Selasa, 07 Oktober 2014

TOKOH SUFI AWAL : AHMAD BIN HARB DAN AHMAD SAUDAGAR



Di Nishapur tinggallah dua orang lelaki, yang seorang adalah Ahmad bin Harb dan yang lainnya adalah Ahmad Saudagar.
Ahmad bin Harb adalah seorang yang sedemikian khusyuknya di dalam mengingat Allah, sehingga ketika tukang cukur hendak rnenggunting kumisnya ia masih saja menggerak-gerakkan bibirnya.
"Janganlah bergerak-gerak sementara aku rnenggunting kumis-mu", si tukang cukur memperingatkan.
"Jangan hiraukan diriku, lakukanlah urusanmu sendiri', jawab Ahmad bin Harb. Dan setiap kali dicukur, sebanyak itu pula bibirnya terluka.

Suatu ketika Ahmad bin Harb menerima sepucuk surat. Telah lama ia hendak membalasnya tetapi tidak ada waktunya yang senggang. Pada suatu hari seorang muazzin sedang azan. Ketika si muazzin sampai kepada seruan: "Marilah........" Ahmad berkata kepada salah seorang sahabatnya: "Jawablah surat sahabatku ini. Katakan kepadanya, jangan mengirimiku surat lagi karena aku tidak mempunyai waktu untuk membalasnya. Katakan kepadanya: 'Sibukkanlah dirimu dengan Allah'. Cukup sekian!"
Lain halnya dengan Ahmad Saudagar yang sedemikian khusyuk dalam kecintaannya kepada kekayaan dunia, sehingga ketika pada suatu hari setelah menyuruh hamba perempuannya mempersiapkan makanan dan setelah si hamba melaksanakan perintahnya itu, ia masih terus juga menghitung-hitung hingga malam tiba dan tertidur.
Ketika keesokan paginya ia terbangun, ia memanggil hamba perempuannya itu dan menegur: "Kemarin engkau tidak mempersiapkan makanan untukku".

'Telah kupersiapkan, tetapi tuan sedemikian asyik dengan perhitungan-perhitungan".
Untuk kedua kalinya si hamba memasak makanan dan menyajikan makanan itu di depan tuannya, tetapi sekali lagi tuannya tidak sempat mencicipi santapan itu. Untuk ketiga kalinya si hamba mempersiapkan makanan tetapi tuannya masih tidak mempunyai kesempatan untuk menikmatinya. Si hamba masuk dan menemukan tuannya sedang tertidur nyenyak, maka makanan itu diusapkannya ke bibir tuannya. Ketika terbangun dari tidurnya Saudagar Ahmad berseru kepada pelayannya itu: "Bawakanlah air pembasuh tangan!"
Ia mengira bahwa makanan itu telah dimakannya.

TOKOH SUFI AWAL : AHMAD BIN HARB DAN SEORANG PENGANUT AGAMA ZOROASTER



Ahmad bin Harb bertetangga dengan seorang penganut agama Zoroaster, yang bernama Bahram. Suatu hari si tetangga ini menyuruh seorang rekannya pergi berdagang. Di dalam perjalanan, semua barang-barangnya kemudian dicuri orang.
Begitu mendengar berita ini, Ahmad berkata kepada murid-muridnya: "Man! Suatu musibah telah menimpa tetangga kita. Sebaiknya kita mengunjunginya dan menghibur hatinya. Walaupun dia penganut agama Zoroaster, ia adalah tetangga kita".
Ketika mereka sampai ke rumah Bahram, Bahram sedang rrienyalakan api pemujaannya. Bahram segera menyambut mereka dan mencium lengan bajunya. Bahram menduga bahwa tamu-tamunya tentu lapar walaupun roti yang dimilikinya pasti tak mencukupi
"Janganlah merepotkan dirimu", tegur Ahmad. "Kami datang untuk menyatakan bahwa kami turut prihatin. Aku mendengar barang-barangmu dicuri orang".
"Memang benar", jawab Bahram. "Tetapi aku masih bersyukur kepada Tuhan karena tiga alasan. Pertama: yang dicuri adalah barang-barangku, bukan barang-barang orang lain. Yang kedua: mereka hanya mengambil separuh dari harta kekayaanku. Yang ketiga: seandainya pun seluruh harta kekayaanku hilang, aku masih mempunyai agamaku, soal harta gampang dicari".
Ahmad senang sekali mendengar kata-kata Bahram itu.
Ia pun berkata kepada murid-muridnya: "Catatlah kata-kata ini. Semerbak agama Islam membersit dari kata-kata Bahram". Kemudian ia bertanya pada Bahram: 'Tetapi mengapa engkau memuja api?"
Bahram menjawab: "Alasan pertama adalah agar api tidak akan membakar tubuhku. Yang kedua adalah karena di dunia telah kuberikan minyak sedemikian banyaknya kepada api sehingga di akhirat nanti ia tidak akan mengkhianati diriku, dan akan mengantarkanku kepada Tuhan".
"Engkau sangat keliru. Api adalah lemah, tidak tahu apa-apa dan tidak dapat dipercayai. Semua perkiraan yang menjadi landasan pemikiranmu adalah salah. Apabila seorang anak kecil menyiramkan sedikit air kepada api itu, niscaya ia akan padam. Sesuatu yang selemah itu, dapatkah mengantarkan engkau kepada Yang Maha Kuat? Sesuatu yang tidak berdaya menghindarkan lontaran segumpal tanah, dapatkah mengantarkan engkau kepada Tuhan? Lagi pula sebagai bukti betapa kebodohan api itu, jika engkau menaburkan cendana dan sampah ke dalam api, niscaya kedua-duanya akan dibakarnya, sedang ia tidak tahu yang manakah yang lebih baik di antara keduanya. Sampai saat ini telah tujuh puluh tahun lamanya engkau menyembah api, sedang aku tidak pernah. Tetapi jika kita berdua sama-sama memasukkan tangan kita ke dalam api; niscaya ia akan membakar tanganku dan tanganmu. Suatu bukti bahwa api tidak setia kepadamu".
Kata-kata Ahmad ini menggoncangkan hati si penganut agama Zoroaster ini. Maka berkatalah ia kepada Ahmad: "Akan kuajukan empat buah pertanyaan kepadamu. Jika engkau dapat menjawab semuanya, akan kuterima agamamu itu. Mengapakah Allah men-ciptakan ummat manusia? Setelah menciptakan ummat manusia, mengapakah Dia memberikan makanan kepada mereka? Mengapakah Dia mematikan manusia? Dan setelah mematikan mereka, mengapakah Dia membangkitkan mereka kembali?"
''Allah menciptakan ummat manusia agar mereka menjadi hamba-hamba-Nya", jawab Ahmad. "Dia memberikan makanan kepada ummat manusia agar mereka mengenal-Nya sebagai Yang Maha Memelihara. Dia mematikan ummat manusia agar mereka tahu akan Kemahakuasaan-Nya. Kemudian Dia menghidupkan ummat manusia kembali agar mereka mengenal-Nya sebagai Yang Maha Kuasa dan Yang Maha Tahu".
Begitu Ahmad, selesai dengan jawabannya, Bahram mengucapkan syahadah:
"Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku ber-saksi bahwa Muhammad adalah Rasul Allah".
Seketika itu juga Ahmad berseru nyaring dan jatuh pingsan. Tidak berapa lama kemudian ia sadar kembali dan murid-muridnya bertanya: "Mengapakah engkau sampai jatuh pingsan seperti itu?"

