Tampilkan postingan dengan label Kitab Al Luma' Fi Al Tashawwuf. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kitab Al Luma' Fi Al Tashawwuf. Tampilkan semua postingan

Senin, 18 April 2016

KITAB AL LUMA’ FI AL TASHAWWUF MUKADIMMAH : VIII.KONTROVERSI KAUM SUFI TERHADAP MUTAFAQQIH, KETERANGAN TENTANG FIQIH DALAM AGAMA DAN ARGUMENTASINYA



(RUJUKAN LENGKAP ILMU TASAWWUF) 

Tulisan Abu Nashr Abdullah bin Ali as-Sarraj ath-Thusi yang diberi gelar Thawus al-Fuqara' (Si Burung Merak orang-orang fakir Sufi) 

Syekh Abu Nashr as-Sarraj -- rahimahullah -- berkata: Diriwayatkan dari Nabi saw.,bahwa beliau bersabda:

"Barang siapa dikehendaki Allah untuk menjadi baik,maka dia akan memberikan kepahaman (faqih) tentang agama" (Hr. Bukhari-Muslim,Ahmad,Ibnu Majah, Tirmidzi, al-Bazzar,ath-Thabrani)

Saya pernah mendengar dari Hasan al-Bashri,bahwa pernah dikatakan padanya,
"Si Fulan itu seorang faqih."
Mendengar pernyataan itu ia lalu bertanya,
"Apakah engkau pernah melihat orang yang benar-benar faqih sama sekali?Sesungguhnya seorang yang benar-benar faqih adalah orang yang zuhud dalam hal dunia,rindu akan akhirat dan arif terhadap masalah keagamaannya."
Firman Allah swt.,
"...untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama."
(Qs.at-Taubah: 122).

Maka agama adalah sebuah nama yang mencakup seluruh aspek hukum,baik lahir maupun batin.

Sementara itu,memperdalam (tapaqquh) hukum-hukum yang berkaitan dengan talak,pembebasan budak,zhihar,qishash,sumpah dan hukum pidana (hudud).Sebab hukum-hukum tersebut,bisa saja dalam seumur hidup tidak pernah ada kejadian yang membutuhkan pada ilmu yang berkaitan dengannya.Kalaupun misalnya ada sebuah peristiwa,maka orang yang bertanya akan gampang mengikuti (taklid) dan mengambil pendapat sebagian para ahli fiqih.Dan akhirnya gugurlah kewajiban itu hingga terjadi peristiwa yang lain.

Sedangkan berbagai kondisi spiritual,kedudukan spiritual (maqam) dan perjuangan spiritual (mujahadat) dimana kaum Sufi berusaha mendalami dan memahaminya,serta membicarakan tentang hakikatnya maka setiap mukmin selalu membutuhkannya setiap waktu dan wajib megnetahuinya.Tak ada waktu tertentu yang bersifat kondisional atau kasuistik,sehingga di waktu lain tidak diperlukan.Kondisi dan kedudukan spiritual,seperti kejujuran (ash-shidq),ikhlas,dzikir,menghindari kelalaian untuk berdzikir dan lain-lain,adalah tidak membutuhkan waktu tertentu.Akan tetepai wajib bagi semua hamba dalam setiap detik dan geraknya untuk mengetahui tujuan,kemauan yang terbersit dalam benaknya.Jika itu merupakan hak dan tanggung jawab,maka ia wajib melakukannya,dan jika berupa hal yang dilarang maka wajib menjauhinya.Allah berfirman pada Nabi-Nya:

"Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan untuk mengingat Kami,serta mengikuti hawa nafsunya,dan sementara keadaanya telah melewati batas." (Qs. Al-Kahfi: 28) 

