Sabtu, 19 Maret 2016

KITAB AJARAN KAUM SUFI AL-KALABADZI : AJARAN 35.AJARAN KAUM SUFI MENGENAI TOBAT



Kitab Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf

Karya  Ibn Abi Ishaq Muhammad ibn Ibrahim ibn Ya’qub Al-Bukhari AL-KALABADZI

Al-Junaid ditanya : “Apakah tobat itu?” Dia menjawab : “Tobat adalah pelupaan dosa seseorang.”

Sahl, ketika diajukan pertanayan yang sama, menjawab : “Tobat berarti tidak melupakan dosa seseorang.”

Perkataan Al-Junaid mengandung arti bahwa kemanisan tindakan semacam itu sepenuhnya mejauh dari hati, sehingga di dalam kesadaran tidak ada lagi jejaknya, sampai orang itu merasa seakan-akan dia tidak pernah mengetahuinya.

Ruwain berkata : “Arti tobat adalah bahwa engkau harus bertobat atas tobat itu.”

Arti ini mirip dengan yang dikatakan oleh Rabi,ah : “Aku memohon ampun kepada Tuhan karena ketidaktulusan dalam berbicara; Aku mohon ampun kepada Tuhan.”

Al-Husain am Maghazili, ketika ditanya mengenai tobat, berkata : “Apakah yang engkau tanyakan mengenai tobat peralihan, atau tobat tanggapan?

Yang lain berkata : “Apakah arti tobat peralihan itu? Ruwain menjawab : “Bahwa engkau harus takut kepada Tuhan karena kekuasaan-Nya atas dirimu.”

Yang lain bertanya : “Dan apakah tobat tanggapan itu?  Ruwain menyahut : “Bahwa engkau harus malu kepada Tuhan karena Dia ada di dekatmu.”

Dzu’l Nun berkata : “Tobat orang awam adalah tobat dari dosanya; Tobat orang terpilih adalah tobat dari kekhilafannya; Tobat para Nabi adalah tobat dari kesadaran mereka akan ketidaksempurnaan mencapai apa yang telah dicapai orang lain.”

Al-Nuri bekata : “tobat berarti bahwa engkau harus berpaling dari segala sesuatu kecuali Tuhan.” Ibrahim al-Daqqak berkata : “Tobat berarti bahwa engkau harus menghadap Tuhan tanpa berbalik lagi, bahkan jika sebelumnya engkau telah berbalik dari Tuhan tanpa menghadap kembali.

KITAB AJARAN KAUM SUFI AL-KALABADZI : AJARAN KE 34 MENGENAI TASAWUF DAN KETENTERAMAN BERSAMA TUHAN



Kitab Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf

Karya  Ibn Abi Ishaq Muhammad ibn Ibrahim ibn Ya’qub Al-Bukhari AL-KALABADZI

Al-Junaid berkata : “Tasawuf merupakan pelestarian saat-saat, yaitu bahwa seseorang tidak mengindahkan apa yang ada di luar batas-batasnya. Tidak mengakui segala sesuatu kecuali Tuhan, dan hanya berurusan dengan saatnya yang tepat.” 

Ibn Atha berkata : “Tasawuf berarti merasa tenteram bersama Tuhan.” 

Abu Ya’qub al-Susi berkata : “Sufi adalah orang yang tidak pernah merasa tidan tenteram kalau ada sesuatu yang di ambil dari padanya, dan tidak pernah repot-repot mencari (apa yang tidak dimilikinya).” 

Al-Junaid ditanya : “Apakah Tassawuf itu?” Jawabnya : “Itu adalah menggantungkan kesadaran pda Tuhan; dan hal ini tidak dapat dicapai kecuali kalau jiwa menjauh dari sebab-sebab (asbab) sekunder, lewat kekuatan ruh, dan tinggal bersama Tuhan. 