"Ketika Bahram mengangkat tangannya dalam bersaksi itu", jawab Ahmad, "sebuah seruan dari dalam lubuk hatiku yang terdalam berkata: 'Ahmad, Bahram adalah penganut agama Zoroaster selama tujuh puluh tahun tetapi akhirnya ia memberikan kesaksian-nya. Engkau telah beriman selama tujuh puluh tahun, tetapi akhirnya apakah yang hendak engkau berikan?' ".

FAHAMAN MAHABBAH ORANG SUFI (SIRI 2)


1.      Makna Cinta di Kalangan Sufi

Dalam tasawuf, konsep cinta (mahabbah) lebih dimaksudkan sebagai bentuk cinta kepada Tuhan. Meski demikian, cinta kepada Tuhan juga akan melahirkan bentuk kasih sayang kepada sesama, bahkan kepada seluruh alam semesta. Hal ini dapat dilacak pada dalil-dalil syara’, baik dalam Al quran maupun hadis yang menunjukkan tentang persoalan cinta. Sebagian dalil tersebut telah disebutkan pada bagian sebelumnya .

Secara terminologis, sebagaimana dikatakan al-Ghazali, cinta adalah suatu kecenderungan terhadap sesuatu yang memberikan manfaat. Apabila kecenderungan itu mendalam dan menguat, maka ia dinamakan rindu. Sedangkan sebaliknya, benci adalah kecenderungan untuk menghindari sesuatu yang menyakiti. Apabila kecenderungan untuk menghindari itu mendalam dan menguat, maka ia dinamakan dendam.

Menurut Abu Yazid al-Busthami mengatakan bahwa cinta adalah menganggap sedikit milikmu yang sedikit dan menganggap banyak milik Dzat yang kau cintai. Sementara Sahl bin Abdullah al-Tustari menyatakan bahwa cinta adalah melakukan tindak-tanduk ketaatan dan menghindari tindak-tanduk kedurhakaan. Bagi al-Junaid, cinta adalah kecenderungan hati. Artinya, kecenderungan hati seseorang kepada Allah dan segala milik-Nya tanpa rasa beban.



2.      Cinta Sejati adalah Cinta kepada Allah

Bagi al-Ghazali, orang yang mencintai selain Allah, tapi cintanya tidak disandarkan kepada Allah, maka hal itu karena kebodohan dan kepicikan orang tersebut dalam mengenal Allah. Cinta kepada Rasulullah SAW, misalnya, adalah sesuatu yang terpuji karena cinta tersebut merupakan manifestasi cinta kepada Allah. Hal itu karena Rasulullah adalah orang yang dicintai Allah. Dengan demikian, mencintai orang yang dicintai oleh Allah, berarti juga mencintai Allah itu sendiri. Begitu pula semua bentuk cinta yang ada. Semuanya berpulang kepada cinta terhadap Allah.