Orang yang meninggalkan salah satu dari berbagai kondisi spiritual sebagaimana yang telah disebutkan, hanyalah karena faktor kelalaian yang telah menyelimuti hatinya.
Perlu anda ketahui,bahwa hasil pemikiran kaum Sufi dalam memahami makna-makna ilmu ini dan mengetahui tentang seluk beluk dan hakikatnya,seharusnya lebih luas daripada hasil pemikiran para ahli fiqih dalam memahami makna-makna hukum zhahir (syariat). Sebab ilmu itu tidak memiliki batas tertentu,karena merupakan isyarat,bersitan pada hati,kata hati,pemberian dan karunia yang direguk oleh para ahlinya dari lautan karunia Tuhan.Sementara ilmu-ilmu yang lain memiliki batas tertentu.Dan semua itu akan bermuara pada tasawuf,sedangkan ilmu tasawuf hanya akan tetap bermuara pada ilmu tasawuf sendiria,yang tak memiliki batas tertentu,karena Dzat Yang dituju tidak memiliki batas.Ilmu ini adalah ilmu futuh (yang ALLAH SWT.bukakan pada hati para wali-Nya) dalam memahami firman-Nya dan mengambil kesimpulan dari isyarat-isyarat seruan-Nya.Allah berfiman,
"Katakanlah (wahai Muhammad ): Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku,meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)." (Qs. al-Kahfi: 109).
 Allah swt.juga berfirman,
"Andaikan kalian bersyukur maka akan Aku tambah (rahmat-Ku)."(Qs. Ibrahim: 7)
.Sementara tambahan dari Allah itu tentu tak ada batasnya. Sedangkan syukur adalah nikmat yang juga harus disyukuri,sehingga mengakibatkan adanya tambahan nikmat yang ta terbatas. Dan semoga Allah memberi taufik kepada kita.

KITAB AL LUMA’ FI AL TASHAWWUF MUKADIMMAH : VI.CIRI KHAS KAUM SUFI YANG TIDAK SAMA DENGAN TINGKATAN ORANG-ORANG YANG BERILMU DALAM PENGERTIAN YANG LAIN



(RUJUKAN LENGKAP ILMU TASAWWUF) 

Tulisan Abu Nashr Abdullah bin Ali as-Sarraj ath-Thusi yang diberi gelar Thawus al-Fuqara' (Si Burung Merak orang-orang fakir Sufi) 

Syekh Abu Nashr as-Sarraj -- rahimahullah -- berkata: Kaum Sufi juga memiliki ciri khas yang berbeda dengan tingkatan orang-orang berilmu,dalam menggunakan ayat-ayat dari kitab ALLAH SWT.yang dibaca dan Hadis Rasulullah.saw.yang diriwayatkan.Tidak ada satu ayat pun yang menyalin atau Hadis maupun Atsar yang menghilangkan hukum yang menganjurkan keutamaan akhlak,membahas tentang kemuliaan berbagai kondisi spiritual dan keutamaan amal,menceritakan tentang berbagai kedudukan spiritual (maqam) yang tinggi dalam agama,dan posisi-posisi terhormat yang hanya dikhususkan untuk kelompok orang-orang mukmin.Dimana para Sahabat dan Tabi'in selalu bergantung pada akhlak-alkhlak tersebut.Dan itulah etikan dan sopan santun Rasulullah.saw.,dan akhlak beliau yang mulia.Sebab Rasulullah.saw.bersabda: 

"Sesungguhnya Allah telah membina mental (akhlak) ku,kemudian Dia membinanya dengan sangat baik." (Hr. Al-Askari dari Ali r.a ) 

Disamping itu ALLAH SWT.juga telah menegaskan dalam firman-Nya:

Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung." (Q.s. Al-Qalam:4)

Semua itu tertera dalam dokumen dan kitab-kitab para ulama dan ahli fiqih.Sementara pemahaman mereka dalam mengambil kesimpulan dan penggalian hukum berbeda dengan para Sufi dalam memahami ilmu-ilmu yang lain.Sedangkan orang-orang berilmu yang menegakkan keadilan,selain para Sufi tidak memiliki bagian tersebut,kecuali mereka harus mengakui dan mempercayai,bahwa hal itu benar.Hal-hal tersebut adalah seperti hakikat tobat dan sifat-sifatnya,derajat orang-orang yang bertobat dan hakikatnya,masalah-masalah (wara') yang sulit dipahami dan kondisi orang-orang yang wara' (jaga diri dari syubhat), tingkatan orang-orang yang bertawakal,kedudukan orang-orang yang ridha dan derajat orang-orang yang sabar.Demikian pula dalam masalah kekhusyu'an,merendah dihadapan Allah swt.dan takut ancaman siksa-Nya,cinta (mahabbah) dan takut (khauf),penuh harap (raja') dan rindu (syauq),kesaksian hati nurani dengan penuh hadir (musyahadah),kembali dan bertobat dari berbuat maksiat (inabah) dan ketenangan (thuma'ninah).

"Sesungguhnya orang-orang yang benar-benar beriman adalah mereka yang apabila disebutkan Nama Allah tergetarlah hatinya." (Q.s. Al-Anfal:2)

.Demikian pula masalah yakin dan puas dengan apa yang ada (qana'ah).
Sementara masalah kondisi spiritual mereka lebih banyak yang tidak mungkin bisa dihitung jumlahnya.Dimana setiap kondisi spiritual (hal) terdapat orang yang ahli dan tingkatan masing-masing.Mereka memiliki berbagai hakikat dan musyahadah, hal, muraqabah,rahasia hati (asrar),ijtihad,kedudukan (maqam) dan derajat yang berbeda-beda.Mereka juga memiliki keinginan (iradah) yang berbeda-beda.Mereka juga tidak sama dalam masalah kuatnya keinginan,menghadang kekosongan dan memenangkan rasa cinta dan penghayatan hati nurani (wajd).Masing-masing kondisi spiritual tersebut ada batas dan posisinya,ilmu dan penjelasannya,sesuai dengan apa yang telah dianugrahkan Allah Azza wa Jalla.
Dan salah satu nikmat paling agung yang menjadi ciri khas mereka adalah keberadaan mereka dalam muraqabah secara kontinuitas,dimana ia merupakan realisasi dari tingkatan ihsan.
(1)
Para Sufi juga memiliki ciri khas dalam mengetahui rasa tamak dan angan-angan panjang serta masalahnya yang rumit,mengetahui nafsu dan amarahnya serta gejolak-gejolaknya yang berbahaya, masalah-masalah riya' (pamer) yang tidak jelas,syahwat yang tersembunyi serta syirik yang samar.Mereka pun tahu,bagaimana cara menyelamatkan diri dari jeratnya,berlindung diri pada Allah Azza wa Jalla,berlindung diri kepada Allah dengan sebenarnya,melanggengkan rasa perlu segala kebutuhan kepada Allah,tunduk dan berserah diri kepada-Nya,serta membebaskan diri dari adanya usaha dan kekuatan diri sendiri.
(2)
Kaum Sufi juga memiliki kesimpulan-kesimpulan hukum dari berbagai ilmu yang sulit dipahami oleh para ulama fqih dan ulama yang lain. Karena hal itu adalah latha'if (hal-hal yang sangat pelik dan lembut) yang terdapat pada isyarat-isyarat mereka,dimana hal itu tidak bisa jelas bila diungkapkan,karena sangat samar dan lembutnya.Dan itu adalah dalam kategori berbagai rintangan,penghalang,berbagai keterikatan dengan makhluk,tabir (hijab) ,rahasia-rahasia hati yang tersembunyi, berbagai kedudukan (maqam) ikhlas,kondisi spiritual ma'rifat,hakikat penghambaan ('ubudiah), hilangnya alam bila dibandingkan dengan yang azali,sinarnya makhluk yang huduts (baru) jika di bandingkan dengan Yang Maha Qadim,hilang (fana)nya penglihatan terhadap berbagai anugrah.Kekekalan melihat Sang Maha Pemberi akibat hancurnya penglihatan terhadap pemberian,berlalunya berbagai kondisi dan kedudukan spiritual, mengumpulkan hal yang beranekaragam,fananya melihat tujuan akibat kekekalan melihat Dzat yang dituju, berpaling dari melihat pemberian dan tidak pernah berpaling dari Dzat yang dituju,menceburkan diri dalam menempuh jalan-jalan yang penuh risiko dan melintasi "padang sahara" yang penuh bahaya. 

