Tampilkan postingan dengan label Wali Habib Al Ajami. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Wali Habib Al Ajami. Tampilkan semua postingan

Selasa, 16 September 2014

TOKOH SUFI KLASIK ( 6 ) : HABIB AL AJAMI WALI LUGU YANG PENUH HIKMAH



 Awalnya, Habib adalah seorang laki-laki yang kaya raya dan juga seorang lintah darat. Ia tinggal di Bashrah. Setiap hari ia berkeliling kota menagih orang-orang yang berutang padanya. Bila tak ada uang, ia akan meminta pembayaran dengan kulit domba untuk bahan sepatunya. Begitulah mata pencariannya. Suatu hari, ia pergi untuk menemui seseorang yang berutang padanya. Namun orang itu tidak ada di rumah. Karena gagal menemui orang itu, ia pun meminta pembayaran dengan kulit domba.“Suamiku tak ada di rumah,” tutur istri si peng­utang itu padanya. “Aku sendiri tak punya apa-apa. Kami telah menyembelih seekor domba, tapi, kini tinggal lehernya yang tersisa. Bila kau mau, aku akan memberikan padamu.”

“Boleh juga,” ujar Habib, ia berpikir bahwa setidaknya bisa ia membawa pulang leher domba itu. “Panaskan panci!”

“Aku tidak punya roti ataupun bahan bakar,” kata wanita itu.“Baiklah,” kata Habib. “Aku akan pergi meng­ambil roti dan bahan bakar, dan semuanya akan kuperhitungkan dengan kulit domba.”Habib pun pergi dan mengambil roti serta bahan bakar. Wanita-itu menyiapkan panci. Masakan itu pun matang, dan si wanita hendak menuangkannya ke dalam sebuah mangkuk. Saat itu, seorang pengemis mengetuk pintu.“Jika kami memberimu apa yang kami miliki,” teriak Habib, “kau tak akan menjadi kaya, sementara kami sendiri akan menjadi miskin!”Pengemis itu dengan putus asa, meminta wanita itu untuk menuangkan sesuatu ke mangkuknya. Wanita itu mengangkat tutup panci dan melihat bahwa seluruh isinya telah berubah menjadi darah. Wanita itu menjadi pucat, ia bergegas menemui Habib dan menarik tangannya, membawanya mendekati panci itu. “Lihatlah apa yang telah terjadi akibat praktik riba terkutukkmu itu, dan akibat caci-makimu kepada. pengemis itu!” pekik wanita itu. “Apa yang akan menimpa kita sekarang di dunia ini, belum lagi di akhirat kelak?”Melihat hal ini, Habib merasa seakan-akan kobaran api di dalam tubuhnya yang tak akan pernah surut. “Wahai wanita,” ujarnya; “aku menyesali segala, yang pernah kulakukan.”

Esok harinya Habib kembali pergi menemui orang-orang yang berutang padanya untuk menagih. Hari itu hari Jumat, anak-anak terlihat bermain di jalan. Ketika mereka melihat Habib, mereka berteriak, “Jangan dekat-dekat, agar debunya tidak menempel pada tubuh kita dan membuat kita terkutuk seperti dirinya.”Kata-kata itu sangat menyakiti Habib, Ia kemudian menuju gedung pertemuan, di sana Hasan Bashri sedang berceramah. Kebetulan, ada kata-kata Hasan Bashri yang benar-benar- menghenyakkan hati Habib, hingga membuatnya jatuh pingsan. Ia pun bertobat. menyadari apa yang telah terjadi, Hasan Bashri memegang tangan Habib dan menenang­kanya. Sepulangnya dari gedung pertemuan., Habib terlihat oleh seseorang yang berutang padanya, orang itu pun hendak melarikan diri. “Jangan lari!,” kata Habib padanya, “Mulai sekarang, akulah yang harus melarikan diri darimu.” Habib pun berlari. Anak-anak masih saja bermain di jalan. Ketika mereka melihat Habib, mereka kembali berteriak, “Lihat, itu Habib sang petobat. Jangan dekat-dekat, agar debu kita tidak menempel di tubuhnya, karena kita adalah para pendosa.”“Ya Allah, ya Tuhan,” tangis Habib. “Karena satu hari ini, di mana aku bertobat, Engkau telah menabuh genderang di hati manusia untukku, dan membuat namaku masyhur karena kebajikan.” Lalu ia pun mengeluarkan pernyataan, “Siapa saja yang menginginkan apa pun dari Habib, datanglah ke­padaku dan ambil apa pun yang kalian mau!”, Orang-orang pun berkumpul di rumahnya, dan ia memberikan segala yang dimilikinya hingga ia tak punya uang sepeser pun. Kemudian, seorang pria datang meminta sesuatu, Karena tak memiliki apa-apa lagi, Habib pun memberi pria itu kain istrinya. Kepada seseorang yang datang kemudian, Habib memberikan bajunya, sendiri, ia pun jadi telanjang dada.Habib lalu menyepi di tepi Sungai Eufrat dan di sana ia menyerahkan diri sepenuhnya untuk ibadah.

Setiap hari, siang dan malam, ia. belajar di bawah bimbingan Hasan, tapi ia tidak bisa mempelajari Al-Qur’an, karenanya, ia juluki Barbar. Waktu pun berlalu, dan Habib benar-benar menjadi orang yang sangat, miskin. Istrinya me­mintanya untuk memberi nafkah sehari-hari, Habib pun keluar rumah menuju tepi Sungai Eufrat untuk beribadah. Ketika malam tiba, ia kembali ke rumah. “Suamiku, di mana engkau bekerja, kok tidak membawa pulang apa-apa?,” tanya istrinya. “Aku bekerja pada. seseorang yang sangat dermawan,” jawab Habib, “Saking dermawannya ia, aku sampai malu untuk meminta kepadanya. Bila telah tiba waktu yang tepat, ia akan memberi. Setiap sepuluh hari aku membayar upah,” kata Bosku.Begitulah, setiap hari Habib pergi ke tepi sungai dan beribadah di sana, hingga sepuluh hari. Pada hari kesepuluh, di waktu dzuhur, di benaknya berkata; “Apa yang aku bawa pulang malam ini, dan apa yang aku katakan pada isteriku?”Habib merenungkan hal ini dalam-dalam. Seketika, Allah Yang Mahakuasa mengutus bebe­rapa orang kuli ke rumah Habib dengan membawa tepung, daging domba, minyak, madu, rempah rempah, dan bumbu dapur. Kuli-kuli itu menaruh barang berat tersebut di dapur rumah Habib. Seorang anak muda yang tampan menyertai mereka dengan membawa uang sebanyak tiga ratus dirham. Anak muda itu mengetuk pintu rumah Habib.“Apa keperluan Anda?” tanya istri Habib sambil membuka pintu. “Tuanku telah mengirim semua ini” jawab anak muda itu. “Bilang pada Habib, ‘Bila kau tingkatkan hasilmu, niscaya kami akan tingkatkan upahmu.” Setelah mengatakan hal itu, ia pun pergi.Di kegelapan malam, Habib melangkah pulang, malu dan sedih. Ketika ia semakin mendekati rumah­nya, ia mencium aroma roti dan masakan. Istrinya berlari menyambutnya, membersihkan wajahnya, dan berlaku sangat lembut padanya: “Suamiku,” kata istrinya, “tuanmu itu sangat haik, dermawan, serta; penuh cinta dan kebaikan. lihatlah apa yang telah ia kirimkan melalui seorang anak muda yang tam­pan! Dan anak muda itu berkata, ‘Jika Habib pulang, katakan padanya, ‘Bila kau tingkatkan hasilmu, niscaya kami akan tingkatkan upahmu.”Habib merasa takjub. “Menakjubkan!” katanya. “Aku baru bekerja, selama sepuluh hari, dan ia telah memberikan aku-segala kebaikan ini. Jika aku bekerja lebih keras, siapa yang tahu apa yang akan diperbuat­nya?” Habib pun memalingkan wajahnya sepenuhnya dari duniawi dan mengabdikan diri untuk ber­ibadah kepada-Nya.