Jika sudah dipahami dan disadari dengan baik lima sebab timbulnya cinta yang telah diuraikan al-Ghazali sebelumnya, maka juga bisa disadari bahwa hanya Allah yang mampu mengumpulkan sekaligus kelima faktor penyebab cinta tersebut. Kelima faktor penyebab tersebut terjadi pada diri manusia hanyalah bersifat metaforis (majazi), dan bukanlah hakiki. Hanya Allah Yang Maha Sempurna. Ia tidak bergantung kepada apapun dan siapa pun. Kesempurnaan itulah yang akan mengantarkan seseorang kepada cinta sejati, yaitu cinta  terhadap Allah.


3.      Mahabbah: antara Maqam dan Hal

Sebagaimana diketahui, dalam terminologi tasawuf ada istilah maqam (tingkatan) dan hal (keadaan, kondisi kejiwaan). Menurut as-Sarraj ath-Thusi dalam kitabnya al-Luma’, maqam merujuk kepada tingkatan seorang hamba di depan Tuhan pada suatu tingkat yang ia ditempatkan di dalamnya, berupa ibadah, mujahadah, riyadhah, dan keterputusan (inqitha’) kepada Allah. Sedangkan hal adalah apa yang terdapat di dalam jiwa atau sesuatu keadaan yang ditempati oleh hati. Sementara menurut al-Junaid, hal adalah suatu “tempat” yang berada di dalam jiwa dan tidak statis.

Menurut al-Ghazali, cinta kepada Allah (mahabbah) merupakan tingkatan (maqam) puncak dari rangkaian tingkatan dalam tasawuf. Tak ada lagi tingkatan setelah mahabbah selain hanya sekedar efek sampingnya saja, seperti rindu (syauq), mesra (uns), rela (ridla), dan sifat-sifat lain yang serupa. Di samping itu, tidak ada satu tingkatan pun sebelum mahabbah selain hanya sekedar pendahuluan atau pengantar menuju ke arah mahabbah, seperti taubat, sabar, zuhud, dan lain-lain. Cinta sebagai maqam ini juga diamini oleh Ibn Arabi. Menurutnya, cinta merupakan maqam ilahi.

Berbeda dengan al-Ghazali, menurut al-Qusyairi, mahabbah merupakan termasuk hal. Bagi al-Qusyairi, cinta kepada Tuhan (mahabbah) merupakan suatu keadaan yang mulia saat Tuhan bersaksi untuk sang hamba atas keadaannya tersebut. Tuhan memberitahukan tentang cinta-Nya kepada sang hamba. Dengan demikian, Tuhan disifati sebagai yang mencintai sang hamba. Selanjutnya, sang hamba pun disifati sebagai yang mencintai Tuhan.

4.      Tingkatan Cinta

Dilihat dari segi orangnya, menurut Abu Nashr ath-Thusi, cinta kepada Tuhan terbagi menjadi tiga macam cinta. Pertama, cinta orang-orang awam. Cina seperti ini muncul karena kebaikan dan kasih sayang Tuhan kepada mereka. Ciri-ciri cinta ini adalah ketulusan dan keteringatan (zikir) yang terus-menerus. Karena jika orang mencintai sesuatu, maka ia pun akan sering mengingat dan menyebutnya.

Kedua, cinta orang-orang yang shadiq dan mutahaqqiq. Cinta mereka ini timbul karena penglihatan mata hati mereka terhadap kekayaan, keagungan, kebesaran, pengetahuan dan kekuasaan Tuhan. Ciri-ciri cinta ini adalah “terkoyaknya tabir” dan “tersingkapnya rahasia” Tuhan. Selain itu, ciri lain adalah lenyapnya kehendak serta hilangnya semua sifat (kemanusiaan dan keinginan duniawi).

Ketiga, cinta orang-orang shiddiq dan arif. Cinta macam ini timbul dari penglihatan dan pengenalan mereka terhadap ke-qadim-an Cinta Tuhan tanpa sebab (illat) apapun. Menurut Zunnun al-Mishri, sifat cinta ini adalah terputusnya cinta dari hati dan tubuh sehingga cinta tidak lagi bersemayam di dalamnya, namun yang bersemayam hanyalah segala sesuatu dengan dan untuk Allah. Sedangkan menurut Abu Ya’qub as-Susi, cirinya alah berpaling dari cinta menuju kepada Yang Dicintai. Sementara al-Junaid menambahkan bahwa ciri cinta macam ini adalah meleburnya sifat-sifat Yang Dicintai kepada yang mencintai sebagai pengganti sifat-sifatnya.

ISTILAH SUFI : MAHABBAH, ISYQ DAN ASYIQ ((SIRI 1)

Mahabbah  (Cinta)

Mahabbah  ertinya perasaan  kesukaan  dan kecenderungan, dan kasih sayang. Cinta yang memberi kesan dan melanda perasaan seseorang dipanggil semangat; cinta yang begitu dalam dan tidak dapat ditolak bahawa ia membakar untuk penyatuan  dipanggil semangat .

Sufi telah mendefinisikan cinta sebagai hubungan hati dengan yang  Sang Kekasih, keinginan sangat kuat  untuk merasakan-Nya, perjuangan untuk mematuhi kehendak atau perintah-perintah-Nya dalam semua tindakan dan pemikiran, dan keadaan menjadi terpesona dan mabuk tanpa "ketenangan" sehingga masa penyatuan atau perjumpaan.

Definisi ini dapat disimpulkan sebagai "berdiri" di sisi Allah, seperti yang dibebaskan dari semua hubungan fana dan kebimbangan.

