Rabu, 08 Agustus 2012

KITAB MADARIJUS SALIKIN SIRI 2 : ASH- SHIRATHUL - MUSTAQIM (IBNU AL JAUZIYYAH)

SIRI 2

OLEH  IBNU QAYYIM AL JAUZIYYAH

Allah menyebutkan Ash-Shiratul-mustaqim dalam bentuk tunggal dan
diketahui secara jelas, karena ada lam ta'rif dan karena ada keterang-an
tambahan, yang menunjukkan kejelasan dan kekhususannya, yang berarti
jalan itu hanya satu. Sedangkan jalan orang-orang yang mendapat murka
dan sesat dibuat banyak. Firman-Nya,
"Dan bahwa (yang kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus,
maka ikutilah ia, dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang
lain), karena jalan-jalan itu menceraiberaikan kalian dari jalan-Nya."
(Al-An'am: 153).
Allah menunggalkan lafazh ash-shirath dan sabilihi, membanyakkan
lafazh as-subula, sehingga jelas perbedaan di antara keduanya. Ibnu Mas'ud
berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menorehkan satu garis di
hadapan kami, seraya bersabda, 'Ini adalah jalan Allah'. Kemudian be-liau
menorehkan beberapa garis lain di kiri kanan beliau, seraya bersabda, 'Ini
adalah jalan-jalan yang lain. Pada masing-masing jalan ini ada syetan yang
mengajak kepadanya'. Kemudian beliau membaca ayat, 'Dan bahwa...'."
Pasalnya, jalan yang menghantarkan kepada Allah hanya ada satu,
yaitu jalan yang karenanya Allah mengutus para rasul dan menurunkan
kitab-kitab. Tak seorang pun bisa sampai kepada Allah kecuali lewat jalan
ini. Andaikan manusia melalui berbagai macam jalan dan membuka berbagai
macam pintu, maka jalan itu adalah jalan buntu dan pintu. itu terkunci.
Ash-Shirathul-mustaqim adalah jalan Allah. Sebagaimana yang pernah
kami singgung, Allah mengabarkan bahwa ash-shirath itu ada pada
Allah dan Allah ada pada ash-shirathul-mustaqim. Yang demikian ini disebutkan
di dua tempat dalam Al-Qur'an:
"Sesungguhnya Rabbku di atas jalan yang lurus." (Hud: 56).
"Dan Allah membuat perumpamaan: Dua orang lelaki, yang seorang
bisu, tidak dapat berbuat sesuatu pun dan dia menjadi beban ataspenanggungnya,
kemana saja dia disuruh oleh penanggungnya itu, dia
tidak dapat mendatangkan suatu kebajikan pun. Samakah orang itu
dengan orang yang menyuruh berbuat keadilan, dan dia beradapula di
atas jalan yang lurus?" (An-Nahl: 76).
Inilah perumpamaan yang diberikan Allah terhadap para berhala
yang tidak dapat mendengar, tidak dapat berbicara dan tidak berakal, yang
justru menjadi beban bagi penyembahnya. Berhala membutuhkan
penyembahnya agar dia membawa, memindahkan dan meletakkannya di
tempat tertentu serta mengabdi kepadanya. Bagaimana mungkin mereka
mempersamakan berhala ini dengan Allah yang menyuruh kepada keadilan
dan tauhid, Allah yang berkuasa dan berbicara, yang Maha-kaya, yang ada
di atas ash-shirathul-mustaqim dalam perkataan dan perbuatan-Nya?
Perkataan Allah benar, lurus, berisi nasihat dan petunjuk, perbuatan-Nya
penuh hikmah, rahmat, bermaslahat dan adil.
Inilah pendapat yang paling benar tentang hal ini, dan sayangnya
jarang disebutkan para mufassir atau pun ulama lainnya. Biasanya mereka
lebih mem-prioritaskan pendapat pribadi, baru kemudian menyebutkan
dua ayat ini, seperti yang dilakukan Al-Baghawy. Sementara Al-Kalby
berpendapat, "Artinya Dia menunjukkan kalian kepada jalan yang lurus."
Kami katakan, petunjuk-Nya kepada jalan yang lurus merupakan
keharusan keberadaan Allah di atas ash-shirathul-mustaqim. Petunjuk-Nya
dengan perbuatan dan perkataan-Nya, dan Dia berada di atas ash-shirathulmustaqim
dalam perbuatan dan perkataan-Nya. Jadi pendapat ini tidak
bertentangan dengan pendapat orang yang mengatakan bahwa Dia berada
di atas ash-shirathul-mustaqim.
Jika ada yang mengatakan, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sal-lam
menyuruh kepada keadilan", berarti beliau berada di atas ash-shirathulmustaqim.
Hal ini dapat kami tanggapi sebagai berikut: Inilah yang memang
sebenarnya dan tidak bertentangan dengan pendapat di atas. Allah berada
di atas ash-shirathul-mustaqim, begitu pula Rasul-Nya. Beliau tidak
menyuruh dan tidak berbuat kecuali menurut ketentuan dari Allah.
Berdasarkan pengertian inilah perumpamaan dibuat untuk menggambarkan
pemimpin orang-orang kafir, yaitu berhala yang bisu, yang
tidak mampu berbuat apa pun untuk menunjukkan kepada hidayah dan
kebaikan. Sedangkan pemimpin orang-orang yang baik, Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam menyuruh kepada keadilan, yang berarti beliau
berada di atas ash-shirathul-mustaqim.
Karena orang yang mencari ash-shirathul-mustaqim masih mencari
sesuatu yang lain, maka banyak orang yang justru menyimpang dari jalan
lurus itu. Karena jiwa manusia diciptakan dalam keadaan takut jika sendiri-an
dan lebih suka mempunyai teman karib, maka Allah juga mengingat-kan
tentang teman karib saat melewati jalan ini. Orang-orang yang layak
dijadikan teman karib adalah para nabi, shiddiqin, syuhada dan shalihin.
Mereka inilah orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah. Dengan begitu
rasa takut dari gangguan orang-orang di sekitarnya karena dia sendi-rian saat
meniti jalan, menjadi sirna. Dia tidak risau karena harus berbe-da dengan
orang-orang yang menyimpang dari jalan tersebut. Mereka adalah
golongan minoritas dari segi kualitas, sekalipun mereka merupakan
golongan mayoritas dari segi kuantitas, seperti yang dikatakan se-bagian
salaf, "Ikutilah jalan kebenaran dan jangan takut karena minimnya orangorang
yang mengikuti jalan ini. Jauhilah jalan kebatilan dan jangan tertipu
karena banyaknya orang-orang yang mengikutinya." Jika engkau meniti
jalan kebenaran, teguhkan hatimu dan tegarkan langkah kakimu, jangan
menoleh ke arah mereka sekalipun mereka memanggil-manggilmu, karena
jika sekali saja engkau menoleh, tentu mereka akan menghambat
perjalananmu.
Karena memohon petunjuk jalan yang lurus merupakan permohonan
yang paling tinggi nilainya, maka Allah mengajarkan kepada hambahamba-
Nya bagaimana cara berdoa kepada-Nya dan memerintahkan agar
mereka mengawalinya dengan pujian dan pengagungan kepada-Nya,
kemudian menyebutkan ibadah dan pengesaan-Nya. Jadi ada dua macam
tawassul dalam doa:
1. Tawassul dengan asma' dan sifat-sifat-Nya serta memuji-Nya.
2. Tawassul dengan beribadah dan mengesakan-Nya.
Surat Al-Fatihah juga memadukan dua tawassul ini. Setelah dua tawassul
ini digunakan, bisa disusul dengan permohonan yang paling penting,
yaitu hidayah. Siapa pun yang berdoa dengan cara ini, maka doanya
layak dikabulkan.