TOKOH SUFI KLASIK ( 5 ) : KISAH PERJALANAN KEROHANAIAN HABIB AL AJAMI



Habib Al Ajami,semula adalah seorang yang kaya raya yang pekerjaanya adalah membungakan uang atau rentenir yang meminjamkan kepada seseorang dengan sistim bunga.

Suatu saat  Habib pergi kepada seseorang yang berhutang kepadanya. Seperti biasa dia dating untuk menagih hutang sekaligus bunganya. Namun kali ini seseorang yang dicari tidak ada dirumah. Dia hanya menemukan istrinya saja, Kepada wanita itu dia menagih hutang dan bunganya.

 Siwanita itu pun berkata; Suamiku sedang tak ada dirumah,,”dan saya tak punya uang untuk membayar hutang kami kepada tuan, tetapi kami baru menyembelih kambing dan sekarang yang tersisa hanya lehernya saja, Jika tuan menginginkanya saya akan memberikanya kepada tuan.

 Habibpun menjawab:” Boleh”,Tapi ini bukan berarti pembayaran atas hutang suamimu,,”!

Segera wanita tersebut masuk kedalam rumah dan memasak leher kambingitu.setelah matang wanita itupun menuangkan kesebuah mangkok. Namun sebelum dia mengucurkan kuahnya kedalam mangkok tiba-tiba dating seorang pengemis meminta minta sedekah, Wanita itupun bingung antara memberikan leher kepada pengemis atau Habib.”

 Kemudian wanita itu  memberanikan bicara kepada Habib:” Jika yang kami miliki ini saya berikankepadamu,,,”Tuan tidak akan menjadi kaya karenanya tetapi kami sendiri yang akan menjadi miskin sebab tidak ada apa-apa lagi yangdapat kami makan hari ini.”

Habibpun marah dan mendamprat pengemis itu. Namun pengemis tersebut masih tetap mengharap pemberian walau hanya sekedar untuk mengganjal perut.

Melihat hal tersebut dan didorong oleh sifat kasihan maka wanita tersebut akhirnya memberikanya masakan itu kepada pengemis. Namum alangkah terkejutnya habib manakala dibuka penutup mangkok itu ternyata isinya berubah menjadi darah hitamyang membusuk.

 Wanita itupun berkata :” Tuan,,” Saksikanlah olehmu, Masakan ini berubah menjadi darah hitam yang membusuk dikarenakan Ribamu yang terkutuk dan sikapmu terhadap seseorang yang  mengharapakan belah kasihmu”,

Tak lama wanita itupun menagis dan berkata:”Aku tak tahu bagaimana nasib kita kelak diakhirat dengan perbuatan kita ini”

Habib terdiam  tiba-tiba tubuhnya menerima sebuah kesadaran bahwa apa yang telah ia perbuat terhadap suami istri dan kepada seorang pengemis hari itu adalah suatu kesalahan besar.

Setelah peristiwa itu besoknya dia pergi lagi kesalah seorang  dengan maksud yang sama menagih hutang, kebetulan  hari itu hari jum’at, banyak anak-anak yang bermain main dijalan pada saat itu.

 Mengetahui kedatangan Habib mereka berkata:”Lihatlah Habib silintah darat itu menuju kemari,,”ayo lari….”!!klo ga nanti debu-debunya akan menempel kepada kita dan kita akan menjadi seperti dia”!

Pada awalnya Habib begitu marah dengan tingkah anak anak itu tapi lambat laun dari itulah Habib semakin menyadari kesalahnya. Habib menjadi orang yang Khusu dalam beribadah dalam tobatnya dia berkata:”Ya ALLAH…”baru saja hambamu membuat permainan dengan-MU,dan Engkau telah membuat gendering gendering didalam hati manusia untuk diriku. Aku benar-benar bertobat kepada-MU,,Ya,,ALLAH..”

Pada suatu hari Habib membuat pengumuman yang sangat aneh,pengumuman itu berisi”Barang siapa  yang menginginkan harta benda milik Habib Al Ajami dating dan ambilah”!!!

Dari pengumuman itu maka berbondong-bondonglah semua warga untuk mengambil harta Habib yang mengakibatkan Habib Al Ajami jatuh miskin,hingga ketika seseorang yang dating paling akhir tak kebagian harta habib dan meminta baju yang dikenakanya maka habib pun memberikanya.

