Sabtu, 19 Maret 2016

KITAB AJARAN KAUM SUFI AL-KALABADZI : AJARAN 40.AJARAN KAUM SUFI MENGENAI KETAKUTAN (KHAUF)



Kitab Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf

Karya  Ibn Abi Ishaq Muhammad ibn Ibrahim ibn Ya’qub Al-Bukhari AL-KALABADZI

Abu Amr al-Damisyqi berkata : “Orang yang takut itu adalah yang meresa lebih takut kepada dirinya sendiri daripada kepada musuh.”

Ahmad ibn al-Sayyid Hamdawaih berkata: “Orang yang takut itu dibuat takut oleh hal-hal yang menyebabkan (yang lain) merasa takut.”

Abu Abdillah ibn al-Jalla berkata : “Orang yang takut adalah yang ditetntramkan dari hal-hal yang menyebabkan rasa takut.”

Ibn Khubaiq berkata : “Orang yang takut itu diliputi keadaan-keadaan tiap-tiap sat mistis. Pada suatu waktu dia dibaut takut oelh hal-hal yang menyebabkan  rasa takut, dan pada waktu yang lain hatinya ditenteramkan.” Orang yang takut akan hal-hal yang menyebabkan rasa takut adalah orang yang dikuasai oleh rasa takut sampai sedemikian rupa, sehingga dia sepenuhnya menjadi rasa takut, dan segala sesuatu menjadi takut kepadanya. Maka dikatakan bahwa, “Siapa pun yang merasa takut kepda Tuhan, akan ditakuti oleh segala sesuatu.” Orang yang ditenteramkan hatinya dari hal-hal yang membuat rasa takut itu sifatnya adalah sedemikian rupa, sehingga ketika hal-hal itu berupaya mengganggu zikirnya, maka mereka tidak bisa mempengaruhinya, sebab rasa takutnya kepada Tuhan membuatnya tidak menyadari adanya segala sesuatu, maka segala sesuatu itu pun tidak akan menyadari adanya dia.

Puisi berikut akan memberi penjelasan akan hal ini :
Dia yang dibakar api, adalha dia yang melihat api;
Tapi dia yang menjadi api --- bagaimana bisa terbakar..?

Ruwain berkata : “Orang yang takut adalah dia yang tidak merasa takut kepada apa pun selain Tuhan.” Yang dimaksudkannya adalah bahwa dia takut kepada Tuhan, bukan demi dirinya sendiri, melainkan akrena rasa takzimnya kepada Tuhan. Rasa takut hanya demi dirinya sendiri adalah rasa takut kepada rasa itu sendiri.

Sahl berkata : “Rasa takut (Khauf) itu laki-laki, pengharapan (raja’) itu perempuan.” Yang dimaksudkannya adalah, bahwa dari yang dua itu lahirlah hakikat iman.

Dia juga berkata : “Jika seseorang merasa takut kepada yang selain Tuhan, sedang dia meletakkan harapannya kepada Tuhan, maka Tuhan memberinya rasa aman dari ketakutan itu dan dia pun diselubungi.”

KITAB AJARAN KAUM SUFI AL-KALABADZI : AJARAN 39.AJARAN KAUM SUFI MENGENAI KERENDAHAN HATI (TAWADHU)



Kitab Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf

Karya  Ibn Abi Ishaq Muhammad ibn Ibrahim ibn Ya’qub Al-Bukhari AL-KALABADZI

Al-Junaid ditanya mengenai kerendahan hati dan dia berkata : “Itu adalah merendahkan sayap dan mengerutkan pinggang.”

Ruwain berkata : “Kerendahan hati adalah hati yang merendahkan diri di hadapan Tuhan, yang megetahui yang gaib.”

Sahl berkata : Penyempurnaan zikir kepada Tuhan adalah perenungan, dan penyempurnaan kerendahan hati dalam perasaan senang bersama Tuhan.”

Yang lain berkata : “Kerendahan hati adalah menerima kebenaran dari Kebenaran dan demi Kebenaran.

Yang lain berkata : Kerendahan hati adalah berbesar hati pada masa-masa sulit, teguh dalam kepasrahan, dan menanggung beban dari orang-orang beragama

KITAB AJARAN KAUM SUFI AL-KALABADZI : AJARAN 38.AJARAN KAUM SUFI MENGENAI KEFAKIRAN



Kitab Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf

Karya  Ibn Abi Ishaq Muhammad ibn Ibrahim ibn Ya’qub Al-Bukhari AL-KALABADZI

Abu Muhammad al-Jurairi berkata : “Kefakiran berarti bahwa orang tidak boleh mencari yang tidak maujud, sampai rang itu gagal menemukan hal yang maujud.”
Maksudnya adalah, bahwa orang tidak boleh mencari mata pencaharian, kecuali jika orang itu khawatir tidak mampu melaksanakan tugas keagamaan, karenanya Ibn al-Jalla berkata : “Kefakiran adalah, bahwa tidak ada sesuatu, itu tidak boleh menjadi milikmu.” Perkataan itu mengandung arti sama dengan firman Tuhan : “Sedang mereka lebih mengutamakan kepentingan orang lain, ketimbang kepentingan mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan (pua).