Al-Syibli ditanya : “Mengapa orang-orang itu dipanggil Sufi? Dia menjawab : “Karena mereka telah di cap dengan kamaujudan citra dan penegasan gelar (Tuhan). Jika mereka telah dicap dengan ketiadaan citra itu, maka hanya Dia saja yang tetap ada, yang mengadakan citra dan menegaskan gelar itu, dan menuangkan citra-citra itu kepada mereka, Tapi tidak membenarkan bahwa semua orang yang benar-benar tahu mesti memiliki citra atau gelr.” 

Abu Yazid berkata : “Paar Sufi adalah anak-anak yag duduk di pangkuan Tuhan.” 

Abu Abdillah al-Nijabi berkata : “Tasawuf adalah seperti penyakit birsam, (Tumor di perut), pada tahap pertama si sakit meracau; tapi, ketika penyakit itu menguasainya, dia menjadi bisu.” Yang dimaksudkannya adalah bahwa Sufi pada mulanya melukiskan keadaannya dan berbicara seperti yang diperintahkan oleh keadaannya itu; tapi setelah wahyu diberikan kepadanya, dia menjadi bingung dan menahan lidahnya. 

Saya mendengar Faris berkata : “Selama gagasan-gagasan muncul dalam pemikiran seseorang , menurut suara jiwa, dia pun menemukan dalam hatinya nilai yang lebih tinggi daripada keadaan yang terdahulu, maka jadilah dia membuka rahasia; tapi mengenai pencapaian, itu menyelubungi cara-cara pemenuhan kepuasan, sehingga pada akhirnya dia bisu saja, tak berselera.”  

Ketika Al-Nuri ditanya mengenai Tasawuf, dia menjawab : “Itu merupakan pengungkapan rahasia keadaan, dan suatu pencapaian ketinggain (maqam).” Ketika diminta untuk melukiskan sifat-sifat mereka (yaitu para Sufi), dia berkata : “Mereka membawa kegembiraan ke dalam (hati) orang-orang lain, dan menjauh dari keinginan untuk membahayakan mereka. Tuhan berfirman : “Bersikaplah pemaaf, anjurkanlah berbuat amal kebajikan dan berpalinglah dari orang jahil.” Dengan pengungkapan rahasia keadaan” yang dimaksudkannya addalah bahwa oang Sufi, jka dia mengungkapkan mengenai dirinya sendiri, adalah dalam hubungannya dengan keadaan kejiwaannya sendiri, dan tidak menyinggung keadaan kejiwaan orang lain, secara teoritis; dan yang dimaksud engan “pencapaian ketinggian (maqam),” dia memberitahukan bahwa orang semacam itu terbawa oleh keadaannya sendiri lewat keadaannya sendiri, menjauh dari keadaan orang-orang lain. 



Puisi dari Al-Nuri berikut ini, dengan tepat sekali melukiskan apa yang diucapkannya
“Jangan bicarakan ini” Engkau berkata,
Lalu ke dalam rahasia tanpa kata, Engkau membawa Jiwa kembaraku;
Bisakah ucapan memerikan yang tak terucap?
Tidak semua orang yang berseru,
“Nah, begiliha kau!” Engkau anggap demikian;
Kalau perbuatan-perbuatan telah menampakkan
Bahwa begitulah dia, maka Engkau akui milikmu.

Tujuan kami adalah untuk melukiskan beberapa di antara keadaan-keadaan itu dalam bahasa orang-orang Sufi sendiri, tapi tidak dengan cara berpanjang-panjang, sebab kami tidak menyukai pembicaraan yang panjang. Kami akan menuturkan wacana-wacana para Syekh, hanya yang cukup mudah dimengerti saja, untuk menghindari teka-teki yang gelap dan isyarat-isyarat terselubung. Kami akan memulai dengan Tobat.

KITAB AJARAN KAUM SUFI AL-KALABADZI : AJARAN KE 33 MENGENAI PENGUNGKAPAN FIKIRAN



Kitab Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf

Karya  Ibn Abi Ishaq Muhammad ibn Ibrahim ibn Ya’qub Al-Bukhari AL-KALABADZI

Salah seorang dari Syekh itu berkata : 

Fikiran itu ada empat : Dari Tuhan; dari malaikat; dari diri sendiri dan dari setan.
Fikiran yang berasal dari Tuhan merupakan suatu teguran yang baik;
yang dari Malaikat, suatu dorongan agar patuh;
yang dari diri sendiri, pemenuhan nafsu;
yang dari setan, ajakan kepada keingkaran. 