Cinta sejati bermakna kasih ditetapkan penuh pada Kekasih, sentiasa  dari segi dalaman dengan-Nya, dan sentiasa tidak mempunyai keinginan  dan hasrat yang lain .

Setengah-tengah orang yang mempunyai tingkatan  cinta  ng ysentiasa berdegup dengan pertimbangan baru untuk Kekasih setiap masa.

Imaginasi beliau sentiasa bergerak dalam keadaan misteri-Nya, perasaan beliau menerima mesej baru daripada-Nya pada setiap masa, atau kehendaknya mengambil sayap dengan mesej ini, dan dia bersemangat  untuk menemui-Nya.

Walaupun kekasih yang melampaui nya sendiri dengan sayap cinta dan mencapai Tuhan di titik keghairahan dan semangat, dan dalam apa-apa keadaan yang menjalankan tanggungjawab mereka ke arah Raja atau hatinya, hati yang sama ditetapkan pada penglihatan-Nya.

Seperti sifat seorang mukmin adalah "terbakar" dengan cahaya  Ilahi, dan hilang dalam keajaiban dan kekaguman. Dengan cawan cinta di bibir seseorang, kesamaran yang ghaib terangkat satu demi satu, mereka menjadi mabuk dengan  mengkaji makna dalam sinar dari belakang mereka terhijab, dan terpesona dengan keseronokan menonton tabir belakang mereka.

Seseorang  yang berjalan dan berhenti berlaku dengan perintah Allah, ucapan tidak lebih daripada inspirasi yang datang daripada-Nya, dan diam, apabila diperhatikan, dilakukan dalam nama-Nya. Pada pelbagai masa ia mengembara ke arah-Nya dalam  gengamannya  atau diduduki dengan menyampaikan mesej-Nya kepada orang lain.

Ada yang menakrifkan  cinta, dalam konteks kasih Allah di antara hambaNya, seperti berbuat baik, ketaatan, pengabdian, dan penyerahan tanpa syarat dalam konteks cinta hamba Allah.

Ini syair wanita Sufi  terkenala Rabi'a al-'Adawiya sangat penting dalam menyatakan makna ini:

Anda bercakap tentang Tuhan yang mengasihi semasa anda menderhaka kepadaNya;
Saya bersumpah dengan hidup saya bahawa ini adalah sesuatu yang sangat pelik.
Jika anda benar cinta , anda akan taat kepada-Nya,
Kerana seorang pecinta taat kepada yang dicintainya.

Cinta adalah berdasarkan dua tiang penting: apa yang ditunjukkan oleh tindakan yang kekasih (kekasih cuba mematuhi kehendak Kekasih), dan dunia dalaman yang kekasih (kekasih yang perlu dari segi dalaman ditutup untuk apa-apa yang tidak berkaitan dengan-Nya).

Lelaki dan wanita Allah yang benar bermakna apabila mereka bercakap tentang cinta. Menurut mereka, kebimbangan emosi atau cinta kepada apa-apa jenis keseronokan, termasuk orang-orang rohani atau kepentingan, tidak boleh dipanggil "cinta" dalam erti kata sebenar. Ia hanya boleh menjadi cinta kiasan.

Setiap kekasih tidak boleh berasa tahap yang sama cintakan pada Kekasih, cinta berbeza-beza mengikut rohani dan emosi mendalam kekasih, tahap kesedaran dan penjagaan dalam ketaatan kepada Kekasih.

Sebagai contoh, cinta yang dirasai oleh mereka yang bermula dengan cara yang tidak ditubuhkan dan berterusan. Mereka bermimpi memperoleh pangkat kebaikan sempurna dan, pada masa-masa, menerima tanda-tanda yang mengetahui tentang Tuhan, keseronokan yang sekejap daripada "cahaya" yang terdapat di kaki langit, dan merasa kehairanan dan tertanya-tanya.

Sebaliknya, mereka yang telah membuat banyak kemajuan terbang di langit cinta ke arah titik tertinggi.

Mereka hidup dalam iklim yang terang dari Al-Quran sebagai penjelmaan dan contoh akhlak  terpuji Nabi Muhammad SAW, apabila dia menjadi keamanan dan rahmat. Ketika cuba untuk mewakili akhlak yang baik, mereka tidak mengharapkan sebarang balasan kebendaan atau spiritual dan tidak menuntut kesenangan.

Malah di puncak suci ini, seperti pokok buah-buahan yang bengkok kerana dengan berat buah-buahan mereka, mereka merendahkan sayap mereka merendah diri dan sentiasa menyebut Kekasih. Jika mereka digoncang dengan suatu kesalahan atau kesilapan, mereka mengkritik teruk dan berjuang dengan diri mereka.

Dan akhirnya, mereka yang paling maju dalam menajdi kekasih Tuhan  seperti awan hujan di dalam "syurga" Islam. Mereka merasakan kewujudan-Nya, hidup dengan Dia, dan melihat dan menarik nafas oleh-Nya.

Dalam kitaran yang tidak berkesudahan, mereka penuh dengan kesedihan perpisahan (dari kebenaran) dan keinginan untuk menemui-Nya; apabila lega atau dikosongkan, mereka naik pada pancaran cahaya dan turun ke bumi untuk memeluk seluruh kewujudan.

Orang yang berpaling kepada-Nya dengan sepenuh hati keinginan dan semangat yang ikhlas, tanpa mengira tahap cinta, menerima ganjaran mengikut kedalaman perasaan dan kebimbangan bagi-Nya.

