Selasa, 09 Februari 2016

SIFAT BUTUH

MANUSIA TUNDUK KEPADA SIFAT BUTUH

Bismillahir rohmaanir rohiim
Assalamu'alaikum wr wb

Allah Azza wa jalla, hadir dipermukaan langit dan bumi dalam wujud sifat ( asmaul husna). Yang pada hakikatnya, tidak ada sifat tanpa keberadaan Dzat Allah itu sendiri. Keberadaan langit dan bumi baik yang tampak atau yang samar merupakan perbuatan dari sifat Allah dalam wujut Nur.
Sebagian manusia yang diberi iman Dzaukiyah apalagi iman Musyahadah, baik secara Qoblahu, Ba'dahu terutama Halan, akan diberi bisa menyaksikan kehadiran Allah dalam segala sesuatu termasuk pada dirinya sendiri.  Sehingga dia tidak menyaksikan dirinya sendiri alias mahluk tidak menjadi acara baginya termasuk manusia itu sendiri. Hanya Allah yang wujud. Selain Allah tidak ada. ( Laa Maujuda Illalloh menjadi manifastasi dari Laa ilaaha Illalloh muhammadur rosululloh).
Selain keadaan kesadaran tersebut, manusia senantiasa dalam keadaan syirik.

Manusia itu mau mengakui atau tidak, sudah diciptakan dalam keadaan lemah. Ketika manusia lepas dari kesadaran akan kelemahannya, dia tidak menyadari bahwa dia butuh pertolongan Allah.
Manusia sederhana hanya melihat kebutuhannya saja. Ada yang lebih sederhana lagi dia hanya melihat yang dibutuhkan tanpa melihat bagaimana kebutuhannya itu bisa terpenuhi. Yang paling sederhana yaitu manusia yang tidak merasa butuh sebab kebutuhan itu sendiri sudah menyatu dengan dirinya. Akan tetapi, disini terdapat dua sisi manusia yang saling bertolak belakang bagaikan dua sisi mata uang.
Yang pertama dia tidak merasa butuh sebab tertutup kesadaran.
Yang kedua dia tidak merasa butuh sebab sudah dipenuhi kesadaran oleh Allah yang memberi sifat butuh. Maka kebutuhannya juga tidak menjadi tujuan maupun acara bagi dirinya. Jika dia berbuat, bukan sebab ingin terpenuhi kebutuhannya akan tetapi sifat butuh itu sendiri yang memenuhi kebutuhannya. Atau dengan bahasa lain bahwa sifat butuh itu sendiri yang mengarahkan manusia untuk bertemu dengan kebutuhan sebab manusia tidak akan bisa memenuhi kebutuhannya. Namun sekali lagi bahwa kesadaran itu menjadi pembuka yang kita ketahui hal itu sebagai hidayah.

Manusia yang tidak sadar, dia tidak merasa butuh akan tetapi memperkosa kebutuhan menurut kemauannya. Di sinilah kebanyakan manusia dalam keadaan tidak sadar kepada Allah termasuk kami sendiri tentunya.
Pertolongan Allah senantiasa datang kepada mahluk. Datangnya pertolongan itu ibarat matahari yang bersinar menerangi jagad raya ini. Jika sinar matahari itu berhenti, maka alam jagad raya ini akan gelap gulita. Hanya sekedar terhalang awan saja kita sudah melihat keredupan. Akan tetapi masih bisa melihat. Atau bahkan matahari hanya sekedar tenggelam keadaan menjadi malam dan gelap gulita. Kitapun masih tetap bisa melihat sebab cahaya itu masih mendatangi bintang bintang yang memantul kepada mata kita.
Begitulah pertolongan Allah senantiasa datang kepada manusia dan semua mahluknya.
Ini baru sekedar contoh sinar matahari. Sementara pertolongan Allah tidak terbatas  hanya sekedar itu. Kita perlu menyadari betapa besar tak terhingga pertolongan Allah. Jika sekiranya pertolongan Allah berhenti satu detik saja maka manusia dan alam semesta ini hancur berantakan.
Semua pertolongan Allah berjalam secara alami. Dalam memberikan pertolongan Allah menggunakan makhluk. Tidak ada pertolongan yang diberikan secara langsung. Begitu juga sebaliknya bagi mahluk. Semua mahluk memohon atau menerima pertolongan melalui mahluk. Tidak ada mahluk yang memohon atau menerima pertolongan secara langsung. Jika pertolongan Allah diberikan kepada manusia dari arah yang tak terduga atau arah yang tidak diperhitungkan oleh manusia, sebab Allah memberi dengan kemauan Allah sendiri dan bukan atas dasar kemauan mahluk atau manusia. Allah memberi dengan caranya Allah sendiri. Allah memberi bukan sebab permintaan manusia.
Melihat kenyataan ini, semoga kita semua manusia diberi taufiq hidayah Allah sebanyak banyaknya.
Semoga kesadaran senantiasa memenuhi diri kita hingga tidak ada satu aktifitas kita yang keluar dari ajaran Wahidiyah.
Semoga kita diberi bisa mengikuti dan mengamalkan amalan sholawat Wahidiyah sekaligus menerapkan ajarannya.
Semoga baginda Ghoutsi Hadzaz Zaman tidak jemu ( waleh = jawa) menuntun jiwa kita. Sebab sifat butuh itu sepintas ibarat sekali tiga uang dengan nafsu manusia. Hanya kesadaran yang bisa membedakan mana hawa nafsu dan mana sifat butuh.

Wassalamu'alaikum wr wb.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar