Senin, 18 Februari 2013

TOKOH SUFI KLASIK SAHL AT TUSTARI BAHAGIAN 1 : KENAL ALLAH SEJAK UMUR 3 TAHUN

Muhammad bin Mudzaffar berkata, “Ketika umur Sahl bin Abdullah at-Tustari 3 tahun, ia sering bangun malam melihat pamannya Muhammad bin Siwar yang sedang qiyamullail (shalat malam). Pamannya juga sering membangunkannya sambil berkata, ‘Bangunlah nak, lihatlah, hati ini sangat sibuk mengingat Allah!’

Ketika Sahl melihat pamannya sibuk shalat malam, pamannya bertanya, ‘Mengapa kamu tidak berdzikir kepada Allah yang telah menciptakanmu.’ Si keponakan bertanya kepada pamannya, ‘Bagaimana caranya aku berdzikir kepada Allah?’

Si Paman menjawab, ‘Ucapkanlah, … Allah senantiasa bersamaku, Allah senantiasa melihatku dan Allah senantiasa memperhatikanku,ucapkanlah bacaan itu 3 kali pada setiap malam.’ Bacaan tersebut diamalkannya beberapa malam. Sampai kemudian sang paman menganjurkannya agar ia mengucapkan bacaan tersebut sebanyak 7 kali, ia pun mengamalkannya dalam beberapa malam. Kemudian pamannya menyuruhnya agar membaca bacaan tersebut sebanyak 11 kali. Sang keponakan mentaati perintah pamannya sampai beberapa waktu. Ternyata dari bacaan itu jiwa dan hati Sahl merasa bahagia.

Kemudian ia menceritakan apa yang dialaminya ini kepada pamannya. Lalu pamannya menasehati, ‘Wahai Sahl, orang yang selalu merasa bahwa Allah senantiasa bersamanya, Allah senantiasa melihatnya dan bahwa Allah senantiasa memperhatikannya, mana mungkin ia berbuat maksiat kepadaNya! Hati-hati, jangan sekali-kali engkau durhaka kepada Allah!!’

Terdapat suatu riwayat yang sampai kepadaku pula bahwa Abu Muhammad yakni Sahl bin Abdullah telah hafal al-Qur’an pada usia 6 tahun. Sedang pada usia 12 tahun dia sudah biasa memberikan fatwa tentang beberapa masalah yakni dalam hal zuhud, wara’, kedudukan iradah, fikih ibadah dan lain-lain.” (Anba’ Nujabail Abna’, hal. 188.)

Abdurrahman bin Muhammad pengarang kitab Shifatul Auliya’ wa Maratibul Ashfiya’ meriwayatkan dengan sanad beliau, beliau berkata, “Sahl sudah terbiasa berdzikir kepada Allah sejak usia 3 tahun. Terbiasa puasa sejak usia 5 tahun hingga wafatnya. Sudah mulai bepergian untuk menuntut ilmu pada usia 9 tahun.”

Bahkan banyak problem-problem dalam berbagai masalah yang ditanyakan kepada para ulama lain namun mereka tidak bisa menjawabnya kemudian baru terpecahkan setelah ditanyakan pada Sahl bin Abdullah. Padahal ketika itu usianya baru 12 tahun. Semenjak itu sudah nampak adanya karamah pada dirinya. Wallahu A’lam. (Anba’ Nujabail Abna’, hal. 191.)


 

TOKOH SUFI KLASIK HARITS AL MUHASIBI KE 6 : PANDANGAN TASAWUF AL - MUHASIBI

Al-Harits bin Asad Al-Muhasibi (w.243 H) menempuh jalan tasawuf karena hendak keluar dari keraguan yang dihadapinya. Tatkala mengamati madzhab-madzhab yang dianut umat islam. Al-muhasibi menemukan kelompok didalamnya. Diantara mereka ada sekelompok orang yang tahu benar tentang keakhiratan, anmun jumlah mereka sangat sedikit. Sebagian besar dari mereka adalah orang-orang yang mencari ilmu karena kesombongan dan motivasi keduniaan. Diantara mereka terdapat pula orang-orang terkesan sedang melakukan ibadah karenaAllah,tetapi sesunguhnya tidak demikian.

Al-Muhasibi memandang bahwa jalan keselamatan hanya dapat ditempuh melalui ketakwaan kepada Allah, melaksanakan kewajiban-kewajiban, wara’, dan meneladani Rasulallah. Menurut Al-Muhasibi, tatkala sudah melaksanakan hal-hal diatas, maka seorang akan diberi petunjuk oleh Allah berupa penyatuan antara fiqh dan tasawuf. Ia akan meneladani Rasulallah dan lebih mementingkan akhirat dari pada dunia.