Kumpulan pertama orang yang disebutkan di atas menerima kurniaan istimewa dan belas kasihan. Kumpulan kedua orang mencapai ufuk  Keperibadian Rahmat  dan dibebaskan daripada kecacatan watak.

Dengan kumpulan ketiga diserikan oleh cahaya Wujud-Nya, dikejutkan dengan realiti , dan berhubung dengan dimensi kewujudan belakang tabir  iaitu, Yang Maha Kuasa menjelma cahaya untuk membakar sifat-sifat jasmani dari orang-orang yang Ia kasihi dan mengangkat mereka ke alam sifat-sifat Ilahi, seperti Yang Maha Melihat dan Maha Mendengar.

Dia menyedarkan mereka sepenuhnya kepada fakta bahawa mereka adalah miskin dan tidak berdaya di hadapan-Nya, dan memenuhi hati mereka dengan cahaya kewujudan-Nya.

Seseorang yang kasih sayang telah mencapai tahap ini, dan diberi ganjaran dengan nikmat Ilahi begitu banyak, mencapai kehidupan yang kekal di luar ada wujud atau tidak. Seperti bar besi dimasukkan ke dalam api dan dengan itu muncul sebagai bar kebakaran, seperti kekasih yang tidak dapat membezakan Menjadi Ilahi dan manifestasi-Nya, dan oleh itu meluahkan perasaan dan pengalaman dari segi yang berkaitan dengan kepercayaan itu palsu , sebagai penjelmaan dan kesatuan (dengan Tuhan). Dalam keadaan sedemikian, seseorang itu perlu mengambil kira kriteria yang ditetapkan Sunnah ini.

Ungkapan yang diucapkan oleh individu yang rohani hilang dan tenggelam dalam kasih Tuhan dan mabuk dengan cinta Allah, tidak boleh digunakan sebagai kriteria yang digunakan untuk menilai mereka.

Jika tidak, kita mungkin merasa bermusuhan ke arah rakan-rakan seperti Tuhan, yang digemari dengan  berterusan beliau menurut Tradisi Nabi: Seorang lelaki adalah dengan dia yang dia suka,  dan, seperti yang diisytiharkan dalam hadis Qudsi: Sesiapa yang menjadi musuh  terhadap kawan-kawan ku, telah melancarkan perang ke atas-Ku.

Jumat, 03 Oktober 2014

KITAB QAMI’ ATH-THUGHYAN SIRI 16 : MEJAGA HAK ISTERI DAN ANAK-ANAK

KARYA SYAIKH NAWAWI AL BANTANI

Cabang iman Yang Ke-60 (Menjaga hak isteri dan anak-anak)
---------------------------------------------
Cabang iman Yang Ke-60 disebutkan dalam bait syair:


وَاحْفَظْ حُقُوْقَ الاَهْلِ وَالاَوْلاَدِ * اَنْفِقْ وَعَلِّمْهُمْ فَذَاكَ مُحَــتَّمُ
Jagalah hak-hak dari isteri dan anak-anak; berilah nafkah dan ajarlah mereka, karena hal tersebut adalah kewajiban.

==============================

Menjaga hak isteri dan anak-anak


Orang laki-laki yang sudah beristeri wajib memberi nafkah kepada isterinya dengan kemampuan yang sempurna menurut ukuran kepantasan. Jumlah nafkah diperkirakan setara dengan kesulitan atau kemudahan suami mencari rezeki. Nafkah kepada isteri tidak gugur karena waktu sudah lewat tanpa memberi nafkah. Nafkah yang tidak diberikan pada waktu yang lampau menjadi hutang suami; karena nafkah isteri itu menjadi pengganti dan imbalan pelayanan isteri. Berbeda dengan pemberian nafkah kepada kerabat yang dapat gugur karena waktunya sudah lewat, karena nafkah kepada kerabat bersifat bantuan.
Suami juga berkewajiban mengajar isterinya yang berkaitan dengan ibadah seperti: bersuci, salat, zakat, puasa, haji, dan haidl. Suami tidak berhak memukul isteri karena meninggalkan salat dan hak-hak Allah lainnya. Ibnu Barizi berpendapat lain bahwa hak suami hanya terbatas pada menyuruhnya saja, sementara isteri perlu menjaga dirinya dengan mempersilahkan laki-laki lain untuk tidur di tempat tidur suaminya, menutupi anggauta badan yang haram dipandang laki-laki lain, tidak menuntut suami dengan sesuatu yang melampaui hajat, dan menjaga diri untuk tidak mengambil harta yang haram. Suami boleh memukul istri lantaran meninggalkan hak-hak suami tersebut. Suami juga berkewajiban mengajar isterinya tentang kewajiban taat kepada suami dalam hal yang bukan maksiat, dan mengajar isteri akan keharaman dusta mengenai kedatangan haidl dan kesucian darinya, dan lain sebagainya mengenai urusan agama.
Seorang ayah berkewajiban memberi nafkah kepada anak-anaknya apabila mereka melarat dan tidak mampu bekerja karena masih kecil, cacat, gila, atau sakit. Nafkah ini tidak ditentukan jumlahnya, tetapi sekedar cukup. Nafkah harus dibedakan antara anak-anak yang besar, kecil, kezuhudan dan kesenangan mereka.
Ayah juga wajib mengajar sopan santun anak-anaknya pada waktu masih kecil, mengajar bersuci dan salat. Ia wajib memerintah mereka untuk melakukan salat setelah tamyiz, yaitu sejak berumur 7 (tujuh) tahun. Ia wajib memukul anak-anaknya jika meninggalkan salat setelah berumur 10 (sepuluh) tahun; wajib memperingatkan mereka dari berdusta, berbuat durhaka, melakukan dosa besar, mencuri, dan larangan-larangan lainnya. Ia juga wajib memberi nama yang baik, permulaan atau perubahan nama tersebut.

