Jumat, 18 Januari 2013

10 JENIS SOLAT YANG TIDAK DITERIMA OLEH ALLAH S. W. T



Rasulullah S. A. W. telah bersabda yang bermaksud :
"Sesiapa yang memelihara solat, maka solat itu sebagai cahaya baginya, petunjuk dan jalan selamat dan barangsiapa yang tidak memelihara solat, maka sesungguhnya solat itu tidak menjadi cahaya, dan tidak juga menjadi petunjuk dan jalan selamat baginya." (Tabyinul Mahaarim) Rasulullah S. A. W telah bersabda bahawa : "10 orang solatnya tidak diterima oleh Allah S. W. T, antaranya :

1. Orang lelaki yang solat sendirian tanpa membaca sesuatu.
2. Orang lelaki yang mengerjakan solat tetapi tidak mengeluarkan zakat.
3. Orang lelaki yang menjadi imam, padahal orang yang menjadi makmum membencinya.
4. Orang lelaki yang melarikan diri.
5. Orang lelaki yang minum arak tanpa mahu meninggalkannya (Taubat).
6. Orang perempuan yang suaminya marah kepadanya.
7. Orang perempuan yang mengerjakan solat tanpa memakai tudung.
8. Imam atau pemimpin yang sombong dan zalim menganiaya.
9. Orang-orang yang suka makan riba'.
10. Orang yang solatnya tidak dapat menahannya dari melakukan perbuatan yang keji dan mungkar."

Sabda Rasulullah S. A. W yang bermaksud : "Barang siapa yang solatnya itu tidak dapat menahannya dari melakukan perbuatan keji dan mungkar, maka sesungguhnya solatnya itu hanya menambahkan kemurkaan Allah S. W. T dan jauh dari Allah."

Hassan r. a berkata : "Kalau solat kamu itu tidak dapat menahan kamu dari melakukan perbuatan mungkar dan keji, maka sesungguhnya kamu dianggap orang yang tidak mengerjakan solat. Dan pada hari kiamat nanti solatmu itu akan dilemparkan semula ke arah mukamu seperti satu bungkusan kain tebal yang buru"

NABI KHIDIR NABI RAHSIA : KISAH DENGAN ABU MAHJAN



Ririwayatkan oleh Saif dalam kitab Al-Futuh, bahawa satu jemaah berada bersama Saad bin Abi Waqqas, maka mereka melihat Abu Mahjan berperang, maka yang meriwayatkan ini pun menceritakan kisah Abu Mahjan secara panjang lebar. Dari kesimpulan cerita-cerita mereka mengatakan bahawa Nabi Khidir masih hidup pada zaman itu.
Berkata Abu Abdullah bin Battah: “Bercerita kepada kami Syuaib bin Ahmad, yang didengarnya dari ayahnya, dari Ibrahim, bin Abdul Hamid, dari Ghalib bin Abdullah, dari Hasan Basri berkata: “Seorang lelaki berfahaman Ahli Sunnah Waljamaah berlainan pendapat dan berhujah dengan seorang lelaki bukan Ahli Sunnah. Mereka berdebat mengkaji masalah qadar. Mereka berdebat di tengah-tengah perjalanan. Masing-masing mereka mempertahankan pendapatnya dan berbantah dengan suara yang kuat tetapi akhirnya sepakat siapa yang duluan datang ke tempat mereka berhujah itu akan diangkat sebagai pemutus di antara mereka.
Tidak lama kemudian, muncullah seorang lelaki memikul bungkusan sedangkan rambut dan pakaiannya sudah berabu dan jalannya menunjukkan seolah-olah sudah kepenatan. Mereka berkata kepada lelaki itu: “Tadi kami berdebat tentang qadar dan masing-masing di antara kami memberikan hujah dan dalilnya tetapi tidak tahu siapa di antara kami yang benar. Kami sudah sama-sama setuju bahawa siapa orang yang mula-mula datang ke tempat ini akan kami angkat sebagai hakim. Maka sekarang kami minta tolong kepada tuan untuk menghakimi kami.”
Lelaki itu meletakkan bungkusannya kemudian duduk. Setelah berehat sebentar dan nafasnya sudah mulai tenang, dia berkata: “Kalau begitu duduklah kamu disini.” Kemudian lelaki itu menghakimi mereka secara bijaksana.” Menurut Hasan Basri lelaki yang mengadili mereka itu adalah Nabi Khidir.