 Akhirnya Habib pergi uzlah dengan berbekal pakaian yang dikenakan saja,menyepi menuju pinggiran sungai Euphrat.ditempat itulah dia hidup sepenuhnya untuk beribadah kepada ALLAH,ditempat itu dia tidak sendiria dia ditemani oleh Hasan Al Basri yang menjadi guru dan pembimbing perjalanan sepiritualnya.

Beberapa waktu kemudian habib menjenguk istrinya yang ditinggal ketika berniat untuk menyepi. Kedatangan Habib tentusaja membuat bahagian sang istri tapi juga kecewa karena tak pernah bertemu sekian lama juga tak ada kabar dari Habib,sehingga munculah sebuah percakapan sang istri yang bertanya kepada Habib.

 “Kemana saja engkau bekerja selama ini?”,mengapa sampai sekarang engkau tidak memberiku apa-apa untuk menutupi kebutuhan hidup kita?”

 Habibpun menjawab:”Aku bekerja kepada seseorang yang sangat pemurah”Sedemikian murahnya Dia sampai-sampai aku malu untuk meminta sesuatu kepada-NYA. Sudahlah ,,,”pada saatnya nanti Dia akan memberikan sesuatu kepada kita,sebab Dia pernah berjanji sepuluh hari sekali AKU akan membayar upahmu”.

 Tanpa sepengetahuan sang istri Habib pun pergi menuju masjid untuk bermunajat kepada ALLAH. Dan pada shatal dhuhur dihari yang kesepuluh sebuah pikiran mengusik batinya,”Apakah yang akan aku bawa pulang hari ini yang bias aku berikan kepada istriku,,?”

 Lama Habib memikirkan hal itu sampai pada titik puncak dia memasrahkan semua kepada ALLAH yang maha pengasih lagi maha penyayang. Dan pada saat bersamaan ALLAH menyuruh malaikat-NYA dalam wujud manusia untuk membawakan gandum ,ada lagi yang membawa domba yang sudah dikuliti sementara yanglainya membawa minyak,madu,rempah-rmpah,dan bumbu kerumah Habib tanpa sepengetahuan Habib.diantara malaikat ada yang berwujud seorang pemuda yang gagah yang membawa sebuah kantong yang berisi uang 300 dirham perak.

 Sang pemudapun mengetuk rumah Habib, dari dalam rumah sang istripun membukakan pintu, betapa kagetanya istri Habib melihat rombongan yang lumayan banyak bertandang kerumahnya. Istri Habibpun bertanya:”Apakah maksud tuan-tuan dating kerumah kami ini?”

 Sang pemudapun menjawab:” Majikan kami menyuruh kami untuk mengatarkan barang-barang ini.,”Dan tolong sampaikan kepada Tuan Habib bahwa jika dia melipat gandakan jerih payahnya maka Tuan Kami juga akan melipat gandakan upahnya,,”

 Sementara itu Habi masih dalam keadaan bingung dimasjid,akhirnya dia pulang dengan keadaan bersedih karena tidak bisa membawakan apapun untuk istrinya untuk sekedar makan beberapa hari saja. Sesampai dirumah Habib merasa aneh dengan rumah yang bau dengan masakan mengundang selera, Meleihat suaminya pulang istri Habibpun langsung berlari menyambut kedatangan suaminya dengan senyum bahagia,”

 Sang istripun berkata:”Wahai suamiku,,”memang benar apa yang engkau katakana tempo hari,bahwa majikanmu memang seorang yang sangat pemurah dan pengasih. Lihatlah apa saja yang Dia kirimkan kepada kita tadi pagi lewat seorang pemuda yang gagah.”

 Habib masih tidak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh istrinya. Sedangkan tadi pagi sampe siang dia berada dimasjid  dalam keadaan bingung. Istri habibpun melanjutkan percakapanya:”Oh..iya,,,”Pemuda tadi juga berpesan bahwa jika engkau melipat gandakan jerih payahmu niscaya Tuanmu akan melipat gandakan upahmu juga..”