KITAB QAMI’ ATH-THUGHYAN SIRI 15 : BERBUAT BAIK PADA BUDAK BELIAN, KETAATAN BUDAK PADA MAJIKANNYA

KARYA SYAIKH NAWAWI AL BANTANI

Cabang iman Yang Ke-58 s/d 59 (Berbuat baik kepada budak belian, Ketaatan budak kepada majikannya)
 ----------------------------------------
Cabang iman Yang Ke-58 s/d 59 disebutkan dalam bait syair:


اَحْسِنْ لِقِنِّكَ فَاعْفُ عَنْهُ وَعَلِّمَنْ * وَاِطَاعَةُ السّادَاتِ عَبْدًاتَلْزَمُ

Berbuatlah baik kepada budakmu, maafkan kesalahannya, dan ajarlah ia dengan sungguh-sungguh; dan hamba sahaya wajib taat kepada majikannya.

===========================

Berbuat baik kepada budak belian

Kewajiban terhadap budak belian:
•    Berbuat baik kepadanya.
•    Memaafkan kesalahannya.
•    Mengajarkan hal agama yang wajib diketahui olehnya.
•    Memberi nafkah menurut kadar kecukupannya.
•    Memperhatikan hal yang disenangi dan dibenci olehnya.
•    Memberi istirahat kepadanya pada musim panas dan waktu tidur siang.
Rasulullah saw bersabda:
لِلْمَمْلُوْكِ طَعَامُهُ وَكِسْوَتُهُ بِالْمَعْرُوْفِ وَلاَ يُكَلَّفُ مِنَ الْعَمَلِ مَا لاَ يُطِيْقُ
Budak belian mempunyai hak mendapat makanan dan pakaian dengan baik dan tidak boleh dipaksa melakukan pekerjaan yang tak mampu dilakukannya.

Rasulullah saw bersabda:
مَنْ لَطَمَ مَمْلُوْكَهُ اَوْ ضَرَبَهُ فِى غَيْرِ تَعْلِيْمٍ وَتَأْدِيْبٍ فَكَفَّارَتُهُ اَنْ يَعْتِقَهُ
Barangsiapa yang menampar budaknya atau memukulnya tanpa tujuan memberi pelajaran dan pendidikan, maka dendanya adalah memerdekakan budak tersebut.
Maksud hadits di atas adalah bahwa Barangsiapa yang memukul muka atau bagian lain dari budaknya tanpa tujuan memberi pelajaran dan pendidikan, maka disunnahkan untuk memerdekakannya dan tidak diwajibkan. Memukul muka hukumnya haram, meskipun dengan tujuan mendidik.

Diriwayatkan dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra bahwa akhir dari sabda Rasulullah saw adalah:
اُوْصِيْكُمْ بِالصَّلاَةِ وَاتَّقُوْا اللهَ فِيْمَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ
Saya berwasiat kepada kamu sekalian agar mengerjakan salat dan bertakwalah kamu sekalian dalam mempergauli budakmu sekalian.

Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah:
لاَ يَقُوْلَنَّ اَحَدُكُمْ "عَبْدِى وَاَمَتِى" . كُلُّكُمْ عَبِيْدُ اللهِ وَكُلُّ نِسَاءِكُمْ اِمَاءُ اللهِ ؛ وَلكِنْ لِيَقُلْ "غُلاَمِى وَجَارِيَتِى وَفَتَايَ وَفَتَاتِى"
Janganlah sekali-kali salah seorang dari kamu sekalian mengucapkan "budak laki-lakiku" dan "budak perempuanku". Kamu sekalian adalah budak laki-laki Allah; dan isterimu adalah budak perempuan Allah. Akan tetapi katakan "pemudaku" dan "jariyahku" atau "pemudaku" dan "pemudiku".




Ketaatan budak kepada majikannya

Budak yang beriman wajib taat kepada majikannya dalam hal yang bukan maksiat menurut batas kemampuannya. Hadits Rasulullah saw riwayatkan Abdullah bin Umar ra:
اِنَّ الْعَبْدَ اِذَا نَصَحَ لِسَيِّدِهِ وَاَحْسَنَ عِبَادَةَ رَبِّهِ فَلَهُ اَجْرُهُ مَرَّتَيْنِ
Sesungguhnya jika seorang budak berbuat ikhlas dan jujur dalam bekerja untuk majikannya, dan memperbagus ibadah kepada Tuhannya, maka baginya pahala dua kali lipat.