1. Pandangan Al-Muhasibi tentang ma’rifat
Al-Muhasibi berbicara pula tentang ma’rifat. Ia pun menulis sebuah buku tentangnya, namun, dikabarkan bahwa ia tidak diketahui alasannya kemudian membakarnya. Ia sangat berhati-hati dalam menjelaskan batasa-batasan agama,dan tidak mendalami pengertian batin agama yang dapat mengaburkan pengertian lahirnya dan menyebabkan keraguan. Inilah yanfg mendasarinya untuk memuji sekelompok sufi yang tidak berlebih-lebihan dalam menyelami pengertian batin agama. Dalam konteks ini pula ia menuturkan sebuah hasits Nabi yang berbunyi, “ pikirkanlah makhluk-makhluk Allah dan jangan coba-coba memikirkan Dzat Allah sebab kalian akan tersesat karenanya.” Berdasarkan hadits diatas dan hadis-hadis senada, Al-Muhasibi mengatakan bahwa ma’rifat harus ditempuh melalui jalan tasawuf yang mendasarkan pada kitab dan sunnah. Al-Muhasibi menjelaskan tahapan-tahapan ma’rifat sebagai berikut:
Taat, awal dari kecintaan kepada Allah adalah taat, yaitu wujud kongkrit ketaatan hamba kepada Allah. Kecintaan kepada Allah hanya dapat dibuktikan dengan jalan ketaatan, bukan sekedar pengungkapan kecintaan semata sebagaimana dilakukan oleh sebagian orang. Mengekspresikan kecintaan kepada Allah hanya dengan ungkapan-ungkapan, tanpa pengamalan merupakan kepalsuan samat. Diantara implementasi kecintaan kepada Allah adalah memenuhi hati dengan sinar. Kemudian sinar ini melimpah pada lidah dan anggota tubuh yang lain.
  • Aktivitas anggota tubuh yang telah disinari oleh cahaya yang memenuhi hati merupakan tahap ma’rifat selanjutnya.
  • Pada tahap ketiga ini Allah menyingkapkan khazanah-khazanah keilmuan dan kegaiban kepada setiap orang yang telah menempuh kedua tahap diatas. Ia akan menyaksikan berbagai rahasia yang selama ini disimpan Allah.
  • Tahap keempat adalah apa yang dikatakan oleh sementara sufi dan fana’ yang menyebabkan baqa’.


Pandangan Al-Muhasibi tentang Khauf dan Raja’

Dalam pandangan Al-Muhasibi, khauf (rasa takut) dan raja’ (pengharapan) menempati posisi penting dalam perjalanan seseorang membersihkan jiwa. Ia memasukkan kedua sifat itu dengan etika-etika, keagamaan lainnya.yakni, ketika disifati dengan khauf dan raja’, seseorang secara bersamaan disifati pula oleh sifat-sifat lainnya. Pangkal wara’ , menurutnya, adalah ketakwaan pangkal ketakwaan adalah introspeksi diri (musabat al-nafs) ; pangkal introspeksi diri adalah khauf dan raja’, pangkal khauf dan raja’ adalah pengetahuan tentanga janji dan ancaman Allah; pangakal pengetahuan tentang keduanya adalah perenungan.

Khauf dan raja’, menurut Al-Muhasibi, dapat dilakukan dengan sempurna bila berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-sunnah. Dalam hal ini, ia mengaitkan kedua sifat itu dikaitkan dengan ibadah dan janji serta ancaman Allah.Untuk itu, ia menganggap apa yang diungkapkan ibnu Sina dan Rabi’ah al-‘adawiyyah sebagai jenis fana atau kecintaan kepada Allah yang berlebih lebihan dan keluar dari garis yang telah di jelaskan Islam sendiri serta bertentangan dengan apa yang diyakini para sufi dari kalangan ahlusunnah, Al-muhasibi lebih lanjut mengatakan bahwa Al-quran jelas berbicara tentang pembalasan (pahala) dan siksaan.Ajakan ajakan Al-quran pun sesungguhnya dibangun atas dasar targhib (suggesti) dan tarhib (ancaman). Al-quran jelas pula berbicara tentang surga dan neraka.

15. Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa itu berada dalam taman-taman (syurga) dan mata air-mata air,
16. Sambil menerima segala pemberian Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan.
17. Di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam.
18. Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar.



Ia kemudian mengutip ayat-ayat berikut :

Ertinya :
 “Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa berada di dalam taman-taman (surga) dan dimata air-mata air, sambil mengambil apa yang diberikan kepada mereka oleh Tuhan mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat baik; mereka sedikit sekali tidur di waktu malam; dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah)"
(QS.Adz-Dzariyyat,ayat:15-18).

 Raja’, dalam pandangan Al-Muhasibi, seharusnya melahirkan amal shaleh. Seseorang yang telah melakukan amal saleh, berhak mengharap pahala dari allah. Dan inilah yang dilakukan oleh mukmin yang sejati dan para sahabat Nabi.

TOKOH SUFI KLASIK HARITS AL MUHASIBI KE 5 : KISAH DIALOG AL MUHASIBI DENGAN GURUNYA

Imam Syekh al-Muhasibi bertanya pada gurunya Syekh Abu Ja'far Muhammad ibn Musa, Wahai Syekh Abu Ja'far, apa yg pertama harus kulakukan untuk sampai kepada Allah?
Dia menjawab, "Kembali kpd Allah, sebagaimana yg telah dikehendaki-Nya"

Syekh al-Muhasibi bertanya lagi, "Apa makna kembali kpd Allah?"
Dia menjawab, "Bertobat wahai anakku, sebagaimana yg dijelaskan Sa'id ibn Jubair ketika menjelaskan firman Allah, "Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika kamu orang-orang yang baik, maka sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertaubat. (QS. al-Isro' : 25).