TOKOH SUFI KLASIK HARITS AL MUHASIBI KE 4: SABAR MENAHAH MARAH



Berikut ini adalah kisah seorang yang berkonsultasi dengan Al Harits Al Muhasibi, karena tidak bisa sabar menahan amarah karena hal – hal yang sepele.
 ”Aku tidak kuat menahan amarah ketika dicela dan disakiti.” kata si sakit. ”Engkau sulit menahan marah dan mudah membalas, sebab engkau menganggap bahwa menahan marah itu adalah perbuatan hina dan keserampangan sebagai kerhormatan.”kata Al Muhasibi.

”Lalu dengan apa aku dapat menahan amarah yang besar?” kata si sakit. ”Dengan kesabaran jiwa dan menahan anggota badan.” jawab Al Muhasibi. ”Dengan apa aku bisa mendapatkan kesabaran jiwa dan mengekang anggota badan?” tanya si sakit. ” Dengan mengetahui dan menyadari bahwa menahan marah itu adalah kemuliaan dan keindahan sedangkan keserampangan adalah kehinaan dan corengan.” jawab Al Muhasibi.
”Bagaimana aku dapat menyadari itu sementara dalam hatiku telah bercokol lawannya ? Dan bagaimana pula aku dapat menyadarinya sementara dalam diriku telah timbul suatu perasaan bahwa jika aku tidak membalas, aku merasa terhina di hadapan orang yang memarahiku ? selain itu, dalam hatiku timbul perasaan bahwa orang yang memarahiku adalah telah menginjak-injak harga diriku, dan jika aku tidak membalasnya, aku merasa dianggap sangat lemah dan tidak berdaya ?” tanya si sakit.
”Hatimu terus menerus memiliki perasaaan seperti itu, karena engkau tidak mengetahui bentuk lahir keburukan sikap seseorang yang suka marah.
Selain itu engkau tidak mengetahui rahasia menahan marah dan keagungan pahala dari Allah swt. Untukmu di akhirat kelak.” jawab Al Muhasibi.
 ”Bagaimana caranya supaya aku mengetahui kedua hal tersebut (rahasia menahan marah dan pahala agung) ?” tanya si sakit.
 ”Adapun keburukan dari suka marah dan tidak bisa menahan marah dapat engkau lihat dari keadaan orang yang memarahi dan mencela dirimu ketika marah dan emosi. Perhatikan roman mukanya, kelopak kedua matanya, warna merah mukanya, pelototan kedua matanya, ketidakelokan penampilannya, kerendahan dirinya dan hilangnya ketenangan dan ketentraman dari dirinya.”
 ”Engkau melihat dengan jelas keadaan itu dari orang permarah dan tampak nyata oleh setiap orang yang berakal. Jika engkau mendapat ujian dari Allah swt dengan sikap suka marah, ingatlah pahala yang dijanjikan oleh Allah swt. kepada orang - orang yang menahan marah, yaitu mendapatkan cinta dan pahalanya yang agung.
 Sesungguhnya sikap suka membalas menimbulkan kegelisahan dan akibat buruk yang akan terus abadi sampai di akhiratmu. Sedangkan menahan marah menimbulkan ketenangan dan dapat menabung pahala Allah swt. di akhirat kelak.”
 ”Tidaklah pantas seseorang yang berakal rela atas kehinaan dari akibat dirinya suka dengan kepuasan sekejap, seperti ia marah - marah hanya karena satu perkataan saja, bertindak melampaui batas, sedang anggota badannya tak terkendali, padahal perkataan tersebut tidak mengharuskan si pengucapnya untuk dimarahi. Dan orang yang mendengarnyapun tidak akan rugi, baik secara keagamaan ataupun keduniaan, bahkan sebenarnya si pengucap itu mesti disayangi, karena ia telah menjatuhkan harga diri dan martabatnya serta masuk ke dalam kehinaan. Sementara bagi yang dimarahi dan dihina, haruslah bersyukur sebab ia sesungguhnya tidak dijatuhkan martabatnya, tidak seperti yang menghinanya.” jawab Al Muhasibi.