KITAB QAMI’ ATH-THUGHYAN SIRI 14 : MALU PADA ALLAH, BUAT BAIK PADA IBUBAPA, SILATURRAHIM, BUDI PEKERTI YANG BAIK

KARYA SYAIKH NAWAWI AL BANTANI

Cabang iman Yang Ke-54 s/d 57 (Malu pada Allah, Berbuat baik kepada kedua orang tua, Silaturrahim, Berbudi pekerti yang baik)
 --------------------------------------------------
Cabang iman Yang Ke-54 s/d 57 disebutkan dalam bait syair:


وَاسْتَحْيِ رَبَّكَ اَحْسِنَنْ لِلْوَالِدِ * رَحِمًا فَصِلْ حَسِّنْ بِخُلْقِكَ تُرْحَمُ

Malulah engkau pada Tuhanmu, berbuat baiklah kepada orang tua, sambunglah hubungan famili serta baguskanlah pekertimu, niscaya engkau dirahmati.

======================================

Malu pada Allah

Rasulullah saw bersabda:
اَلْحَيَاءُ مِنَ الإِيْمَانِ
Malu kepada Allah adalah termasuk iman.

Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud bahwa Nabi Muhammad saw bersabda:
اِسْتَحْيُوْا مِنَ اللهِ حَقَّ الْحَيَاءِ . قَالَ: فَقُلْنَا يَانَبِيَّ اللهِ ، اِنَّا نَسْتَحْيِى . قَالَ: لَيْسَ ذَلِكَ ، وَلكِنْ مَنِ اسْتَحْيَى مِنَ اللهِ حَقَّ الْحَيَاءِ فَلْيَحْفَظِ الرَّأْسَ وَمَا حَوَى وَالْبَطْنَ وَمَا وَعَى وَالْفَرْجَ وَالْيَدَيْنِ وَالرِّجْلَيْنِ وَلْيَذْكُرِ الْمَوْتَ وَالْبِلاَ . وَمَنْ اَرَادَ الآخِرَةَ تَرَكَ زِيْنَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَآثَرَ الآخِرَةَ عَلَى الأُوْلَى . فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَدِ اسْتَحْيَى مِنَ اللهِ حَقَّ الْحَيَاءِ
Malulah kamu kepada Allah dengan sebenarnya. Ibnu Mas'ud berkata: Kami berkata: "Wahai Nabi Allah, kami sungguh malu!" Nabi saw berkata: "Malu itu bukanlah demikian. Orang yang malu kepada Allah dengan sebenarnya hendaknya menjaga kepala dan yang berada di sekitar kepala; menjaga perut dan apa saja yang masuk ke perut; menjaga kemaluan, dua tangan, dan dua kaki. Dan hendaklah ia mengingat mati dan kehancuran. Barangsiapa yang menginginkan akhirat, niscaya ia meninggalkan perhiasan hidup di dunia dan lebih mementingkan akhirat dari pada dunia. Barangsiapa yang melakukan hal tersebut, maka sungguh ia telah malu kepada Allah dengan sebenarnya.

Sabda Rasulullah saw riwayat Mu'adz bin Jabal:
يَقُوْلُ اللهُ : يَا ابْنَ آدَمَ اِسْتَحِ مِنِّى عِنْدَ مَعْصِيَتِكَ وَاَنَا اَسْتَحْيِى مِنْكَ يَوْمَ الْعَرْضِ الأَكْبَرِ اَنِّى اُعَذِّبُكَ. يَا ابْنَ آدَمَ تُبْ اِلَيَّ أُكْرِمْكَ كَرَامَةَ الاَنْبِيَاءِ . يَا ابْنَ آدَمَ لاَ تُحَوِّلْ قَلْبَكَ عَنِّى ، فَاِنَّكَ اِنْ حَوَّلْتَ قَلْبَكَ عَنِّى اَخْذُلْكَ فَلاَ اَنْصُرْكَ . يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ لَقِيْتَنِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمَعَكَ حَسَنَاتٌ مِثْلُ اَهْلِ الآَرْضِ لَمْ اَقْبَلْ مِنْكَ حَتَّى تُصَدِّقَ بِوَعْدِى وَوَعِيْدِى . يَا ابْنَ آدَمَ اِنِّى اَنَا الرَّزَّاقُ وَاَنْتَ الْمَرْزُوْقُ وَتَعْلَمُ اَنِّى اُوْفِيْكَ رِزْقَكَ فَلاَ تَتْرُكْ طَاعَتِى بِسَبَبِ الرِّزْقِ فَاِنَّكَ اِنْ تَرَكْتَ طَاعَتِى بِسَبَبِ رِزْقِكَ اَوْجَبْتُ عَلَيْكَ عُقُوْبَتِى
Allah berfirman: "Wahai anak Adam, malulah engkau kepada-Ku ketika engkau akan melakukan maksiat, niscaya Aku akan malu kepadamu bahwa Aku akan menyiksamu pada hari "menghadap yang agung" (kiamat). Wahai anak Adam, bertaubatlah kepada-Ku, niscaya Aku akan memuliakanmu seperti kemuliaan para nabi. Wahai anak Adam, janganlah kau tutupi hatimu dari Aku; karena sesungguhnya jika kau tutupi hatimu dari-Ku, niscaya Aku akan menghinakanmu dan Aku tidak menolongmu. Wahai anak Adam, seandainya kamu menjumpai Aku pada hari kiamat dengan membawa amal baik seperti amal-amal baik penduduk bumi, niscaya Aku tidak dapat menerima amal-amal tersebut dari dirimu, sehingga kamu membenarkan janji dan ancaman-Ku. Wahai anak Adam, sesungguhnya Aku adalah Dzat Yang Maha Memberi rizki, sedangkan kamu adalah yang diberi rizki; dan kamu tahu bahwa sesungguhnya Aku memenuhi rizkimu. Oleh karena itu janganlah kau tinggalkan taat kepada-Ku lantaran mencari rizki. Jika kau tinggalkan taat kepada-Ku lantaran sibuk mencari rizki, niscaya siksa-Ku akan menimpamu.