Kaum Sufi adalah kaum yang memiliki kekhususan di kalangan orang-orang berilmu yang menegakkan keadilan dan memecakan berbagai kesulitan yang sulit diselesaikan.Merekalah yang akan memecahkan persoalan-persoalan sulit yang ada, dengan cara langsung dan menyerangnya dengan cara mengerahkan jiwa dan raga,sehingga bisa memberitahukan tentang kelezatan dan cita rasanya,kekurangan dan kelebihannya.Merekalah yang akan menguak kebohongan orang-orang yang mengaku kaum Sufi dengan cara menuntut mereka untuk memberikan dalil-dalil dan membicarakan tasawuf yang benar dan yang salah.Tentu saja manusia seperti ini sangat sedikit jumlahnya, karena memang jarang yang sampai kesana.
Semua ilmu tersebut berada dalam Kitab Allah Azza wa Jalla dan Sunnah Rasulullah.saw.,yang dipahami oleh para ahlinya yang ta mungkin seorang ulama pun akan mengingkarinya tetkala mereka mencarinya.

Orang-orang yang mengingkari ilmu tasawuf hanyalah sekelompok orang yang bercirikan ilmu zhahir (kulit).Sebab hukum-hukum yang mereka pahami dari kitab Allah dan Hadis-hadis Rasulullah.saw. hanya sebatas hukum lahiriah dan yang layak untuk dijadikan argumentasi terhadap orang-orang yang menentangnya.Sementara itu, manusia di zaman kita sekarang ini memang lebih cendrung kesana,karena lebih gampang untuk mencari kedudukan dan posisi dimata orang-orang awam.Dan cara ini pula yang paling gampang untuk bisa sampai pada dunia. 

Sungguh sangat sedikit orang yang menyibukkan diri dengan ilmu batin sebagaimana yang telah kami sebutkan.Karena ilmu ini ilmu khusus yang selalu saja dikepung dengan kepahitan,kepedihan dan rintangan.Sementara mendengarnya saja akan melemahkan lutut,menyedihan hati,membuat air mata mengalir deras,mengecilkan yang agung dan mengagungkan yang kecil.Lalu bagaimana menggunakan dan melaksanakannya secara langsung,merasakan cita rasanya padahal jiwa tidak cendrung kesana.Sebab ilmu itu berusaha membunuh hawa nafsu,menghilangkan rasa dan menjauhi tujuan dunia.Karenanya, tak heran jika banyak ulama banyak meninggalkan ilmu ini,kemudian menyibukkan diri dengan ilmu yang biaya pengorbanannya lebih murah dan ringan,yang sering mendorong mereka pada penakwilan,kemudahan-kemudahan dan keringanan,bahkan kadang-kadang lebih condong pada kenikmatan manusiawi, lebih suka mentolerir nafsu dimana ia diciptakan sesuai watak dan kodratinya cendrung mengikuti kesenangan dan lari dari hak dan tanggung jawab._ Dan hanya Allah swt.Yang Mahatahu.