KITAB MADARIJUS SALIKIN SIRI 1 AL FATIHAH MENCAKUP BERBAGAI TUNTUTAN (IBN AL JAUZIYYAH)

SIRI 1

OLEH  IBNU QAYYIM AL JAUZIYYAH

Mengingat kesempurnaan manusia itu hanya tercapai dengan ilmu
yang bermanfaat dan amal yang shalih seperti yang terkandung di dalam
surat Al-Ashr, maka Allah bersumpah bahwa setiap orang akan merugi,
kecuali siapa yang mampu menyempurnakan kekuatan ilmiahnya dengan
iman dan kekuatan amaliahnya dengan amal shalih serta
menyempurnakan kekuatan selainnya dengan nasihat kepada kebenaran
dan kesabaran menghadapinya. Yang paling penting adalah iman dan
amal, yang tidak bisa berkembang kecuali dengan sabar dan nasihat.
Selayaknya bagi manusia untuk meluangkan sedikit waktunya, agar dia
mendapatkan tuntutan yang bernilai tinggi dan membebaskan diri-nya dari
kerugian. Caranya ialah dengan memahami Al-Qur'an dan mengeluarkan
kandungannya. Karena hanya inilah yang bisa mencukupi ke-maslahatan
hamba di dunia dan di akhirat serta yang bisa menghantarkan mereka ke
jalan lurus.
Berkat pertolongan Allah, kami bisa menjabarkan makna Al-Fatihah,
menjelaskan berbagai macam isi yang terkandung di dalam surat ini,
berupa berbagai macam tuntutan, bantahan terhadap golongan-golongan yang
sesat dan ahli bid'ah, etape orang-orang yang berjalan kepada Allah,
kedudukan orang-orang yang berilmu, perbedaan antara sarana dan
tujuan. Tidak ada sesuatu pun yang bisa mewakili kedudukan surat
Al-Fatihah ini. Karena itu Allah tidak menurunkan di dalam Taurat,
Injil maupun Jabur, yang menyerupai Al-Fatihah.
Surat Al-Fatihah mencakup berbagai macam induk tuntutan yang
tinggi. Ia mencakup pengenalan terhadap sesembahan yang memiliki ti-ga
nama, yaitu Allah, Ar-Rabb dan Ar-Rahman. Tiga asma ini merupakan
rujukan Asma'ul-Husna dan sifat-sifat yang tinggi serta menjadi porosnya.
Surat Al-Fatihah menjelaskan ilahiyah, Rububiyah dan Rahmah. Iyyaka
na'budu merupakan bangunan di atas Ilahiyah, Iyyaka nasta'in di atas
Rububiyah, dan mengharapkan petunjuk kepada jalan yang lurus merupakan
sifat rahmat. Al-Hamdu mencakup tiga hal: Yang terpuji dalam Ilahiyah-
Nya, yang terpuji dalam Rububiyah-Nya dan yang terpuji dalam rahmat-
Nya.
Surat Al-Fatihah juga mencakup penetapan hari pembalasan, pembalasan
amal hamba, yang baik dan yang buruk, keesaan Allah dalam
hukum, yang berlaku untuk semua makhluk, hikmah-Nya yang adil, yang
semua ini terkandung dalam maliki yaumiddin.
Surat Al-Fatihah juga mencakup penetapan nubuwah, yang bisa dilihat
dari beberapa segi:

1. Keberadaan Allah sebagai Rabbul-'alamin. Dengan kata lain, tidak layak
bagi Allah untuk membiarkan hamba-hamba-Nya dalam keadaan sia-sia
dan telantar, tidak memperkenalkan apa yang bermanfaat bagi
kehidupan dunia dan akhirat mereka, serta apa yang mendatangkan
mudharat di dunia dan di akhirat.

2. Bisa disimpulkan dari asma-Nya, Allah, yang berarti disembah dan dipertuhankan.
Hamba tidak mempunyai cara untuk bisa mengenal
sesembahannya kecuali lewat para rasul.

3. Bisa disimpulkan dari asma-Nya, Ar-Rahman. Rahmat Allah mencegah-
Nya untuk menelantarkan hamba-Nya dan tidak memperkenalkan
kesempurnaan yang harus mereka cari. Dzat yang diberi asma Ar-
Rahman tentu memiliki tanggung jawab untuk mengutus para rasul dan
menurunkan kitab-kitab. Tanggung jawab ini lebih besar daripada
tanggung jawab untuk menurunkan hujan, menumbuhkan tanaman dan
mengeluarkan biji-bijian. Konsekuensi rahmat untuk menghidupkan hati
dan ruh, lebih besar daripada konsekuensi menghidupkan badan.

4. Bisa disimpulkan dari penyebutan yaumid-din, yaitu hari di mana Allah
akan memberikan pembalasan terhadap amal hamba. Dia memberikan
pahala kepada mereka atas kebaikan, dan menyiksa mereka atas
keburukan dan kedurhakaan. Tentu saja Allah tidak akan menyiksa
seseorang sebelum ditegakkan hujjah atas dirinya. Hujjah ini tegak
lewat para rasul dan kitab-kitab-Nya.

5. Bisa disimpulkan dari iyyaka na'budu. Beribadah kepada Allah tidak
boleh dilakukan kecuali dengan cara yang diridhai dan dicintai-Nya.
Beribadah kepada-Nya berarti bersyukur, mencintai dan takut kepada-
Nya, berdasarkan fitrah, sejalan dengan akal yang sehat. Cara beribadah
ini tidak bisa diketahui kecuali lewat para rasul dan berdasarkan
penjelasan mereka.

6. Bisa disimpulkan dari ihdinash-shirathal-mustaqim. Hidayah adalah
keterangan dan bukti, kemudian berupa taufik dan ilham. Bukti dan
keterangan tidak diakui kecuali yang datang dari para rasul. Jika ada
bukti dan keterangan serta pengakuan, tentu akan ada hidayah dan
taufik, iman tumbuh di dalam hati, dicintai dan berpengaruh di
dalamnya. Hidayah dan taufik berdiri sendiri, yang tidak bisa diperoleh
kecuali dengan bukti dan keterangan. Keduanya mencakup pengakuan
kebe-naran yang belum kita ketahui, baik secara rinci maupun global.
Dari sini dapat diketahui keterpaksaan hamba untuk memanjatkan
permo-honan ini jika dia dalam keadaan terdesak, serta menunjukkan
keba-tilan orang yang berkata, "Jika kita sudah mendapat petunjuk, lalu
untuk apa kita memohon hidayah?" Kebenaran yang belum kita ketahui
jauh lebih banyak dari yang sudah diketahui. Apa yang tidak ingin kita
kerjakan karena menganggapnya remeh atau malas, sebenarnya serupa
dengan apa yang kita inginkan atau bahkan lebih banyak. Se-mentara
kita membutuhkan hidayah yang sempurna. Siapa yang menganggap
hal-hal ini sudah sempurna di dalam dirinya, maka permohonan hidayah
ini merupakan permohonan yang bersifat peneguh-an dan
berkesinambungan. Memohon hidayah mencakup permohonan untuk
mendapatkan segala kebaikan dan keselamatan dari kejahatan.

