengalami kegagalan serta mengalami kehancuran sebab dia tidak menemukan seorang guru mursyid yang kamil mukammil yang menduduki jabatan sebagai Ghouts Hadzaz Zaman RA. Yang mana beliau menempati qolbu istofil dan Isrofil Alaihi Salam itu Sendiri Adalah Galih Rosululloh SAW.
Demikian kajian ini kami uraikan, semoga uraian ini datang dari Allah dan bukan dari nafsu kami. Semoga setiap kata dan huruf, dipenuhi kalamulloh sehingga siapapun yang ikut membaca, diberi hidayah . untuk itu kami sarankan dalam hati berusaha senantiasa menghadap Allah SWT wa Rosulihi SAW. Aamiin. yaa robbal 'aalamiin.

Wabillahi taufiq wal hidayah.

Wassalamu'alaikum wr wb.

Selasa, 18 November 2014

HADITS 40 ARBAIN AR-ROWI HADIS 2 : BAB MEMINTA DENGAN NAMA DAN MEMOHON PERLINDUNGAN TA’ALA DENGAN PERANTARAAN NAMANYA



oleh Hadhrat Faqir Maulawi Jalaluddin Ahmad Ar-Rowi 'Ufiyallahu 'Anhu

Hadhrat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu telahmeriwayatkan bahawa Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam telah bersabda:“Apabila seseorang dari kamu mendatangi tempat tidurnya, maka hendaklah dia mengkibas-kibaskan katilnya denganhujung kainnya sebanyak tiga kali dan hendaklah mengucapkan:

Bismika Rabbi Wada’tu Janbi, Wa Bika Arfa’hu, In Amsakta Nafsi Faghfir Laha, Wa In Arsaltaha FahfazhaBima Tahfaz Bihi ‘Ibadakas Salihin.”

PENJELASAN HADITS 2

Hadhrat Imam Bukhari Rahmatullah ‘Alaih telah meriwayatkan Hadits ini dari ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah dan beliau telah meriwayatkan dari Malik dan beliau telah meriwayatkan dari Sa’id bin Abu Sa’id Al-Maqburi dan beliautelah meriwayatkan dari Hadhrat Abu Hurairah Radhiyallahu‘Anhu dan beliau pula telah meriwayatkan Hadits ini dari Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu‘Alaihi Wasallam. Dalam Hadits ini, Hadhrat Baginda Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam telah mengajarkan kepada Ummatnya berkenaan adab-adab ketika hendak masuk tidur, tidak kira sama ada di waktu siang mahu pun pada waktu malam Firash bererti tempat untuk kita merebahkan badan untuk tidur dan baring beristirahat. Sebelum kita meletakkan diri kita di perbaringan, hendaklah kita mengkibaskan-kibaskan katil kita ataupun cadar tilam kita dengan hujungkain, sama ada menggunakan kain selimut, kain serban, kain baju atau sebarang kain sebanyak tiga kali. 

Hikmah dariamalan Sunnah Hadhrat Baginda Nabi MuhammadRasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam ini adalah bagi  menghindarkan kita dari bahaya binatang yang berbisa sepertiular, lipan, kala jengking, serangga dan sebagainya. Tiga kalikibasan adalah memadai dan jika lebih tidak lagi menjadi perkara Sunnah bahkan ianya adalah perkara yang Mustahab. Seterusnya Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam telah menyuruh kita agar berdoa kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan doa berikut:
Bismika Rabbi Wada’tu Janbi, Wa Bika Arfa’hu, In Amsakta Nafsi Faghfir Laha,Wa In Arsaltaha Fahfazha Bima Tahfaz Bihi ‘Ibadakas Salihin.

Dengan Nama Tuhan Pemelihara daku meletakkan badanku dan dengan NamaMu daku mengangkatnya, jika Engkau menahan diriku maka ampunkanlah baginya, dan jika Engkau mengirimkannya kembali maka peliharalah iadengan apa yang Engkau pelihara hamba-hambaMu yang Salih dengannya.

Dalam doa ini Hadhrat Baginda Rasulullah Sallallahu‘Alaihi Wasallam telah mengajarkan kita suatu doa yang tidak pernah diajarkan oleh sesiapa pun di atas muka bumi kerana Hadhrat Baginda Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah Rasul Utusan Allah yang dihantar kepada seluruh ummat manusia untuk mengajar tentang cara menjalani kehidupan di atas Dunia ini sebagai membuat persiapanuntuk menuju ke Alam Akhirat.Menurut Hadhrat Imam Rabbani Mujaddid Alf Tsani Rahmatullah ‘Alaih, setiap diri ummat manusia ini adalah himpunan dari sepuluh anasir-anasir yang dijadikan olehAllah yang terdiri dari lima anasir Alam Amar iaitu Qalb,Ruh, Sirr, Khafi dan Akhfa dan lima anasir dari Alam Khalaqiaitu Nafs, Tanah, Air, Api dan Angin.Nafs adalah diri kita atau dalam istilah ilmu kejiwaan Psikologi disebut sebagai Ego. Nafs juga diertikan sebagai nafsu seseorang. Nafsu seseorang adalah berkaitan denganEgo seseorang yang mana keakuan yang ada didalam diri setiap ummat manusia. Setiap manusia memiliki nafsu dan setiap nafsu manusia seringkali melakukan dosa dengan melakukan pekerjaan yang ingkar dan maksiat.Orang yang beruntung adalah mereka yang sentiasa mensucikan nafsunya dengan ketaqwaan terhadap AllahSubahanhu Wa Ta’ala. Untuk mencapai penyucian nafsu iniseseorang itu hendaklah sentiasa memohon keampunan dan taubat dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala.Apabila seseorang itu mulai hendak tidur, dalam keadaan mengantuknya itu, dirinya akan hilang seketika meskipun badannya masih tetap berlabuh di tempat perbaringan. Pada waktu kita sedang tidur itu, Ruh kita sedang berada dalam genggaman Allah Ar-Rahman, makaadalah menjadi hak kekuasaan mutlak bagiNya sama ada untuk mengembalikan Ruh tersebut ataupun tidak.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berkuasa untuk menahan Ruh kitaseberapa lama yang Dia suka seperti mana yang pernah terjadikepada Ashabul Kahfi yang telah ditidurkan oleh AllahSubhanahu Wa Ta’ala selama beratus-ratus tahun sepertimana yang telah Allah Subhanahu Wa Ta’ala kisahkan di dalam Kitab Suci Al-Quran pada Surah Al-Kahfi.Dalam Hadits ini, Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam telah menjelaskan dalam doa tersebut bahawa ketika hendak tidur juga kita perlu mengingati Tuhan Yang Maha Pemelihara supaya Dia memelihara diri kita sewaktu kita sedang tidur dan ketika kita bangun dari tidur.Dengan NamaNya kita merebahkan badan dan dengan menyebut NamaNya juga kita mengangkatkan badan dari tempat perbaringan. Ini merupakan doa yang sepatutnya diamalkan oleh seluruh Ummat Islam kerana ianya berisi doa keampunan terhadap diri kita. Andai kata kita dimatikan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala, maka mudah-mudahan diri kita terpelihara dengan Sifat Al-GhaffarNya yang mana Dia adalahMaha Pengampun terhadap sekelian dosa kecuali dosamensyirikkanNya. Jika Allah Subhanahu Wa Ta’ala hendak menghidupkan kita kembali maka Dia pun akanmengembalikan Ruh kita kepada tubuh badan kita, lalu kita pun bangkit dari tidur, kemudian hendaklah kita teruskan kembali mengingati ZatNya Yang Maha Esa dengan sebutandoa-doa Masnun yang telah diajarkan oleh Hadhrat BagindaNabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam

Seterusnya Hadhrat Baginda Nabi MuhammadRasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam mengajarkan kita agar meminta kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala agar diri kitadipelihara seperti mana Dia telah memelihara hamba-hambaNya yang Salih. Hamba-hambaNya yang Salih adalahorang-orang yang beriman kepada Allah Subhanahu WaTa’ala dengan keimanan yang sempurna dan mereka jugaturut melakukan amalan-amalan yang Salih seperti memelihara sembahyang lima waktu, berzikir, membaca Al-Quran, berselawat, beristighfar memohon keampunan dan sebagainya.Hamba-hamba Allah yang Salih adalah mereka yang beramal dengan amalan Sunnah Hadhrat Baginda NabiMuhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam denganikhlas dan istiqamah di samping keteguhan dan keyakinanIman mereka terhadap kekuasaan Zat Allah Subhanahu WaTa’ala yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Mereka itu adalah Awliya Allah di atas muka bumi ini yang sentiasa mendapat pemeliharaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalamapa jua keadaan. Pada diri mereka tidak terdapat sebarang kerisauan dan kebimbangan dan mereka juga tidak takut padaapa jua hal dan keadaan.Allah Subhanahu Wa Ta’ala sentiasa memelihara mereka dalam segala urusan kehidupan mereka keranamereka adalah orang-orang yang sentiasa mendekatkan diri dengan Allah dan sentiasa memohon keampunan untukdirinya dan keampunan untuk kedua orang tua mereka danseluruh Ummat Islam. Allah memberkati rezeki mereka dengan kecukupan dan mereka juga terpelihara dari sebarang sifat-sifat yang keji seperti membazir dan bersifat Takabbur membesarkan diri kerana ianya merupakan antara sifat-sifat Syaitan.

Berdoa memohon kepada Allah Subhanahu Wa Ta’alaagar Dia memelihara kita sepertimana Dia memelihara hamba-hambaNya yang Salih, adalah bermaksud agar kita juga turut menuruti jejak langkah dan tingkah laku merekayang bertepatan dengan amalan Sunnah Nabawiyah. Merekaadalah Para ‘Alim ‘Ulama dan Para Awliya Allah yang sentiasa berpegang kepada ajaran Syari’at Islam. Para ‘Ulamaadalah Pewaris Para Anbiya.Mudah-mudahan dengan mengamalkan doa ini akan mendatangkan faedah kepada Ummat Islam secara amnya supaya kita terselamat jika kita mati tatkala tidur dan jika kita dibangkitkan kembali, maka mudah-mudahan diri kitamendapat pemeliharaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala sepertimana Dia telah memelihara hamba-hambaNya yang Salih. Dalam Hadits ini juga mengajarkan kita dengan dua bentuk amalan Sunnah Nabawiah, iaitu yang bersifat Fi’liyakni amal perbuatan seperti mengkibas-kibaskan katil dengan menggunakan kain dan Sunnah yang bersifat Qauliyakni sebutan bacaan doa. Doa-doa yang telah diajarkan oleh Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam jugaadalah merupakan Wahyu dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala kerana di dalam Al-Quran ada dinyatakan bahawa Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak mengucapkan kata-kata menurut Hawa Nafsunya melainkan ianya adalah Wahyu yang diwahyukan oleh AllahSubhanahu Wa Ta’ala

Senin, 17 November 2014

ASBABUN NUZUL Surah Al-Baqarah (Surat 2) Ayat 89, 94 dan 97



Dinukilkan  dari Jalaluddin As-Suyuthi, Lubaabun Nuquul fii Asbaabin Nuzuul

Ayat 89, yaitu firman Allah ta’ala

“Dan setelah datang kepada mereka Al Qur’an dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka , padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka la’nat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu.” (al-Baqarah: 89)

Sebab Turunnya Ayat
Al-Hakim meriwayatkan di dalam al-Mustadrak dan al-Baihaqi di dalam Dalaa’ilun Nubuwwah dengan sanad dhaif dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Dulu orang-orang Yahudi Khaibar selalu berperang dengan orang-orang Ghathfan. Setiap kali berperang, orang-oran Yahudi selalu kalah. Oleh karena itu mereka berdoa, ‘Ya Allah, kami memohon kepadamu dengan kebenaran Muhammad, Nabi yang ummi, yang Engkau janjikan akan mengutusnya untuk kami di akhir zaman, tolonglah kami.’ Setiap kali berdoa dengan doa di atas dan kemudian berperang dengan Ghathfan, mereka pun mendapatkan kemenangan. Lalu ketika Nabi Muhammad saw. diutus, mereka tidak beriman kepada beliau. Maka Allah menurunkan firman-Nya,
‘…sedangkan sebelumnya mereka memohon kemenangan atas orang-orang kafir,…” (al-Baqarah: 89)
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari jalur Sa’id atau Ikrimah dari Ibnu Abbas bahwa orang-orang Yahudi memohon kepada Allah dengan bertawassul dengan Rasulullah sebelum beliau diutus, untuk mendapatkan kemenangan atas orang-orang Aus dan Khazraj. Ketika beliau diutus dari kalangan orang-orang Arab, mereka pun kafir dan mengingkari apa yang telah mereka katakan. maka Mu’adz bin Jabal, Bisyr ibnul-Barra’, dan Dawud bin Salamah berkata, “Wahai orang-orang Yahudi, bertakwalah kepada Allah masuklah Islam. Kalian dulu memohon kepada Allah dengan bertawassul kepada Muhammad untuk dapat mengalahkan kami ketika kami masih musyrik. Dan kalian beritahu kami bahwa dia pasti akan diutus dan kalian juga pernah menyebutkan sifat-sifatnya sesuai dengan sifat-sifatnya saat ini.”
Maka Salam bin Misykam, salah seorang dari Bani Nadhir berkata, “Dia tidak datang kepada kami dengan apa yang kami ketahui. Dan yang kami sebutkan kepada kalian bukan dia.” Maka Allah menurunkan firman-Nya,
“Dan setelah datang kepada mereka Al Qur’an dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka , padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka la’nat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu.” (al-Baqarah: 89)