KITAB AL LUMA’ FI AL TASHAWWUF MUKADIMMAH : V CIRI KHAS KAUM SUFI DAN ETIKA,KONDISI DAN ILMU YANG MEMBEDAKAN MEREKA DARI ULAMA YANG LAIN



(RUJUKAN LENGKAP ILMU TASAWWUF)

Tulisan Abu Nashr Abdullah bin Ali as-Sarraj ath-Thusi yang diberi gelar Thawus al-Fuqara' (Si Burung Merak orang-orang fakir Sufi)

Syekh Abu Nashr as-Sarraj -- rahimahullah -- berkata: Hal pertama yang merupakan ciri khas kaum Sufi yang membedakannya dari ulama yang lain setelah mereka bisa melakukan semua kewajiban dan meninggalkan larangan,adalah meninggalkan hal-hal yang tidak dianggap perlu dan penting,memutus semua hubungan yang hanya akan menghambat antara mereka dengan apa yang diinginkan dan dituju.Sebab yang menjadi maksud dan tujuannya tak lain adalah al-Haq,Allah Azza wa Jalla. 

Mereka memiliki adab (etika) dan kondisi spiritual yang beregam.Di antaranya adalah,merasa puas (qana'ah) dengan sedikit materi (dunia),sehingga tidak perlu yang banyak,mencukupkan diri dengan mengonsumsi makanan yang menjadi kebutuhan pokok. Sangat sederhana dalam sarana hidup yang ta munnkin ditinggalkan, seperti pakaian, tempat tidur, makanan dan lain-lain. Mereka lebih memilih miskin daripada kaya. Mereka bergelut dengan kesederhanaan dan menghindari kemewahan. Lebih memilih lapar daripada kenyang, sesuatu yang sedikit daripada yang banyak. Mereka tinggalkan kedudukan dan posisi terhormat (dimata manusia).Mereka korbankan pangkat dan kedudukan. Mereka curahkan kasih sayang kepada senua makhluk,ramah sopan dan rendah hati kepada yang muda maupun yang tua.Mengutamakan orang lain meskipun saat itu masi membutuhkannya.Mereka tidak pernah iri dan dengki serta tidak perduli terhadap mereka yang memiliki hata melimpah.Dirinya selalu berprasangka baik kepada Allah swt., ikhlas ketika bersaing dalam melakukan ketaatan dan kebaikan.Dirinya selalu menghadap kepada Allah swt.dan mencurahkan segalanya hanya untuk-Nya.Selalu bertahan dalam menghadapi cobaan dan bencana yang diberikan-Nya,rela (ridha) akan ketentuan (qadha')-Nya,bersabar dalam berjuang dan menggempur hawa nafsunya.Selalu menghindari kesukaan-kesukaan nafsu dan selalu menentangnya.Karena Allah telah menjelaskan,bahwa nafsu akan selalu memerintah kejelekan (amarah bi-su'),dan melihatnya sebagai musuh terbesar yang selalu berdampingan dengan Anda,sebagaimana sabda Nabi,

"Musuh engkau yang paling besar adalah hawa nafsu yang ada dalam dirimu sendiri."(H.r. Al-Baihaqi)

(1).

Dan diantara mereka etika (adab) dan prilaku mereka adalah selalu menjaga rahasia-rahasia hatinya dan selalu muraqabah (menjaga hak-hak Tuhan yang Mahaagung).Senantiasa menjaga hatinya,dengan membersihkannya dari bisikan-bisikan jelek,menenangkan pikiran-pikiran yang sibuk,dimana hanya Allah Yang mengetahuinya.Sehingga mereka menyembah Allah dengan penuh konsentrasi (hati yang hadir), tekad yang menyatu,niat yang murni dan maksud yang tulus.Seba Allah swt.tidak menerima perbuatan-perbuatan hamba-Nya yang tidak ditujukan murni untuk-Nya.Allah berfirman,

"Ingatlah!! Hanya kepunyaan Allah agama yang bersih (dari syirik)." (Q.s. Az-Zumar: 3).
(2).
wusul) kepada al-Haq yang menjadi tujuan utamanya,ia tidak menginginkan yang lain selain apa yang dikehendaki-Nya.
 