7. Dengan cara mengetahui apa yang diminta, yaitu jalan yang lurus. Tapi
jalan itu tidak bisa disebut jalan kecuali jika mencakup lima hal: Lurus,
menghantarkan ke tujuan, dekat, cukup untuk dilalui dan merupakan satusatunya
jalan yang menghantarkan ke tujuan. Satu cirinya yang lurus,
karena garis lurus merupakan jarak yang paling dekat di antara dua
titik, sehingga ada jaminan untuk menghantarkan ke tujuan.

8. Bisa disimpulkan dari orang-orang yang diberi nikmat dan perbedaan
mereka dari golongan yang mendapat murka dan golongan yang sesat.
Ditilik dari pengetahuan tentang kebenaran dan pengamalannya, maka
manusia bisa dibagi menjadi tiga golongan ini (golongan yang diberi
nikmat, yang mendapat murka dan yang sesat). Hamba ada yang mengetahui
kebenaran dan ada yang tidak mengetahuinya. Yang mengetahui
kebenaran ada yang mengamalkan kewajibannya dan ada yang
menentangnya. Inilah macam-macam orang mukallaf. Orang yang mengetahui
kebenaran dan mengamalkannya adalah orang yang mendapat
rahmat, dialah yang mensucikan dirinya dengan ilmu yang ber-manfaat
dan amal yang shalih, dan dialah yang beruntung. Orang yang
mengetahui kebenaran namun mengikuti hawa nafsunya, maka dia
adalah orang yang mendapat murka. Sedangkan orang yang tidak
mengetahui kebenaran adalah orang yang sesat. Orang yang mendapat
murka adalah orang yang tersesat dari hidayah amal. Orang yang
tersesat mendapat murka karena kesesatannya dari ilmu yang harus
diketahuinya dan amal yang harus dikerjakannya. Masing-masing di
antara keduanya sesat dan mendapat murka. Tapi orang yang tidak
beramal berdasarkan kebenaran setelah dia mengetahui kebenaran itu,
jauh lebih layak mendapat murka. Karena itu orang-orang Yahudi lebih
layak mendapat murka. Sedangkan orang yang tidak mengetahui
kebenaran lebih pas disebut orang yang sesat, dan inilah sifat yang
layak diberikan kepada orang-orang Nashara, sebagaimana firman-
Nya,
"Katakanlah, 'Hai Ahli Kitab, janganlah kalian berlebih-lebihan
(melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agama kalian, dan
janganlah kalian mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat
dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah
menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang
lurus'. "(Al-Maidah: 77).

Penggal pertama tertuju kepada orang-orang Yahudi dan penggal
kedua tertuju kepada orang-orang Nashara. Di dalam riwayat At-Tirmidzy
dan Shahih Ibnu Hibban, dari hadits Ady bin Hatim, dia berkata, "Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,"Orang-orang Yahudi
adalah orang-orang yang mendapat murka dan orang-orang Nashara adalah
orang-orang yang sesat." Nikmat dikaitkan secara jelas kepada Allah.
Sedangkan pelaku kemurkaan disamarkan. Hal ini bisa dilihat dari
beberapa pertimbangan:

1. Nikmat itu merupakan gambaran kebaikan dan karunia, sedangkan
kemurkaan berasal dari pintu pembalasan dan keadilan. Sementara
rahmat mengalahkan kemurkaan.Tentang pengkhususan nikmat yang
diberikan kepada orang-orang yang mengikuti jalan lurus, maka itu
adalah nikmat yang mutlak dan yang mendatangkan keberuntungan
yang abadi. Sedangkan nikmat itu secara tak terbatas diberikan kepa
da orang Mukmin dan juga orang kafir. Jadi setiap makhluk ada dalam
nikmat-Nya. Di sinilah letak rincian perselisihan tentang pertanyaan,
"Apakah Allah memberikan kepada orang kafir ataukah tidak?" Nik
mat yang tak terbatas hanya bagi orang yang beriman, dan ketidakterbatasan
nikmat itu bagi orang Mukmin dan juga bagi orang kafir. Inilah
makna firman-Nya,

"Dan, jika kalian menghitung nikmat Allah, tidaklah kalian dapat
menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu sangatzhalim dan sangat
mengingkari (nikmat Allah)." (Ibrahim: 34).

2.. Allahlah satu-satunya yang memberikan nikmat, sebagaimana firman-
Nya,

"Dan, apa saja nikmat yang ada pada kalian, maka dari Allahlah (datangnya)."
(An-Nahl: 53).

Sedangkan kemurkaan kepada musuh-musuh-Nya, maka bukan Allah
saja yang murka, tapi para malaikat, nabi, rasul dan para wali-Nya juga
murka kepada musuh-musuh Allah.

3. Ditiadakannya pelaku kemurkaan menunjukkan keremehan orang yang
mendapat murka dan kehinaan keadaannya. Hal ini berbeda dengan
disebutkannya pemberi nikmat, yang menunjukkan kemuliaan orang
yang mendapat nikmat.
Perhatikanlah secara seksama rahasia penyebutan sebab dan balasan bagi
tiga golongan ini dengan lafazh yang ringkas. Pemberian nikmat kepada
mereka mencakup nikmat hidayah, berupa ilmu yang bermanfa-at dan
amal yang shalih atau petunjuk dan agama yang benar, di samping
kesempurnaan nikmat pahala. Lafazh an'amta 'alaihim mencakup dua
perkara ini.
Penyebutan murka Allah terhadap orang-orang yang dimurkai, juga
mencakup dua perkara:
- Pembalasan dengan disertai kemurkaan, yang berarti ada siksa
dan pelecehan.
- Sebab yang membuat mereka mendapat murka-Nya.
Allah terlalu pengasih untuk murka tanpa ada ke jahatan dan kesesatan
yang dilakukan manusia. Seakan-akan murka Allah itu memang layak
diberikan kepada mereka karena kesesatan mereka. Penyebutan orangorang
yang sesat juga mengharuskan murka Allah dan siksa-Nya terhadap
mereka. Dengan kata lain, siapa yang sesat layak mendapat siksa, sebagai
konsekuensi dari kesesatannya.
Perhatikanlah kontradiksi antara hidayah dan nikmat dengan murka dan
kesesatan. Allah menyebutkan orang-orang yang mendapat murka dan
yang sesat pada sisi yang berseberangan dengan orang-orang yang
mendapat petunjuk dan mendapat nikmat. Yang pertama seperti firman
Allah,

"Dan, barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya
baginya penghidupan yang sempit". (Thaha: 124).
Yang kedua seperti firman Allah,

"Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Rabbnya dan
merekalah orang-orang yang beruntung." (Al-Baqarah: 5).