Betapa terkejutnya Habib dengan cerita istri yang baru dia sampaikan, Dia baru sadar bahwa ternyata ALLAH telah membalas apa yang selama ini dia kerjakan,Dalam rasa syukurnya Habib berkata;” Ya,,ALLAH,,” begitu banyak nikmat yang Engkau limpahkan kepada kami didunia ini.Berikanlah limpahan nikmat ini kepada hamba-MU ini kelak diakherat nanti”

 Semoga dari cerita perjalanan sepiritual Habib Al Ajami bisa sedikit member kita pelajaran bahwasanya perlu sekali ditanamkan rasa sabar dan  berserah diri kepada ALLAH niscaya akan memberi  petunjuk dengan karunia nikmat lebih sesuai dengan kebutuhan hati kita,karena ALLAh telah berjanji  dalam firman-NYA:

 “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya akan Aku tambahkan (nikmat-Ku) kepadamu.” (QS. Ibrahim: 7).

TOKOH SUFI KLASIK ( 4 ) : KISAH KEJUJURAN HABIB AL ‘AJAMI



Hasan al-Basri (semoga Allah memberkatinya) adalah seorang imam yang terkenal.

Dan di masanya, hidup Habib al-’Ajami (semoga Allah mensucikan jiwanya). Beliau bukan seorang Arab, tapi dari Persia atau Bukhara, dan (beliau) buta huruf.

Suatu ketika Habib al-’Ajami sedang duduk di depan khaniqahnya (pondokan untuk berdzikir), tiba-tiba Hasan al-Basri datang dengan tergopoh-gopoh. “Oh Habib, sembunyikan aku karena Hajjaj, wakil gubernur, mengutus tentaranya untuk menangkapku. Sembunyikan aku!” kata Hasan al Basri. Dan Habib membalas “Masuklah ke dalam dan bersembunyilah.” Hasan masuk ke dalam dan menemukan sebuah tempat untuk bersembunyi. Beberapa saat kemudian, beberapa tentara menghampiri Habib, “Apakah anda melihat Hasan al-Basri?”

“Ya, Aku melihatnya di dalam. Dia ada di dalam.” jawab habib.

Mereka masuk ke dalam dan melihat ke sekeliling, melihat ke segala arah, bahkan menyentuh kepala Hasan al-Basri, dan beliau melihat mereka dengan ketakutan. Kemudian pasukan itu keluar, dan berkata kepada Habib,”Apa sekarang anda tidak malu (karena) anda telah berdusta. Di mana dia? Hajjaj akan berurusan dengan orang yang bekerja sama dengan Hasan al-Basri, dan itu cocok dengan anda. Anda berkata bahwa dia berada di dalam, apakah anda tidak malu telah berdusta!”

“Di dalam, Aku tidak berdusta. Dia di dalam.”  jawab Habib.

Sekali lagi, mereka masuk. Lalu, dengan sangat marah, merekapun pergi karna tak menemukan. Beberapa saat Kemudian Hasan al-Basri keluar. “Oh, Syaikh, apa ini? Aku datang kapadamu, memintamu untuk menjagaku dan engkau malah mengatakan kepada tentara bahwa aku berada di dalam.” “Ya Hasan, ya Imam, najawta min sidqi kalaamiy {engkau diselamatkan oleh kebenaranku!} Aku mengatakan kebenaran dan Allah melindungimu karena aku berkata dengan jujur. Aku berkata, “Wahai Tuhanku, ini adalah Hasan al-Basri, hamba-Mu, dia datang meminta pertolonganku, berkata, ‘Sembunyikan aku, jagalah aku!’ Aku tidak bisa melindunginya. Aku mempercayakan dia kepada-Mu, menyerahkan dia kepada-Mu sebagai amanat dariku. Engkau melindunginya.’ Aku hanya mengatakan hal itu dan membaca Ayat al-Kursi.”

Karena itulah para tentara tiada pun dapat melihatnya.

TOKOH SUFI KLASIK ( 3 ) : KEAJABIAN-KEAJAIBAN HABIB AL AJAMI



Pada suatu seorang wanita tua datang kepada Habib, merebahkan dirinya di depan Habib dengan sangat memelas hati.