TOKOH SUFI KLASIK HARITS AL MUHASIBI KE 3:PAKAR MAKANANAN HALAL DAN HARAM



Abu Abdullah Al-Harits Ibn Asad Al-Basri Al-Muhasibi (dipanggil Muhasibi) dilahirkan di Basrah pada tahun 165 Hijrah ( 781 M). Sejak kecil sudah merantau ke Baghdad mencari ilmu. Ilmu yang diminatinya adalah ilmu Hadis dan Tasawuf.

Muhasibi terkenal dengan kisah tentang pemeliharaan Allah keatasnya dari menjamah makanan yang haram. Ketika dia menghulurkan tangan untuk mengambil makanan yang diragukan status halalnya, secara mendadak urat saraf dibelakang jarinya menegang hingga jarinya tak dapat digerakkan. Maka ketika itu, sedarlah Muhasibi bahwa makanan itu tidak halal.

Al-Junaid bercerita, "Suatu hari aku berjumpa dengan Muhasibi disuatu majlis perkahwinan. Dia nampaknya sedang lapar. Lalu aku mengatakan kepadanya, "Pakcik..aku akan memberikan makanan untukmu."

"Terima kasih," jawab Muhasibi.

Lalu Junaid pun pergi ke tempat menyimpan makanan. Dia mengambil baki kuih majlis perkahwinan tersebut dan menghidangkannya kepada Muhasibi. Tiba-tiba, jari tangan Muhasibi tidak mahu bergerak sesuai dengan keinginannya. Dia berusaha untuk memakan kuih tersebut dan membawanya hingga ke mulut. Namun kuih itu tetap tak mahu masuk. Maka dengan segera dia membuang kuih itu.

Lalu Junaid bertanya apa yang terjadi.

Muhasibi menjawab, "Aku memang lapar ketika itu dan ingin makan untuk menyenangkanmu. Tetapi Allah SWT memberi tanda khusus bahawa makanan yang meragukan tidak akan masuk ke mulutku. Bahkan, tanganku pun tidak mahu menyentuhnya."

Maka Junaid berkata, "Mahukah engkau datang ke rumahku?"

"Boleh saja," jawab Muhasibi.

Mereka pun berjalan ke rumah Junaid. Apabila tiba, tuan rumah segera menghidangkan roti buat tetamunya. Tangan Muhasibi lancar bergerak dan lancar pula menelannya.

"Inilah makanan yang paling sesuai untuk seorang seperti saya," ujar Muhasibi.

KISAH GANJARAN TAAT



Dari Humaid bin Hilal, dari seorang pria, dia mengatakan: “Saya datang kepada Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam, kemudian beliau memperlihatkan kepada saya sebuah rumah, seraya berkata, ‘Ada seorang wanita yang dulu tinggal di sini, kemudian ikut berperang bersama kaum muslimin. Dia meninggalkan 12 ekor kambing dan sebuah alat tenun. Sepulangnya dari perang, dia kehilangan seekor kambing berikut alat tenunnya. Lalu dia berdoa, ‘Ya Rabb, sesungguhnya Engkau telah menjamin bagi orang yang keluar di jalan-Mu, bahwa Engkau akan menjaga barang kepunyaannya. Sekarang aku telah kehilangan seekor kambing dan alat tenun. Aku mohon Engkau mengembalikan barang kepunyaanku itu.’
Kemudian Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam menceritakan bagaimana kuatnya permohonannya kepada Allah, dan ternyata di pagi harinya dia mendapatkan kembali kambingnya bersama seekor lain, juga alat tenunnya, tidak hanya satu tetapi menjadi dua.”(H.R. Ahmad dalam Al-Musnad.)

FUTUHUL GHAIB KE 47 TANDA DEKAT KEPADA ALLAH: (SYAIKH ABDUL QADIR AL JILANI)



AJARAN KEEMPAT PULUH TUJUH

TANDA DEKAT KEPADA ALLAH

Seorang tua bertanya kepadaku dalam mimpiku: "Apa yang membuat seorang hamba Allah dekat kepada Allah?"
Aku berkata: "Proses ini berawal dan berakhir, awalnya iaitu kesalehan dan akhirnya iaitu keredhaan kepada Allah dan kepasrahan diri sepenuhnya kepada-Nya."