Sabtu, 04 Agustus 2012

HIKAM ATAI’ILLAH NO 5 VERSI IBN AJIBAH: TANDA-TANDA TERTUTUP MATAHATI

SYARAH IBN AJIBAH
 
BUKTI BUTA MATA HATI KAMU

Menurut Kalam Hikmah ke 23 , Imam Ibnu Athaillah Askandary 
 
Anda berusaha untuk apa yang benar-benar dijamin anda dan Kelonggaran anda dalam apa yang dikehendaki daripada anda adalah bukti bahawa anda buta matahati

Berusaha ke arah sesuatu perkara adalah untuk menumpukan usaha dan tenaga dalam mencari. Kelonggaran adalah kecuaian dan pembaziran. Mata penglihatan, sebagai penglihatan adalah penglihatan pancaindera. Mata dalam @ hati hanya melihat makna dan penglihatan hanya melihat semua perkara dengan deria.

Anda boleh mengatakan bahawa mata dalam hanya melihat yang halus dan penglihatan hanya melihat padat, atau mata dalam hanya melihat abadi dan penglihatan hanya melihat duniawi, atau mata dalam hanya melihat Pembuat dan penglihatan hanya melihat sebagai.

Apabila Allah menghendaki untuk membuka mata dalam, Dia membuat pekerjaan keluar berkhidmat Nya manakala diduduki masuk dengan cinta kepada-Nya. Apabila cinta masuk dan perkhidmatan ke luar menjadi besar, cahaya mata dalam tumbuh kuat sehingga ia penglihatan luarbiasa, dan cahaya penglihatan hilang dalam cahaya mata dalam dan sebagainya ia hanya melihat makna yang halus dan lampu abadi  mata dalam melihat.
Ini adalah makna perkataan Shaykh al-Majdhub:
Pandangan saya terus hilang di sisi,
     dan saya telah dibunuh mereka semua tidak kekal
Saya sedar dan tidak mencari lain
     dan kekal ceria di negeri ini.

Apabila Allah mahu untuk mengecewakan hambaNya, nescaya Dia menjadikan pekerjaan berkhidmat dengan makhluk dan cinta akan makhluk-makhluk. Kemudian dia terus seperti itu sehingga cahaya mata jiwanya dipadamkan dan cahaya penglihatan mengatasi cahaya mata dalam dan dia hanya melihat dengan deria dan hanya berkhidmat untuk pancaindera.

Jadi dia berusaha untuk mendapatkan apa yang dijamin bagi peruntukan yang diuntukkan dan adalah longgar dalam kewajipan yang dikehendaki daripadanya.

Jika dia menggantikan berusaha dengan penyerapan jumlah dan Kelonggaran dengan meninggalkannya, kebodohan menjadi buta

Shaykh Zarruq berkata bahawa:Kami berlindung dengan Allah! Ini adalah kerana dunia ini adalah ibarat sungai Goliat dari mana tiada siapa yang minum kecuali satu penceduk bukan satu yang dahaga, jadi faham!

Shaykh ash-Shadhili berkata, "mata dalaman adalah seperti mata penglihatan. Perkara yang kurangnya jatuh, ia menghalang dari melihat, walaupun ia tidak membawa kepada buta .
Terdapat bahaya dalam sesuatu yang merosakkan penglihatan dan menjadikan berfikiran keruh;. Dan keinginan untuk ia sama sekali membuang yang baik, dan bertindak dengan membuang dari sebahagian Islam itu dan membawa pertentangan

Apabila beliau terus jahat, Islam meninggalkan dia. Apabila mencapai tahap menyerang dalam Masyarakat, ketidakadilan berterusan kerana cinta untuk pangkat dan kedudukan dan cinta dunia ini berbanding dengan akhirat, maka Islam sepenuhnya meninggalkan dia.

Jangan tertipu dengan apa yang anda lihat dalam dan luarannya. Ia tidak mempunyai semangat kerana Islam adalah cinta Allah dan cinta untuk hamba-hambaNya yang soleh. "
Berjuang untuk apa yang dijamin sepenuhnya patut disalahkan, sama ada melalui tindakan atau perkataan untuk mempercepatkan mendapatkan oleh doa atau sesuatu yang lain

HIKAM ATAI’ILLAH NO 5 VERSI PONDOK: YAKIN JANJI ALLAH

VERSI PONDOK PASENTREN

PADAMNYA NUR MATA HATI MU

Menurut Kalam Hikmah ke 23 , Imam Ibnu Athaillah Askandary 

"Usaha kamu pada perkara yang sudah dijamin Allah dan lalai kamu akan tugas yang diwajibkan padamu adalah sebagai pertanda akan padamnya mata hatimu"

1. Penjelasan
 
Etika yang tidak kalah penting bagi seorang mukmin adalah yakin akan janji Allah. Seorang yang patuh kepada Allah harus melaksanakan kewajiban-kewajiban yang telah dibebankan kepadanya. Jika kewajiban tersebut telah dilaksanakan dengan baik dan benar, maka Allah akan memenuhi janjinya, yaitu mensejahterakan kehidupan dan menjadikan masyarakat disekelilingnya patuh demi kebaikan mukmin tadi. Hal tersebut tidak lain karena Allah telah memerintahkan kita, dan di sisi lain Allah juga telah berjanji akan menanggung kehidupan kita. Oleh karena itu, yang harus kita laksanakan adalah mencurahkan segala kemampuan dan pikiran untuk melakukan kewajiban-kewajiban yang telah dibebankan Allah. Kita juga harus yakin akan tanggungan Allah yang telah dijanjikan kepada kita, sehingga kita tidak perlu pusing untuk memikirkan diri kita sendiri.
Sebagai manusia kita harus tahu bahwa semua makhluk baik hewan, tumbuh-tumbuhan, maupun benda mati pasti diberi kewajiban oleh Allah SWT. Coba kita amati makhluk-makhluk kecil yang tidak bisa tampak kecuali dengan pembesar (mikroskop). Kemudian makhluk yang lebih besar dan lebih besar lagi sampai planet dan bintang-bintang dengan berbagai jenisnya, burung-burung serta ikan yang ada di laut. Maka kita akan menemukan bahwa semua makhluk tersebut melaksanakan kewajiban atau rutinitas yang telah di tetapkan Allah. Semuanya tidak ada yang melanggar atau keluar dari jalur hukum Allah. Hal ini sesuai dengan firman-Nya dalam surat Al-Nur ayat 41:
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يُسَبِّحُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالطَّيْرُ صَافَّاتٍ كُلٌّ قَدْ عَلِمَ صَلَاتَهُ وَتَسْبِيحَهُ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِمَا يَفْعَلُونَ.
Ertinya :. Tidaklah kamu tahu bahwasanya Allah: kepada-Nya bertasbih apa yang di langit dan di bumi dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya. masing-masing Telah mengetahui (cara) sembahyang dan tasbihnya, dan Allah Maha mengetahui apa yang mereka kerjakan.