Dengan tuntunan pengesaan, fikiran dari Tuhan itu diterima, dam dengan tuntunan ma’rifat, fikiran dari malaikat itu diterima; dengan tuntunan iman, (pikiran mengenai) diri sendiri itu disangkal, dan dengan tuntunan Islam, (pikiran mengenai) setan itu di tolak.

KITAB AJARAN KAUM SUFI AL-KALABADZI : AJARAN KE 32 MENGENAI SIFAT DAN MAKNA TASAWUF



Kitab Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf

Karya  Ibn Abi Ishaq Muhammad ibn Ibrahim ibn Ya’qub Al-Bukhari AL-KALABADZI

Saya mendengar bahwa Abul-Hasan Muhammad ibn Ahmad al-Farisi berkata : “ Unsur-unsur Tasawuf itu ada sepuluh jumlahnya. Yang pertama adalam pemecilan pengesaan; yang kedua adalah pengertian audisi (sama’); yang ketiga adalah persahabatan yang baik; yang keempat adalah kelebih sukaan kepada yang lebih disukai; yang ke lima adalah pemasrahan pilihan pribadi; yang keenam adalah pergerakan ekstase; yang ketujuh adalah pengungkapan pikiran; yang kedelapan adalah perjalanan yang banyak;  yang kesembilan adalah pemasrahan rizki; yang kesepuluh adalah penolakan untuk menimbun (harta).

Pemecilan pengesaan berarti bahwa pemikiran mengenai penyembahan kepada banyak tuhan atau ketidakpercayaan akan adanya Tuhan tidak akan dapat merusak kesucian akan kepercayaan kepada Tuhan Yang Esa. Audisi mengandung arti bahwa orang harus mendengarkan dalam tuntunan pengalaman gaib, bukan hanya melalui proses belajar. Kelebihsukaan kepada yang lebih disukai berarti bahwa orang itu harus lebih menyukai orang lain lebih menyukai, sehingga dia akan mendapatkan kebaikan dari kelebihsukaan itu. 

Pergerakan ekstase terwujud kalau kesadaran tidak hampa dari sesuatu yang menimbulkan ekstase dan tidak dipenuhi pemikiran-pemikiran yang mencegah orang mendengarkan anjuran-anjuran Tuhan. Pengungkapan pikiran berarti bahwa orang itu harus menguji setiap pemikiran yang masuk ke dalam kesadarannya, dan mengikuti apa yang berasal dari Tuhan, tapi meninggalkan apa yang tidak berasal dari Tuhan. 

Perjalanan yang banyak, ditujukan untuk melihat peringatan-peringatan yang dapat dicari di langit dan di bumi; sebab Tuhan berfirman : “Tidakkah mereka menjelajahi bumi ini untuk menyelidiki bagaimana nasib bangsa-bangsa yang sebelum mereka? Dan lagi. “Katakanlah: “Mengembaralah di muka bumi ini, lalu perhatikan bagaimana Allah memulia penciptaan segala-galanya.” Dan kata-kata : “Mengembaralah di muka bumi ini”,  dijelaskan sebagai mengandung arti, dengan tuntunan ma’rifat, bukannya dengan kegelapan kejahilan, demi memotong ikatan (kebenaran) dan melatih jiwa. Pemasrahan rizki diartikan sebagai tuntutan agar jiwa bertawakal kepada Tuhan. 

Penolakan untuk menimbun hanya diartikan sehubungan dengan kondisi pengalaman gaib, dan bukan sehubungan dengan peraturan-peraturan ilmu kalam. Karena itu, ketika salah seorang dari mereka yang duduk dalam mahkamah itu wafat dengan meninggalkan satu dinar, nabi berkata mengenai orang itu : “Sebuah cap pembakaran (di neraka).