Ini hanyalah awal sesuatu yang tampak dari bebagai hakikat yang muncul dan hakikat suatu kebenaran.Apakah Anda tidak melihat,bahwa Nabi pernah bertanya kepada Hritsah r.a.
"Setiap kebenaran (haq) tentu memiliki hakikat.Lalu apa hakikat keimanan mu?"

KITAB AL LUMA’ FI AL TASHAWWUF MUKADIMMAH : IV KAUM SUFI DAN TINGGKATANNYA,SERTA BERBAGAI KEUTAMAAN DAN KARAKTERISTIK MULIA YANG KHUSUS BAGI MEREKA



(RUJUKAN LENGKAP ILMU TASAWWUF)

Tulisan Abu Nashr Abdullah bin Ali as-Sarraj ath-Thusi yang diberi gelar Thawus al-Fuqara' (Si Burung Merak orang-orang fakir Sufi) 

Syekh Abu Nashr as-Sarraj -- rahimahullah -- berkata: Tingkatan-tingkatan kaum Sufi juga sama dengan tingkatan para ahli Hadis dan Fiqih dalam keimanan dan akidah mereka.Kaum Sufi juga bisa menerima ilmu mereka dan tidak berbeda dalam makna dan pengertian serta ciri-ciri mereka, apabila mereka berusaha menghindari hal-hal bid'ah dan hawa nafsu,serta mengikuti suriteladan Rasulullah.saw.Sehingga mereka sama-sama bisa diterima dan cocok dalam segala keilmuannya.

Barangsiapa diantara para Sufi yang tingkat keilmuan dan pemahamanya belum sampai pada tingkatan pada ahli fiqih dan ahli Hadis,sementara itu keilmuannya juga belum mampu memahami dan menguasai apa yang mereka kuasai,maka ketika ia mendapatkan kesulitan hukum syari'at atau batas-batas ketentuan agama,ia wajib merujuk kepada para ahli Hadis dan ahli Fiqih.Jika mereka sepakat,maka kesepakatan hukum itulah yang diambil.Akan tetapi apabila dikalangan mereka terjadi perbedaan pendapat maka kaum Sufi hendaknya mengambil hukum yang terbaik,paling utama dan paling sempurna demi lebih berhati-hati dalam menjalankan syariat agama dan demi menggungkan apa yang di perintahkan Allah swt.dan kepada hamba-hamba-Nya dan menjauhi apa yang dilarang-Nya. 

Dalam madzhab kaum Sufi tidak ada aturan untuk mengambil rukhshah (keringanan hukum) dan melakukan takwil-takwil (interpretasi) untuk pembenaran terhadap hukum,condong pada kemewahan dan menuruti hal-hal yang syubhat.Sebab hal itu merupakan pelecehan terhadap agama dan meninggalkan sikap lebih berhati-hati.Akan tetapi madzhab mereka selalu berpegang teguh pada hal-hal yang paling utama dan sempurna dalam masalah agama.Inilah yang kami ketahui tentang madzhab kaum Sufi dan ciri mereka dalam mengamalkan ilmu-ilmu dzahir(syariat) yang berlaku dikalangan para ahli fiqih dan ahli Hadis.

Kemudian setelah itu mereka naik pada derajat yang tinggi dan selalu bergantung pada berbagai kondisi spiritual yang mulia dan keduduka-kedudukan yang agung dari berbagai bentuk ibadah,hakikat-hakikat ketaatan dan akhlak yang mulia.Mereka dalam hal ini punya kelebihan dan ciri khusus yang tidak dimiliki oleh para ahli fiqih dan ahli Hadis.Sementara itu untuk menjelaskan hal ini diperlukan waktu lama dan panjang.Hanya saja saya ingin menjelaskan salah satu sisi dari corak perbuatan mereka,sehingga dengan apa yang saya sebutkan ini Anda bisa melacak apa yang belum saya sebutkan