Manusia bukanlah makhluk yang baru, namun manusia sangat berbeda dengan makhluk yang lain karena manusia diberi petunjuk pada sesuatu yang penting. Kalau makhluk lain melaksanakan kewajibannya dengan paksaan dan tabiat (insting), maka manusia diciptakan oleh Allah memiliki kemauan dan keinginan (ikhtiar). Oleh karena itu, manusia melaksanakan kewajibannya dengan ikhtiar tersebut bukan dengan paksaan pada dirinya. Hal ini tidak lain untuk memuliakan dan mensucikan manusia agar tidak disamakan seperti hewan dan makhluk lainnya yang hanya berdasar pada insting belaka.
Hal di atas lah yang menjadikan sebagian besar manusia durhaka, bahkan menyimpang dari kewajiban-kewajiban yang telah dibebankan. Sementara itu, makhluk-makhluk lain dengan berbagai jenisnya selalu patuh dan melaksanakan kewajiban serta tugas yang diciptakan untuknya. Ini karena manusia melakukan kewajiban atau rutinitasnya dengan hurriyyah (kemerdekaan, kemandirian) dan kesenangannya. Jadi penyimpangan dan kepatuhan pasti bisa timbul pada diri manusia. Adapun makhluk lain, dalam melaksanakan kewajibannya, sebagaimana pada benda-benda mati dan tumbuh-tumbuhan maka dengan menggunakan tabiat / insting seperti halnya pada binatang-binatang. Jadi penyelewengan akan tertutup dan tidak akan timbul. Ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Hajj ayat 18 :
.
Ertinya :Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar daripada manusia? dan banyak di antara manusia yang Telah ditetapkan azab atasnya. dan barangsiapa yang dihinakan Allah Maka tidak seorangpun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang dia kehendaki.

Dalam ayat di atas sudah sangat jelas bahwa yang dimaksud sujud adalah patuh pada kewajiban atau tugas yang dibebankan Allah pada makhluk. Coba kita lihat dalam ayat tersebut bahwa Allah mengumumkan kepatuhan semua makhluk yang disebut, pada perintah-perintah yang telah dibebankan-Nya. Lalu ketika sampai pada manusia, maka Allah menjelaskan bahwa pada manusia itu ada yang patuh dan ada yang durhaka. Oleh karena itu, Allah mengatakan (menyambung) dengan lafadz كثير من الناس (sebagian banyak manusia), bukan dengan lafadz كل الناس (semua manusia), lebih-lebih setelah itu Allah menjelaskan bahwa yang paling banyak adalah manusia yang durhaka sehingga mereka akan mendapatkan siksa-Nya.
Dari fenomena itulah, maka banyak sekali orang yang bersungguh-sungguh dalam mencari kebutuhan hidup (padahal hal tersebut sudah ditanggung oleh Allah), namun mereka malah lalai dalam melaksanakan tugas-tugas dan kewajiban yang telah dibebankan oleh Allah SWT. Ini menunjukkan betapa buramnya hati mereka sebagaimana kata hikmah Ibnu 'Atho'illah : "Kesungguhanmu dalam hal-hal yang telah di tanggung oleh Allah dan kecerobohanmu dalam hal-hal yang di perintahkan kepadamu adalah bukti betapa buramnya hatimu".
 
2. Dalil a. Surat Al-Dzariyyat ayat 56-58
 
Ertinya : 56. Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.

57. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan.

58. Sesungguhnya Allah dialah Maha pemberi rezki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh

Dan surat Thaha ayat 132
Ertinya: Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan Bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. kami tidak meminta rezki kepadamu, kamilah yang memberi rezki kepadamu. dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.

b. Surat Al-Nahl ayat 97.
Ertinya Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang Telah mereka kerjakan.

c. Surat Al-Nur ayat 55
Ertinya Dan Allah Telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana dia Telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang Telah diridhai-Nya untuk mereka, dan dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang fasik.

3. Aplikasi
 
Allah memang tidak akan mengingkari janji-Nya dan seandainya saja sejarah tidak menyaksikan kebenaran janji Allah tersebut, maka akan ada keraguan pada diri orang Islam. Mereka pasti akan ragu pada janji Allah, melihat zaman sekarang ini banyak orang Islam yang sangat lemah keyakinannya atas janji Tuhan mereka sendiri.
Sejarah Islam telah berbicara kepada telinga dunia ini atas kebenaran janji-janji Allah. Pada awal pertumbuhan Islam, orang muslim hanyalah sekelompok kecil dari orang-orang Arab. Namun setelah mereka mendengarkan perintah Allah, menjalankan tugas yang telah dibebankan oleh-Nya, beriman kepada-Nya, percaya akan janji dan hukum Allah, serta berusaha sekuat tenaga untuk menjalankan tugas-tugas yang diwajibkan (beribadah kepada Allah), maka Allah memenuhi janji yang telah disanggupi-Nya.
 
Allah telah berfirman dalam surat Ibrahim ayat 13-14 :
 
Ertinya :
13. Orang-orang kafir Berkata kepada rasul-rasul mereka: "Kami sungguh-sungguh akan mengusir kamu dari negeri kami atau kamu kembali kepada agama kami". Maka Tuhan mewahyukan kepada mereka: "Kami pasti akan membinasakan orang- orang yang zalim itu,
14. Dan kami pasti akan menempatkan kamu di negeri-negeri itu sesudah mereka. yang demikian itu (adalah untuk) orang-orang yang takut (akan menghadap) kehadirat-Ku dan yang takut kepada ancaman-Ku".


Kita telah mengetahui bahwa Allah telah menaklukkan kerajaan Romawi, Persia dan Yunani, serta menjadikan orang Islam (sekelompok kecil orang Arab) sebagai pemimpin di negara-negara tersebut. Allah juga telah mewariskan bumi dan kekayaan yang ada dalam negara-negara tersebut kepada mereka.
Orang yang mau berfikir pada sejarah tersebut pasti akan heran atas apa yang telah Allah penuhi sebagai ganti atas apa yang telah bangsa Arab lakukan. Orang tersebut akan menemukan bahwa kejadian tersebut tidak ada keraguan lagi.
Contoh realita yang lebih jelas lagi adalah ucapan Sayyidina Umar ra. kepada Abu Ubaidah. Suatu ketika Sayyidina Umar ra. sampai ke negara Syam dan bertemu dengan pembesar-pembesar negara tersebut. Waktu itu Sayyidina Umar memakai baju yang tidak kurang dari dua belas tambalan. Pada waktu itu juga Abu Ubaidah berbisik pada telinga Sayyidina Umar supaya beliau mengganti pakaianya, maka Sayyidina Umar mengatakan:
"Kita adalah suatu kelompok yang dimuliakan Allah dengan Islam. Dan kapan saja kita mencari kemuliaan dengan cara yang tidak dimuliakan Allah, maka Allah pasti akan menghina kita".
Seandainya saja Sayyidina Umar ra. memakai baju yang mewah dan menghadap pembesar-pembesar Syam dengan sombong, pasti hal tersebut akan mengisyaratkan bahwa bangsa Arab bisa menang dan mengalahkan mereka dengan kemewahan tersebut. Dengan demikian akan muncul distorsi pada sebab yang hakiki dan akan melupakan anugerah Allah yang telah menolong dan memuliakan orang Arab. Oleh karena itu, pembesar-pembesar Syam harus melihat realita keadaan bangsa Arab pada waktu itu, sehingga mereka tahu bahwa yang mengangkat bangsa Arab hanyalah Allah SWT.
Itulah sikap yang ditampilkan Sayyidina Umar ra. pada pembesar-pembesar Syam, yaitu dengan memakai baju tambalan yang mengandung dua hal pokok :
1). Sangat minimnya sarana dan prasarana untuk mencapai kemenangan orang arab dan sungguh tidak ada tipe untuk bisa mengalahkan musuh-musuhnya yang sangat kuat.
2). Kekuasaan Tuhanlah yang telah mengangkat derajat dan mengharumkan nama mereka dan Allahlah yang menganugrahi segala keagungan padahal mereka sangat-sangat lemah.
Adapun kita sekarang ini sebagai generasi mereka, maka kita justru tidak mau bangkit dengan tugas yang dibebankan Allah kepada kita. Kita juga tidak mempercayai janji Allah dan tidak mau berkaca pada sejarah Islam. Kebanyakan dari kita justru berkelana ke penjuru dunia dan mencari pintu-pintu kehinaan, bukannya pintu kemuliaan Allah. Hal itu akan semakin menambah kerugian jika kita tidak mau kembali pada pintu yang telah di tunjukkan Allah dan melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan-Nya.
b. Kewajiban seorang mukmin
Adapun kewajiban agama yang dibebankan Allah kepada mukmin dan keluarganya dalam etika ini adalah belajar hukum-hukum agama, mengetahui aqidah-aqidah islam beserta dalil-dalinya, belajar Al-Qur'an beserta tafsir dan mendidik keluarganya dengan tarbiyyah (pendidikan) Islam. Dia juga harus bersungguh-sungguh dalam mencari rizqi dengan cara-cara yang di syari'atkan oleh Allah. Walaupun pada kenyataannya mencari rizqi adalah kebutuhan duniawi, namun pada hakekatnya adalah bagian dari tugas yang dibebankan oleh Allah SWT, lebih-lebih jika dalam mencari rizqi tersebut bertujuan untuk menjalankan perintah Allah sebagaimana dalam Al-Qur'an surat Al Mulk ayat 15 :