Ayat 94, yaitu firman Allah ta’ala,

“Katakanlah: “Jika kamu (menganggap bahwa) kampung akhirat (surga) itu khusus untukmu di sisi Allah, bukan untuk orang lain, maka inginilah kematian(mu), jika kamu memang benar.” (al-Baqarah: 94)

Sebab Turunnya Ayat
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Abul Aliyyah, dia berkata, “Orang-orang Yahudi berkata, ‘Hanya orang-orang Yahudi yang akan masuk surga.’ Maka Allah berfirman, Katakanlah: “Jika kamu (menganggap bahwa) kampung akhirat (surga) itu khusus untukmu di sisi Allah, bukan untuk orang lain…’”

Ayat 97, yaitu firman Allah ta’ala,

“Katakanlah: “Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al Qur’an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah. membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman.” (al-Baqarah: 97)

Sebab Turunnya Ayat
Al-Bukhari meriwayatkan dari Anas, dia berkata, “Abdullah bin Salam mendengar informasi kedatangan Rasulullah ketika dia sedang berada di dalam kebunnya pada muslim panen. Kemudian dia mendatangi Rasulullah dan berkata, ‘Saya akan bertanya kepadamu tiga hal yang hanya diketahui oleh seorang nabi. Pertama, apa tanda-tanda awal terjadinya hari kiamat? Kedua, apa makanan pertama para penghuni surga? Ketiga, bagaimana seorang anak mirip dengan ayah atau ibunya?
Lalu Rasulullah menjawab, ‘Baru saja Jibril memberitahu saya.’
Abdullah bin Salam dengan nada terjekut bertanya, ‘Jibril?’
‘Ya,’ jawab Rasulullah singkat.
Abdullah bin Salam berkata, ‘Dia adalah malaikat yang jadi musuh orang-orang Yahudi.’
Maka Rasulullah membacakan ayat, ‘Katakanlah, ‘Barangsiapa yang menjadi musuh Jibril, maka jibril itu telah menurunkannya (Al-Qur’an) ke dalam hatimu…”” (9)
Syaikhul Islam Ibnu Hajjar al-Asqalani berkata di dalam kitab Fathul Baari, “Secara zahir dari susunan riwayat tersebut, Nabi saw. membacakan ayat di atas untuk membantah keyakinan orang-orang Yahudi. Dan hal itu tidak mengharuskan ayat tersebut turun waktu itu.” Ibnu Hajjar kemudian menambahkan, “Dan inilah yang paling kuat.”
Terdapat kisah lain juga yang shahih tentang sebab turunnya ayat di atas.
Imam Ahmad, at-Tirmidzi, dan an-Nasa’i meriwayatkan dari jalur Bukair bin Syihab dari Sa’id ibnuz-Zubair, dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Pada suatu hari orang-orang Yahudi mendatangi Rasulullah, lalu berkata, ‘Wahai Abul Qasim, kami akan bertanya kepadamu tentang lima hal. Jika engkau menjawab semuanya, maka kami tahu bahwa engkau adalah seorang nabi.’”
Lalu Ibnu Abbas menyebutkan isi hadits tersebut. Di antaranya, orang-orang Yahudi itu menanyakan tentang apa yang diharamkan oleh Bani Israel terhadap diri mereka sendiri, tentang tanda-tanda seorang nabi, tentang petir dan suaranya, tentang bagaimana seorang anak mempunyai kelamin laki-laki atau wanita dan tentang siapakah yang membawa berita dari langit, yaitu ketika mereka bertanya, “Beritahu kami siapa dia?” Rasulullah menjawab, “Jibril.”Salah seorang dari mereka pun berkata, “Jibril yang datang dengan membawa peperangan, pembunuhan, dan siksaan adalah musuh kami. Kalau seandainya kau katakan Mikail, sang malaikat pembawa rahmat, tetumbuhan, dan hujan, tentu akan lebih baik.” Maka turunlah ayat di atas. (10)