 Abu Muhammad Ruwai, ibn Muhammad, berkata : “Kefakiran itu berati ketidak maujudan semua maujud, dan pemasrahan semua benda yang tidak ada lagi.”

Al-Kattani berkata : “Kalau seseorang benar-benar membutuhkan Tuhan, berati dia benar-benar kaya karena dia bersama Tuhan; tak satu pun dari dua keadaan itu sempurna oleh ketiadaan salah satunya.”

Al-Nuri berkta : “Fakir adalah orang yang harus bungkam ketika dia tidak memiliki sesuatu, dan bermurah hati serta tidak hanya memikirkan dirinya sendiri kalua dia memiliki sesuatu.”

Salah seorang dari tokoh-tokoh besar Sufi berkata : “ Orang yang fakir dilarang berleha-leha, dan juga dilarang meminta. Maka Nabi berkata : “ “Jika dia telah memohon kepada Tuhan, maka Tuha pasti telah memenuhinya.” Hal ini menandakan bahwa dia tidak akan memohon sebegitu rupa”

Al-Darraj berkata : “Aku mengamati lengan baju tuanku, mencari-cari kotak celak, dan di dlamnya kutemukan sepotong perak. Aku terperanjat dan waktu beliau datang aku mendekatinya dan berkata : “Lihat, saya menemukan sepotong (perak) di lengan baju tuan!’ Beliau menyahut : “Aku telah melihatnya. Kembalikanlah.” Lalu beliau berkata : “Ambillah, dan belilah sesuatu dengannya.” Aku bertanya : “ Apakah gunanya potongan ini, dalam padangan hukum-Nya yang tuan puja? Beliau menjawab : “Tuhan tidak memberikan kepdaku yang kuning dan yang putih di dunia ini, kecuali ini; dan aku bermaksud untuk membuat pernyataan bahwa benda itu harus dibungkus dalam alas tilamku, sehingga aku dapat mengembalikannya kepada Tuhan.”
Saya mendengar Abul-Qasim al baghdadi menuturkan anekdor berikut ini, yang didengarnya dari Al-Dauri : “Pada malam perayaan, kami ada bersama Abul-Husain al Nuri, di Masjid Syunizi. Seorang laki-laki mendatangi kami da berkata kepada al-Nuri, “Tuan, besok akan ada perayaan. Apa yang akan tuan kenakan?

Al Nuri mulai menyitir puisi ini :
“Esok akan ada perayaan!, seru mereka,
“Pakaian apa yang tuan kenakan?’ Dan ku menyahut :
“Pakaian pemberian-Nya, yang telah menuangkan
penuh-penuh unemelaratan..
Dan kesabran adalah bajuku, dan mereka menutup
Sebuah hati yang pada setiap pesta menampak Pecintanya..
Adakah pakaian yang lebih indah untuk  menjelang Sang Karib..
Atau mengunjungi Dia, kecuali yang telah dipinjamkan oleh-Nya?
Kala engkau, Pengahrapanku, tiada dekat..
Setiap saat adalah kedukaan dan ketakuran;
Tapi sementara aku bida memandang dan mendengar engkau..
Seluruh hartaku, dan hidup itulah perayaan!!!”

Salah seorang tokoh Sufi ditanya : “Apa yang  telah mencegah orang kaya itu dari menyerahkan kelebihan harta mereka kepaa kelompok ini?” Dia menjawab : “Tiga hal. Yang pertama adalah, bahwa yang mereka miliki itu tidak baik; nah, orang-orang Sufi itu adalah pilihan Tuhan; dan apa yng telah dipilih untuk  hamba-hamba Tuhan adalah yang diterima (oleh Tuhan), sedang Tuhan hanya menerima yang baik saja. Yang ke dua adalah bahwa orang-orang  Sufi itu pantas menerima (karunia Tuhan), dan karenanengapa engkau tidak meminta kepada orang-orang  agar mereka memberimu makanan? Dia menyahut : “Aku takut meminta kepada mereka, kalau-kalau mereka menolak diriku dan menjadi binasa karenanya. Aku telah mendengar nabi berkata  : “Jika permintaan itu tulus, yang menolak dirinya akan binasa.”

KITAB AJARAN KAUM SUFI AL-KALABADZI : AJARAN 37.AJARAN KAUM SUFI MENGENAI KESABARAN



Kitab Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf

Karya  Ibn Abi Ishaq Muhammad ibn Ibrahim ibn Ya’qub Al-Bukhari AL-KALABADZI

Sahl berkata : “Kesabaran adalah pengharapan akan lipuran dari Tuhan; kesabaran merupakan kebaktian yang paling mulia dan paling tinggi.” Yang lain berkata : “Kesabaran berarti bersikap sabar terhadap kesabaran.” Hal ini menandakan bahwa orang tidak boleh mencari pelipur di situ. 