Berbuat baik kepada kedua orang tua

Dalam surat an-Nisa ayat 36 Allah swt berfirman:
وَاعْبُدُوْا اللهَ وَلاَ تُشْرِكُوْا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا ... الآية
Sembahlah Allah dan jangan kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua (ibu-bapak) ...

Rasulullah saw bersabda:
بِرُّ الْوَالِدَيْنِ اَفْضَلُ مِنَ الصَّلاَةِ وَالصَّدَقَةِ وَالصَّوْمِ وَالْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ وَالْجِهَادِ فِى سَبِيْلِ اللهِ
Berbakti kepada kedua orang tua adalah lebih utama dari pada salat, sedekah, puasa, haji, umrah, dan berjuang membela agama Allah.

Rasulullah saw bersabda:
مَا عَلَى اَحَدٍ اِذَا اَرَادَ اَنْ يَتَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ اَنْ يَجْعَلَهَا لِوَالِدَيْهِ اِذَا كَانَ مُسْلِمَيْنِ فَيَكُوْنُ لِوَالِدَيْهِ اَجْرُهَا وَيَكُوْنُ لَهُ مِثْلُ اُجُوْرِهِمَا مِنْ غَيْرِ اَنْ يَنْقُصَ مِنْ اُجُوْرِهِمَا شَيْءٌ
Tiada halangan pahala bagi seseorang yang bersedekah untuk kedua orang tuanya. Jika kedua orang tuanya muslim, niscaya tersedia pahala bagi kedua orang tuanya dan bagi dirinya tanpa sedikitpun berbeda nilai pahalanya.

Rasulullah saw bersabda:
مَنْ حَجَّ عَنْ وَالِدِهِ بَعْدَ وَفَاتِهِ كَتَبَ اللهُ لِوَالِدِهِ حَجَّةً وَكَتَبَ لَهُ بَرَآءَةً مِنَ النَّارِ
Barangsiapa yang melakukan ibadah haji untuk ayahnya setelah beliau meninggal dunia, niscaya Allah menulis bagi ayahnya satu ibadah haji dan Allah menulis baginya pembebasan dari neraka.

Seorang laki-laki berkata kepada Umar bin Khattab ra: "Saya mempunyai seorang ibu yang sudah tua. Ibu saya tidak dapat bergerak dan berbuat apapun jika saya tidak menggendongnya. Apakah aku harus menunaikan hak beliau?" Sayyidina Umar menjawab: "Tidak, karena sesungguhnya ibumu membuatmu demikian, sedangkan ibumu mengangan-angankan kelanggengan hidupmu, padahal engkau melakukan demikian dan mengangan-angankan perphsahan dengannya!".

Silaturrahim


Rasulullah saw bersabda:
مَنْ سَرَّهُ اَنْ يُمَدَّ لَهُ فِى عُمُرِهِ وَيُوْسَعَ لَهُ فِىْ رِزْقِهِ فَلْيَـتَّقِ اللهَ وَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Barangsiapa yang senang untuk dipanjangkan umurnya dan dilapangkan rezekinya, hendaklah bertakwa kepada Allah dan bersilaturrahim.

Rasulullah saw bersabda:
صَنَائِعُ الْمَعْرُوْفِ تَقِى مَصَارِعَ السُّوْءِ . وَصَدَقَةُ السِّرِّ تُطْفِئُ غَضَبَ الرَّبِّ جَلَّ وَعَلَى . وَصِلَةُ الرَّحِمِ تَزِيْدُ فِى الْعُمْرِ
Perbuatan baik dapat menghindarkan kematian yang buruk. Sedekah yang tidak ditonjolkan dapat memadamkan kemarahan Tuhan Yang Maha Agung lagi Maha Tinggi. Dan silaturrahim dapat menambah panjang umur.

Berbudi pekerti yang baik

Sebagian ulama mengumpulkan tanda-tanda dari budi pekerti yang baik, yaitu:
•    Banyak rasa malu kepada Allah.
•    Sedikit perbuatan yang menyakiti orang lain.
•    Banyak berbuat kemaslahatan.
•    Jujur lisan.
•    Sedikit bicara.
•    Banyak amal.
•    Sedikit kesalahan.
•    Sedikit perbuatan yang berlebihan.
•    Berbuat kebajikan.
•    Mudah bergaul.
•    Tenang, berwibawa, dan terhormat.
•    Sabar.
•    Suka bersyukur.
•    Berhati rela.
•    Penyantun.
•    Senang berteman.
•    Bersikap perwira.
•    Penyayang.
•    Tak suka melaknat.
•    Tak suka memaki.
•    Tak suka mengadu domba.
•    Tak suka menggunjing (ngrasani-Jw.) orang lain.
•    Tidak tergesa-gesa.
•    Tidak pendendam.
•    Tidak bakhil.
•    Tak suka hasud.
•    Banyak senyum.
•    Periang.
•    Mencintai, membenci, rela, dan marah karena Allah.