“Aku mempunyai seorang putera yang telah lama pergi meninggalkanku. Aku tidak sanggup lebih lama lagi terpisah darinya, berdoalah kepada Allah,” mohonnya kepada Habib, “Semoga berkat doamu, Allah mengembalikan puteraku itu kepadaku.”

Apakah engkau memiliki uang ?” Tanya Habib kepada wanita tua itu.

“Aku mempunyai dua dirham.” Jawabnya.

“Berikanlah uang itu kepada orang-orang miskin.”

Kemudian Habib membaca sebuah doa lalu ia berkata kepada wanita itu, “Pulanglah, puteramu telah kembali.”

Belum lagi wanita itu sampai ke rumah, dilihatnya sang putera telah ada dan sedang menantikannya.

“Wahai! Anakku telah kembali!” wanita itu berseru. Kemudian dibawanya puteranya itu menghadap Habib.

“Apakah yang telah engkau alami?” Tanya Habib kepada putera wanita itu.

“Aku sedang berada di Kirmani, guruku menyuruhku membeli daging. Ketika daging itu telah kubeli dan aku hendak pulang ke guruku, tiba-tiba bertiuplah angin kencang, tubuhku terbawa terbang dan terdengar olehku sebuah suara yang berkata, “Wahai angin, demi doa Habib dan dua dirham yang telah disedekahkan kepada orang-orang miskin, pulangkanlah ia kerumahnya sendiri.”

Pada tanggal 8 Zulhijjah, Habib kelihatan di kota Bashrah dan pada keesokkan harinya di Padang Arafah. Pada waktu yang lain, bencana kelaparan melanda kota Bashrah. Karena itu, dengan berutang Habib membeli banyak bahan-bahan pangan dan membagi-bagikannya kepada orang-orang miskin. Setiap hari Habib menggulung kantung uangnya dan menaruhnya di bawah lantai. Apabila para pedagang datang untuk menagih utang, barulah kantung itu dikeluarkannya. Sungguh ajaib, ternyata kantung itu sudah penuh dengan kepingan-kepingan dirham. Dari situ dilunasinya semua utangnya.

Rumah habib terletak di sebuah persimpangan jalan di kota bashrah. Ia mempunyai sebuah mantel bulu yang selalu dipakainya baik pada musim panas maupun pada musim dingin. Sekali peristiwa, ketika Habib hendak bersuci, mantel itu dilepaskannya dan dengan seenaknya dilemparkannya ke atas tanah.

Tidak berapa lama kemudian Hasan al Bashri lewat di tempat itu. Melihat mantel Habib yang terletak di atas jalan, ia bergumam, “Dasar Habib seorang barbar, tak peduli berapa harga mentel bulu ini! Mantel yang seperti ini tidak boleh dibiarkan saja di tempat ini, bias-bisa hilang nanti”.

Hasan berdiri di tempat itu untuk menjaga Mantel itu. Tidak lama kemudian habib pun kembali.

“Wahai, imam kaum Muslimin,” Habib menegur Hasan setelah member salam kepadanya, “mengapakah engkau berdiri di sini?”

“Tahukah engkau bahwa mantel seperti ini tidak boleh ditinggalkan di tempat begini? Bisa-bisa hilang. Katakana, kepada siapakah engkau menitipkan mantel ini?”

“Kutitipkan kepada Dia, yang selanjutnya menitipkannya kepadamu”. Jawab Habib.

Pada suatu hari Hasan berkunjung ke rumah habib. Kepadanya Habib menyuguhkan dua potong roti gandum dan sedikit garam. Hasan sudah bersiap-siap hendak menyantap hidangan itu, tetapi seorang pengemis datang dan Habib menyerahkan kedua potong roti beserta garam itu kepadanya.

Hasan terheran-heran lalu berkata, “Habib, engkau memang seorang manusia budiman. Tetapi alangkah baiknya seandainya engkau memiliki sedikit pengetahuan. Engkau mengambil roti yang telah engkau suguhkan ke ujung hidung tamu lalu memberikan semuanya kepada seorang pengemis. Seharusnya engkau memberikan sebagian kepada si pengemis dan sebagian lagi kepada tamumu”.

Habib tidak memberikan jawaban.