Ishaq bin Rahuyah dalam musnadnya dan Ibnu Jarir meriwayatkan dari jalur asy-Sya’bi bahwa suatu kali Umar pernah mendatangi orang-orang Yahudi, lalu dia mendengar isi Taurat. Maka dia pun takjub, karena isi yang dia dengar sama dengan apa yang ada di dalam Al-Qur’an. Lalu Nabi saw. lewat di depan mereka. Maka Umar bertanya kepada orang-orang Yahudi, “Demi Allah, apakah kalian tahu bahwa dia adalah seorang utusan Allah?” Seorang pendeta mereka menjawab, “Ya kami tahu bahwa dia adalah utusan Allah.”
Maka Umar pun menyahut, “Lalu mengapa kalian tidak mengikuti ajarannya?” Mereka menjawab, “Karena ketika kami bertanya kepadanya tentang siapa yang membawa berita kenabian kepadanya, dia menjawab yang membawanya adalah Jibril. Sedangkan Jibril adalah musuh kami karena Jibril turun ke bumi dengan membawa kekerasan, kesusahan, peperangan, dan kehancuran.”
Umar pun kembali bertanya, “Lalu siapakah malaikat yang menjadi utusan Allah untuk kalian?” Mereka menjawab, “Dia adalah Mikail, malaikat yang turun dengan membawa air hujan dan rahmat.” Umar kembali bertanya, “Bagaimana posisi keduanya di sisi Allah?” Mereka menjawab, “Satunya di sebelah kanan dan satunya lagi di sebelah kiri-Nya.”
Maka Umar berkata, “Sesungguhnya Jibril tidak mungkin memusuhi Mikail. Mikail juga tidak mungkin berdamai dengan musuh Jibril. Saya bersaksi bahwa keduanya dan Tuhan keduanya berdamai dengan siapa saja yang berdamai dengan mereka. Dan juga berperang dengan yang mereka perangi.”
Kemudian Umar mendatangi Nabi saw. untuk memberi tahu beliau tentang hal itu. Ketika Umar baru bertemu dengan beliau dan belum menyampaikan hal itu, beliau bersabda, “Maukah engkau saya beritahu tentang ayat yang baru saja diturunkan kepadaku?” Umar menjawab, “Ya, wahai Rasulullah.” Lalu Rasulullah membacakan firman Allah,

“Katakanlah: “Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al Qur’an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah. membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman. Barang siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir.” (al-Baqarah: 97-98)

Maka Umar berkata, “Wahai Rasulullah, demi Allah saya datang dari tempat orang-orang Yahudi hanya untuk mendatangimu dan memberi tahumu tentang apa yang mereka katakan kepada saya dan apa yang saya katakan kepada mereka. Namun ternyata Allah mendahului saya untuk memberi tahumu.”
Isnad hadits ini adalah shahih, akan tetapi asy-Sya’bi tidak pernah bertemu Umar. (11)
Ibnu Abi Syaibah dan Ibnu Abi Hatim juga meriwayatkan dari jalur lain dari asy-Sya’bi.
Ibnu Jarir juga meriwayatkan dari jalur as-Suddi dari Umar. Dia juga dari jalur Qatadah dari Umar. Dan kedua jalur tersebut juga terputus.
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari jalur lain dari Abdurrahman bin Abi Laila bahwa seorang Yahudi bertemu dengan Umar ibnul-Khaththab. Lalu orang Yahudi itu berkata, “Sesungguhnya Jibril yang menyampaikan berita langit untuk temanmu itu adalah musuh kami.” Umar pun menjawab, “Barangsiapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir.” Maka, turunlah ayat di atas melalui lisan Umar.
Jalur-jalur ini saling menguatkan.
Ibnu Jarir menyatakan bahwa sebab turunnya ayat tersebut adalah cerita di atas merupakan ijma’ para ulama.