Ertinya Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan Hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.
Bahkan mencari rizqi dengan cara dan tujuan seperti di atas merupakan bagian dari jihad di jalan Allah.
Imam Thabarani dalam kitab mu'jamnya, meriwayatkan hadist dari Ka'ab bin Ujrah. Suatu ketika Rasulullah SAW keluar bersama shahabatnya. Kemudian mereka melihat seseorang yang bekerja pagi-pagi sekali. Mereka sangat heran ketika melihat kerja keras dan semangat orang itu. Lalu salah satu dari shahabat berkata : "Celaka orang ini. Seandainya saja dia mau jihad di jalan Allah". Kemudian Rasulullah bersabda :
Ertinya :
"Jika orang tersebut bekerja untuk anak-anak kecilnya, maka orang tersebut berda dalam jalan Allah. Dan jika orang tersebut bekerja untuk kedua orang tuanya, maka dia juga berada di jalan Allah. Dan jika orang tersebut bekerja untuk memenuhi kebutuhannya sendiri maka orang tersebut juga berada di jalan Allah dan jika orang tersebut bekerja untuk kesombongan dan mencari kekayaan, maka dia berada di jalan syaitan."
 
Memang ibadah itu tidak hanya tertentu dalam sholat, puasa, haji, membaca al-Qur'an dan berdzikir. Ibadah juga mencakup semua perbuatan-perbuatan untuk mencari kedekatan kepada Allah. Oleh karena itu, semua jenis pekerjaan, perdagangan, pertanian dan pembangunan adalah bagian dari ibadah.
Namun yang perlu diketahui adalah semua usaha yang dilakukan untuk mencari ridla Allah itu harus disyari'atkan dan diperbolehkan. Usaha-usaha tersebut juga harus dilakukan setelah ibadah-ibadah wajib yang menjadi rukun islam di kerjakan dengan baik. Sebelum itu salik juga harus mengatahui dua sumber utama hukum Islam, yaitu Al-Qur'an dan Al-Hadist. Salik juga harus mengetahui hukum-hukum syari'at islam yang menjadi dasar dan hukum-hukum yang berhubungan dengan individu.
Jika tidak demikian, lalu bagaimana mungkin perdagangan, pekerjaan, dan kegiatan politik itu dikatakan usaha di jalan Allah atau salah satu dari ibadah dan amal untuk mendekatkan kepada Allah, jika orang yang melakukannya lupa pada shalat, ibadah dan berpaling dari pendidikan Islam, sedangkan dia juga tidak mau tahu-menahu akan aqidah dan hukum-hukum Islam?
Orang yang demikian pasti tidak mungkin tujuan dari amal dan kegiatan duniawinya itu termasuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah. Karena jika tujuannya adalah untuk Allah, maka hal itu pasti akan mendorongnya untuk menghadiri shalat jumuah, jamaah, majlis ilmu dan juga majlis dzikir.
Memang kebanyakan kegiatan duniawi sekarang ini sangat jauh dari apa yang telah dikatakan Rasulullah bahwasanya dia berada di jalan Allah. Jika kita melihat mayoritas masyarakat, maka kita akan tahu bahwa mereka memang lupa atau sengaja melupakan perintah-perintah dan tugas-tugas yang telah di bebankan Allah. Mereka tidak mau tahu hukum agama Islam dan membuang serta melupakan risalah Al-Qur'an yang telah diturunkan Allah SWT. Lafadz-lafadz Al-Qur'an asing di lidah mereka apalagi artinya. Merekalah realita dari ucapan Ibnu 'Atha'illah :
"Kesungguhanmu dalam hal-hal yang telah di tanggung oleh Allah dan kecerobohanmu dalam hal-hal yang diperintahkan kepadamu adalah bukti betapa buramnya hatimu".
 c. Kesimpulan
Sebagai hamba Allah yang shalih, kita memang harus terus percaya kepada janji-janji-Nya. Marilah kita berkaca pada pemimpin-pemimpin pada awal perkembangan Islam. Allah telah membukakan kepada mereka pintu-pintu kemenangan dan juga menjadikan mereka kaya setelah fakir. Hal tersebut terjadi tidak lain karena mereka menjalankan agama Allah, menjadikan diri mereka sebagai pasukan untuk memenuhi tugas-tugas yang telah dibebankan Allah dan mereka juga membenarkan Allah atas apa yang telah disanggupi mereka. Oleh karena itu, benarlah firman Allah (surat Ibrahim ayat 13-14) :
 
Ertinya : 13. Orang-orang kafir Berkata kepada rasul-rasul mereka: "Kami sungguh-sungguh akan mengusir kamu dari negeri kami atau kamu kembali kepada agama kami". Maka Tuhan mewahyukan kepada mereka: "Kami pasti akan membinasakan orang- orang yang zalim itu,
14. Dan kami pasti akan menempatkan kamu di negeri-negeri itu sesudah mereka. yang demikian itu (adalah untuk) orang-orang yang takut (akan menghadap) kehadirat-Ku dan yang takut kepada ancaman-Ku".


Dan juga lihatlah orang-orang setelah mereka yang juga menjalankan tugas-tugas yang telah dibebankan oleh Allah seperti Nuruddin zinki, Shalahuddin Al-Ayyubi, Usman Arthagrul (pendiri khilafah Umayyah), Muhammad Al-Fatih (penakluk Al-Qustantiniyyah) dan Abdul Al-Rahman Al-Dakhil (pendiri daulah Umayyah di Eropa).
Dan marilah kita juga berkaca pada orang-orang yang hanya ingin merasakan manisnya dunia, yaitu orang-orang yang datang setelah para pimpinan-pimpinan yang sholih. Orang-orang tersebut lupa akan tugas suci yang di bebankan kepada mereka. Mereka hanya mengumpulkan harta, membangun istana yang indah, mencari kesenangan dan kenikmatan. Mereka menganggap bahwa yang menjadikan mereka hidup enak adalah kekuatan dan kemenangan mereka.
Sungguh suatu musibah tampak pada buramnya mata hati mereka. Mereka lupa bahwa sumber kemuliaan mereka adalah Islam. Mereka mengingkari dan berpaling dari Islam. Mereka mencoba mencari-cari apa yang menjadikan mereka mulia, tapi mereka tidak menemukannya.
Sungguh benar perkataan Ibnu 'Atha'illah,
"Kesungguhanmu dalam hal-hal yang telah di tanggung oleh Allah dan kecerobohanmu dalam hal-hal yang di perintahkan kepadamu adalah bukti betapa buramnya hatimu."