Tidak lama kemudian seorang budak datang sambil menjunjung sebuah nampan. Di atas nampan itu ada daging domba panggang, penganan yang manis-manis, dan uang lima ratus dirham perak. Si budak menyerahkan nampan itu ke hadapan Habib. Kemudian Habib membagi-bagikan uang itu kepada orang-orang miskin dan menempatkan nampan itu di samping Hasan.

Ketika Hasan mengenyam daging panggang itu Habib berkata kepadanya, “Guru, engkau adalah seorang manusia budiman, tetapi alangkah baiknya seandainya engkau memiliki sedikit keyakinan. Pengetahuan harus disertai dengan keyakinan.

Pada suatu hari ketika perwira-perwira Hajjaj mencari-cari Hasan, ia sedang bersembunyi di dalam pertapaan Habib.

“Apakah engkau telah melihat Hasan pada hari ini?” Tanya mereka kepada Habib.

“Ya, aku telah melihatnya”, jawab Habib.
“Di manakah Hasan pada saat ini?”
“Di dalam pertapaan ini”.

Para perwira itu memasuki pertapaan Habib dan mengadakan penggeledahan, namun mereka tidak berhasil menemukan Hasan.

“Tujuh kali tubuhku tersentuh oleh mereka”, Hasan mengisahkan, “namun mereka tidak melihat diriku”.

Ketika hendak meninggalkan pertapaan itu Hasan mencela habib, “Habib, engkau adalah seorang murid yang tidak berbakti kepada guru. Engkau telah menunjukkan tempat persembunyianku”.

“guru, karena aku berterus terang itulah engkau dapat selamat. Jika tadi aku berdusta, niscaya kita berdua sama-sama tertangkap”.

“Ayat-ayat apakah yang telah engkau bacakan sehingga mereka tidak melihat diriku?” Tanya hasan.

“Aku membaca Ayat Kursi sepuluh kali, Rasul Beriman sepuluh kali, dan Katakanlah, Allah itu esa sepuluh kali. Setelah itu aku berkata, “Ya Allah, telah kutitipkan Hasan Kepada-Mu dan oleh karena itu jagalah dia”.

Suatu ketika Hasan ingin pergi ke suatu tempat. Ia lalu menyusuri tebing-tebing di pinggir suangai Tigris sambil merenung-renung. Tiba-tiba Habib muncul di tempat itu.

“Imam, mengapakah engkau berada di sini?” Habib bertanya.

“Aku ingin pergi ke suatu tempat namun perahu belum juga tiba”, jawab Hasan.

“guru, apakah yang telah terjadi terhadap dirimu? Aku telah mempelajari segala hal yang kuketahui dari dirimu. Buanglah rasa iri kepada orang-orang lain dari dalam dirimu. Tutuplah matamu dari kesenangan-kesenangan dunia. Sadarilah bahwa penderitaan adalah sebuah karunia yang sangat berharga dan sadarilah bahwa segala urusan berpulang kepada Allah semata-mata. Setelah itu turunlah dan berjalanlah di atas air”.

Selesai berkata demikian Habib menginjakkan kaki ke permukaan air dan meninggalkan tempat itu. Melihat kejadian ini, Hasan merasa pusing dan jatuh pingsan. Ketika ia siuman orang-orang bertanya kepadanya, “Wahai imam kaum Muslimin, apakah yang telah terjadi pada dirimu?”

“Baru saja muridku Habib mencela diriku; setelah iti ia berjalan di atas air dan meninggalkan diriku sedang aku tidak dapat berbuat apa-apa. Jika di akhirat nanti sebuah suara menyerukan, “Laluilah jalan yang berada di atas api yang menyala-nyala”, sedang hatiku masih lemah seperti sekarang ini, apakah dayaku?”

Di kemudian hari Hasan bertanya kepada Habib, “Habib, bagaimanakah engkau mendapatkan kesaktian-kesaktianmu itu?”

Habib menjawab, “Dengan memutihkan hatiku sementara engkau menghitamkan kertas”.

Hasan berkata, “Pengetahuanku tidak memberi manfaat kepada diriku sendiri, tetapi kepada orang lain”.