Yang lain menggubah syair di bawah ini :
Dengan kesabaran, dia bersabar menanggung,
Hingga kesabaran, berseru “Kan memberikan pertolongannya.”
Dan, karena terdidik dalam kesabaran..
“Wahai kesabaran, bersabarlah!” dia menyahut...

Sahl berkata : “Firman Tuhan yang berbunyi : “Minta tolonglah kamu dengan kesabaran dan shalat (Qs.2:42), mengandung arti : “Mintalah pertolongan Tuhan, dan bersabarlah dengan perintah dan takdir Tuhan”

Sahl juga berkata : “Kesabaran itu rahmat, dan dengan itu segala sesuatu diberi rahmat.”

Abu Amar al-Damisyqi menjalskan firman Tuhan : “Bencana (penyakit) telah menimpaku,” Artinya : Bencana telah menimpaku, dan mengajarkan kesabaran kepadaku, sebab Engkaulah yang paling Pengasih, di antara yang pengasih.”

Yang lain berkata : “Dia (yaitu Ayyub) bersikap tidak sabar hanya demi Tuhannya, bukan untk dirinya sendiri, karena, penyakit itu telah begitu menguasai badannya, sehingga dia takut kalau-kalau akalnya tidak bekerja lagi.”

Mereka mengutip puisi berikut, yang digubah Abul Qasim Summun, daam hubungannya dengan masalah ini :
Ah, telah ku minum dari kantung waktu,
Dan telah kuteguk segala ceria dan kepedihannya,
Yah, telah ku tempelkan mulut kantung itu pada bibirku,
Dan... ku hisap habis setiap tetesnya...
Dan takdir telah menungkan ke dalam pialanya...
Kesedihan yang terminum, dari lautan kesabaran ..
Yang telah kuisikan penuh-penuh..
Dan ku sodorkan kembali kepada takdir itu..
Dengan kesabaran aku diladami, dan menggelinding..
Waktu bergelantungan, aku pun berseru :
“Bersabarlah engkau Wahai Jiwaku!
Atau Engkau kan binasa karena kesedihan.”
Begitu besar penderitaanku, sehingga...
Gunung-gunung pun bergetar pada ketinggiannya,
Akan lenyap, bagai bintang yang jatuh...
Akhirnya hilang dari pandangan...........

KITAB AJARAN KAUM SUFI AL-KALABADZI : AJARAN 36.AJARAN KAUM SUFI MENGENAI ZUHUD



Kitab Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf

Karya  Ibn Abi Ishaq Muhammad ibn Ibrahim ibn Ya’qub Al-Bukhari AL-KALABADZI

Al-Junaid berkata : “Zuhud adalah keadaan pada saat tangan kosong dari pemilikan, dan hati dari ambisi.”

Ali ibn Abi Thalib, ketika ditanya mengenai sifat zuhud, menjawab : “Itu berarti bahwa orang tidak peduli siapa yang memanfaatkan (benda-benda) dunia ini, entah dia seorang beriman atau kafir.”

Yahya berkata : “zuhud berarti meninggalkan apa yang bisa ditinggalkan.” Ibn Maruq berkata : “Tak ada satu sebab sekuder pun, kecuali Tuhan, yang bisa menguasai orang yang zuhud.”

Al-Syibli, ketika ditanya mengenai zuhud, berkata : “Malang bagimmu! Berapa nilai yang ada di dalam sesuatu yang tidak lebih daripada selembar sayap seekor nyamuk, sehingga zuhud harus dilaksanakan berkaan dengannya?,”

Abu Bakr al-Wasithi berkata : “Mengapa engkau begitu tak sabar untuk meninggalkan suatu tempat yang hina. Atau seberapa lamakah engkau akan tetap bersemangat untuk berpaling dari sesuatu yang ditimbang oleh Tuhansebagai tidak lebih berat daripada selembar sayap seekor nyamuk.?”

Al-Syibli, ketika ditanya lagi mengenai zuhud, berkata : “Dalam kenyataannya, zuhud itu tak ada; Jika seseorang berzuhud dari sesuatu yang tidak menjadi miliknya, maka itu bukan zuhud; dan jika seseorang berzuhud dari sesuatu yang menjadi miliknya, bagaimana bisa dikatan bahwa itu zuhud, sedangkan sesuatu itu masih ada padanya dan dia masih memilikinya? Zuhud berarti menahan nafsu, bermurah hati dan berbuat kebaikan. Hal itu seakan-akan mengisyaratkan bahwa dia menafsirkan zuhud sebagai tindakan meninggalkan sesuatu yang tidak menjadi miliknya; dan jika sesuatu itu tidak menjadi milik seseorang, maka tidak dapat dikatakan bahwa orang itu meninggalkannya, sebab sesuatu itu memang telah tertinggalkan; sedangkan jika sesuatu itu menjadi milik seseorang, maka tidak mungkin orang itu meninggalkannya.