SYARAH HIKAM ATA’ILLAH NO 5 VERSI KIYAI (TANDA-TANDA TERTUTUP MATAHATI)

VERSI DR KH MUHIBUDDIN WALY


JANGAN BUTA MATAHATI ANDA

Menurut Kalam Hikmah ke 23 , Imam Ibnu Athaillah Askandary 

“Kegiatan anda pada menghasilkan sesuatu yang telah terjamin untuk anda, di samping itu anda meninggalkan sesuatu di mana anda telah dituntut (diperintahkan pada mengerjakannya) adalah menunjukkan atas (telah) butanya (tertutup) matahati anda”.

Dari keterangan ini dapat kita fahami bahawa apabila mata kita melihat segala sesuatu yang mungkin dilihat, maka matahati kita melihat segala sesuatu yang tidak mungkin dilihat oleh penglihatan mata kepala sendiri. Inilah perbezaan diantara Al-Basirah dan Al-Basor.
Kalam Hikmah ini memberikan pengertian kepada kita agar kita jangan begitu mementingkan diri dalam mencari rezeki yang dijamin oleh Allah SWT.
Kita boleh berusaha, bahkan seterusnya berusaha mencari rezki yang halal, tetapi kita dianjurkan agar jangan sampai lupa diri, sehingga sluruh perhatian kita, kita tumpahkan untuk hidup duniawi ini sahaja.
Kerana apabila seluruh kekuatan kita, perhatian dan perasaan kita semuanya untuk ini,maka pasti akan mengakibatkan kurang kesungguhan kita dalam melaksanakan kewajipan-kewajipan kita terhadap ajaran agama.
Betapa tidak. Allah SWT dengan kurniaanNya dan kebaikanNyatelah menjamin rezeki hamba-hambaNya. Kerana itu Allah SWT telah berfirman dalam Al-Quran yang bermaksud:

Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezkinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezki kepadanya dan kepadamu dan dia Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.
[Al-Ankabut:60]
Dan firmanNya lagi yang bermaksud:

Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan Bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. kami tidak meminta rezki kepadamu, kamilah yang memberi rezki kepadamu. dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.
[Thoha:132]
Dua maksud ayat Al-Quran ini memberikan pengertian kepada kita bahawa dalam masalah rezeki, kita tidak boleh susah. Sebab ada dalam jaminan Allah SWT, asal sahaja kita berusaha sesuai dengan ketentuan-ketentuan dari tingkatan-tingkatan keadaan kita.
Apabila masalah rezeki sudah terang persoalannya, maka imbalan daripad itu ialah Allah SWT menuntut kita untuk melaksanakanamal ibadah berupa kewajipan-kewajipan kita terhadap Allah SWT dan mengerjakan amal-amal kebajikan lain-lain seperti yang telah digariskan oleh ajaran-ajaran agama kita.
Dengan amal ibadah kita dapat sampai kepada kebahagian di akhirat yang kekal baqa’. Dan dengan amal ibadah pula dapat kita berbakti kepada Allah SWT.
Berfirman Allah SWT dalam Al-Quran yang bermaksud:

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
[Adz-zariyat:56]
Kemudian dalam surah yang sama Allah melanjutkan firmanNya yang bermaksud:

Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah dialah Maha pemberi rezki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.
[Adz-zaariyat 57:58]
Dari ayat-ayat ini jelaslah bagi kita, bahawa Allah tidak meminta kepada kita sesuatu seperti yang kita perlukan di dalam hidup dan kehidupan kita.
Tetapi Allah SWT menjadikan kita manusia pada khususnya dengan hikmah supaya kita berterima kasih kepadaNya, dengan jalan beribadah, secara tegas mematuhi segala perintah-perintahNya dan menjauhi segala larangan-laranganNya.
Perlu kita ketahui tanda-tanda orang yang tenggelam dalam berusaha pada apa yang telah dijamin oleh Allah, tanda-tanda ialah:
1- Timbul penyesalan, apabila sesuatu yang telah diberikan oleh Tuhan dicabut kembali olehNya, apakah dengan jalan hilang dicuri orang, dibinasakan dengan datangnya kebanjiran, atau musnah ditelan api dan seumpamanya.
2- Tidak ada taqwa dalam hati dan tindak-tanduk pada menghasilkan rezeki yang dicari. Pendeknya asal wang mask, haram dan halal ditelan semuanya.
3- Lalai dari kewajipan yang menjadi hak kita yang tak dapat tidak pada sebabnya ada rezeki itu. Dengan kata lain dapat dikatakan bahawa masanya asyik ia dengan perusahaannya atau pekerjaannya sehingga lupa sembahyang dan puasa dan sebagainya.
Kemudian tanda-tanda bagi hamba-hamba Allah yang tidak pusing dan tidak tengglam dalam pekerjaannya, tetapi biasa sahaja, sehingga meskipun ia berusaha namun ada batas-batasnya; maka tanda-tandanya ialah 3 pula:
1- Redha pada apa yang terjadi. Apabila ia mendapat untung besar, maka ia bersyukur kepada Allah SWT dan apabila ia mendapat cubaan dari Tuhan sehingga ia jatuh rugi misalnya, maka ia bersabar dan menyerahkan dirinya kepada Allah SWT.
2- Senantiasa Taqwa kepada Allah dalam usaha mncari rezeki yang halal.
3- Senantiasa memelihara cara-cara yang baik, tindak-tanduk yang bagus, tidak memfitnah orang, tidak sentiment dan sakit hati, tidak aniaya kepada orang lain (dan sebagainya) di dalam pekerjaannya dalam berusaha demi mencari rezeki yang halal.

Maka dengan ini semua, teranglah bagi kita siapakah orang-orangnyayang dalam usaha-usahanya dalam menghasilkan rezeki, ia diredhai oleh Allah atau sebaliknya.
Kalam hikmah di atas dalam pengertiannya menyuruh kita supaya kita tetap memelihara hati kita, agar selalu mendapat limpahan-limpahan petunjuk dan tuntutan Allah dalam seluruh persoalan hidup yang kita hadapi.
Kerana itu meskipun kita di dalam hidup ini berusaha mengatasi hidup dan kehidupan dengan mencapai rezeki yang halal, maka janganlah kita lupa pada Allah dengan persoalan yang kita hadapi dengan jalan mematuhi ajaran-ajaran agamaNya.
Dan apabila sebaliknya, maka ini adalah dalil, bahawa hati kita telah buta dan tertutup, sehingga kebenaran dan keadilan dalam arti yang luas, gelap dan tidak kelihatan.
Akhirnya kebahagian yang kekal abadi yang menjadi cita-cita para hambaNya yang soleh akan sirna dan lenyap sama sekali.

SYARAH HIKAM N0 5 IBN ABBAD AL RUNDI: TANDA-TANDA BUTA MATAHATI

VERSI IBN ABBAD AL RUNDI MESIR

TANDA BUTA MATAHATI
 
Menurut Kalam Hikmah ke 23 , Imam Ibnu Athaillah Askandary 
 
Berusaha anda untuk apa yang telah pun dijamin anda dan kecuaian anda apa yang dituntut daripada anda adalah tanda-tanda buta mata hatimu.

Perkara yang dijamin bagi hamba adalah peruntukan di mana kewujudannya dikekalkan di dunia ini.Ia telah dijamin oleh Allah kerana telah  menjaga dan membebaskan hamba-hamba daripadanya.

Beliau tidak menuntut supaya mereka mengerahkan segala tenaga dalam usaha untuk itu atau bahawa mereka memberi perhatian yang tidak wajar kepadanya.
Perkara yang dituntut daripada hamba itu adalah tindakan yang dia cuba untuk mencapai kebahagiaan di akhirat dan mendekatkan diri kepada Allah seperti ibadah dan ketaatan.

Mendesak kerana hamba itu diamanahkan dengan pendapatan, berusaha untuk itu, membayar perhatian kepada keadaan, penyebab, dan tempoh masa yang betul.
Ini adalah bagaimana corak Allah telah menang ke atas hamba-hambanya. Allah yang Maha Tinggi berkata: Dan berapa banyak makhluk ada yang tidak membawa peruntukan sendiri. Allah memberikan kepadanya dan kepada kamu juga. [Al-Quran 29:60]Dan Dia Maha Tinggi juga telah berkata: Dan manusia hendaklah mempunyai hanya apa yang dia berusaha [Al-Quran 53:39]Ianya telah disampaikan di dalam beberapa tradisi bahawa Allah Maha Tinggi berkata, "HambaKu, mematuhi Ku dalam apa yang Ku ada diperintahkan anda dan tidak cuba untuk memberitahu apa yang terbaik untuk anda. "

Ia juga telah diriwayatkan daripada Rasulullah (Semoga Allah memberkati dan memberinya keamanan), "Apa keadaan orang-orang yang menghormati mewah dan menimbangkan penyembah tidak penting? Mereka bertindak dengan Al-Quran daripada apa yang mengikuti hawa nafsu mereka.

Bagi yang bercanggah dengan keinginan mereka, mereka keluar daripadanya. Mereka percaya sebahagian daripada buku dan kafir di sebahagian daripada. Mereka berusaha untuk mencapai apa yang diperolehi tanpa usaha (antara perkara yang ditakdirkan, bertulis jangka hayat, dan pra-peruntukan diagihkan) dan tidak berfungsi yang hanya diperolehi dengan berusaha (seperti ganjaran yang banyak, usaha dihargai, dan perdagangan yang tidak akan membuktikan unfruitful). "

Ibrahim al-Khawwas telah berkata, "Semua pengetahuan dalam dua kenyataan: (1) Jangan bekerja untuk apa yang anda telah memadai dan (2) Jangan mengabaikan apa yang dituntut daripada kamu. "
Maka sesiapa yang menjalankan apa yang dikehendaki beliau mengenai apa yang kami sebutkan itu (iaitu berusaha untuk apa yang dituntut dan membebaskan hati dari apa yang dijamin), wawasan beliau akan dibuka untuknya dan cahaya kebenaran [yang Maha Tinggi] akan bersinar dalam hatinya. Beliau juga akan mendapatkan matlamat yang tidak terhingga.
Bagi orang yang melakukan [bertentangan apa yang kita hanya disebut], wawasan beliau akan dihapuskan dan hatinya akan menjadi buta. Bukti untuk ini adalah tindakan beliau.
Insight penglihatan jantung, sama seperti visi fizikal adalah penglihatan mata. Bagi sisi
jantung, ia hanya gazes ke arah akibat muktamad hal ehwal. Akibat hal ehwal adalah untuk orang-orang yang ware Allah. Jadi, sifat menjaga Allah adalah hamba itu perlu berusaha dan tidak teragak-agak atau berhenti pendek kerana apa bar daripadanya.

Pengarang (Semoga Allah telah memberi rahmat kepadanya) menggunakan perkataan "berusaha" menunjukkan bahawa peruntukan mencari tanpa berusaha untuk ia tidak akan dimasukkan ke dalam kenyataannya. Ini adalah kerana mencari peruntukan dibenarkan dan dibenarkan. Jadi, mendapatkan peruntukan dengan sendirinya tidak menunjukkan kepada penghapusan wawasan seseorang, tetapi, jika bersama-sama dengan hamba jatuh pendek dalam melaksanakan apa yang diperintahkan untuk berbuat, maka ia tidak.
Pengarang mengatakan di dalam al-Tanwir MENERANGKAN yang Tinggi: Dan menyuruh keluarga anda untuk berdoa, dan berterusan di dalamnya. Kami tidak akan meminta anda tentang peruntukan dunia. Sebaliknya, kita adalah orang-orang yang menyediakan untuk anda. [Al-Al-Quran 20:132], "Ini bermakna bahawa anda perlu melaksanakan perkhidmatan kami, dan Kami akan melaksanakan peruntukan peruntukan duniawi anda. Jadi, ini adalah dua perkara. Yang pertama ialah apa yang Allah telah menjamin untuk anda , jadi jangan menjadi terlalu bimbang tentang kedua ialah apa yang Dia telah diminta daripada anda, maka janganlah kamu mengabaikannya ia.
Sesiapa yang busies dirinya dengan apa yang dijamin untuknya bukan apa yang diminta beliau, kejahilan beliau telah menjadi besar dan kelalaian beliau telah melebar. Beliau juga adalah kurang kemungkinan akan terbangun oleh seseorang yang cuba timbul beliau. Sebaliknya, ia adalah hak ke atas hamba itu bahawa dia sibuk sendiri dengan apa yang diminta dari beliau bukan apa yang dijamin untuknya. Apabila Allah Maha Suci Dia menyediakan bagi orang-orang penolakan, bagaimana akan Dia tidak mengadakan peruntukan bagi orang-orang yang melihat Dia? Apabila Maha Suci Allah telah memberi rezeki kepada orang-orang tidak percaya, bagaimana dia tidak memberi rezeki kepada orang-orang yang beriman. Anda perlu tahu bahawa dunia dijamin untuk anda (iaitu saham anda dijamin untuk anda oleh yang kewujudan anda didukung). [Sebaliknya], akhirat dituntut (tindakan iaitu sebagai satu Allah
Kenyataan: Dan memperoleh peruntukan, yang terbaik peruntukan adalah takut kepada Allah [al-Quran 2:197]). Bagaimana akal atau pandangan anda akan menjadi firma jika anda membayar perhatian yang tidak wajar kepada apa yang telah dijamin anda membiarkan ini alihan yang anda daripada apa yang dituntut anda antara hal ehwal akhirat. Sehingga sesetengah daripada mereka telah berkata, 'Sesungguhnya Allah Maha Tinggi telah memberi jaminan untuk anda dunia dan meminta di antara kamu di akhirat. Jadi kecelakaan yang menjamin untuk kita di akhirat dan menuntut dari kami dunia. ' "