Syekh al-Muhasibi bertanya, "Apamakna Tobat?"
Gurunya menjawab, "Tobat adl menyesali perbuatan buruk (dosa) yg telah dilakukan, meneguhkan hati utk tdk melakukannya lagi, dan menjauhi setiap hal yg mendorong pd perbuatan itu, Allah berfirman, "Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. (QS. Al-Imron : 135).

Syekh al-Muhasibi bertanya, "Apa yg harus dilakukan oleh orang yg bertobat?"Gurunya menjawab, "Meninggalkan semua perbuatan dosa, memalingkan hati dari hasrat berbuat dosa, meninggalkan sikap munafik demi keuntungan pribadi, menghindari perselisihan dan mengikuti pendapat yg benar meskipun harus rela berkorban, mengembalikan hak2 orang yg telah diambilnya secara dzolim, dan menunaikan semua kewajibannya baik kpd Allah maupun kpd manusia, Allah SWT berfirman, "kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itulah Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS. al-Baqoroh : 160).

Syekh al-Muhasibi bertanya, "Lalu apa yg harus dilakukan setelah itu?"
Gurunya menjawab, "Memperbaiki makanannya (harus makan makanan yg jelas2 halal) karena makanan dpt mempengaruhi tingkah laku. Fungsi makanan seperti akal (baca: hati) yg menggerakkan aktivitas raga. Jika akal seseorang baik, maka baik pula seluruh aktivitas raganya. Makanan yg baik (halal dan berkah) akan memudahkan seseorang mengerjakan perbuatan2 yg layak dilakukan oleh orang2 yg taat kpd Allah".

Syekh al-Muhasibi bertanya, "Lalu apa yg harus dilakukan setelah itu?"
Gurunya menjawab, "Menyesali apa yg telah diperbuat dan memperbaiki apa yg akan dilakukan, beristighfar dg lisan atas dosa2 yg telah lalu dan menghilangkan sama sekali keinginan berbuat dosa, berketetapan hati utk tdk kembali lagi pd perbuatan yg haram, dan menyesali perbuatan dosa yg telah dikerjakan sambil memohon kpd Allah dg sungguh2. Jika hal itu terus-menerus dilakukan, sangat mungkin Allah akan menerima tobatnya".

Syekh al-Muhasibi bertanya, "Apa yg menggerakkan seorang hamba utk bertobat? Kapan hatiku ini merasa mantap bahwa tobat diwajibkan atasku? Dan kpn aku merasa takut bhw tobat akan terlewatkan dariku?
Gurunya menjawab, "Dg mengenali Allah, seorang hamba akan segera mengetahui kewajiban bertobat, setelah ia melakukan dosa, Allah SWT berfirman, "Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung." (QS. An-Nur : 31) dan firman-Nya, "Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya)" (QS. At-Tahrim : 8).


Guru Syekh al-Muhasibi (Syekh Abu Ja'far) melanjutkan fatwanya, "Wahai Pemuda, barang siapa yg tdk mengenal Allah, dia tdk akan mampu mengambil pelajaran kebijaksanaan. Tidakkah kamu mendengar Firman Allah, "dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (QS. al-Hujurot : 11). Maka,sesungguhnya Allah telah mewajibkan tobat kepadamu, dan Dia juga mengaitkan kamu dg kedzoliman, jika kamu tdk meninggalkannya. Oleh karena itu, hendaklah seorang hamba mewajibkan atas dirinya bertobat dan menakut-nakuti dirinya dg siksa Allah, jika meninggalkan tobat.

Syekh al-Muhasibi bertanya, "Apa yg menguatkanku kewajiban bertobat ini?"
Gurunya menjawab, "Hendaknya hati senantiasa mengetahui bahwa ajal itu sangat dekat dan datangnya kematian adl secara tiba2. Hati juga dilatih utk khawatir terhadap harapan ampunan Allah yg belum tentu dikabulkan, dan membiasakan diri utk takut akan adzab Allah yg segera menimpanya, jika ia terus-menerus mengerjakan perbuatan dosa. "Luqman Hakim memberi nasihat kpd anaknya, "Wahai anakku, janganlah kamu menunda tobat, krn sesungguhnya datangnya kematian adl secara tiba-tiba". "Yg dpt menguatkan tekadmu utk bertobat ada 3 perkara, yaitu:
1. mengingat dosa yg lalu dg mengurangi makan dan minum (rajin berpuasa).
2. berupaya sekuat tenaga utk melaksanakan kemauan tobat sambil terus-menerus mengingat mati.
3. berpegang pd 2 perkara di atas dan tdk melupakan keduanya sehingga memudahkanmu utk mengingat mati, dosa dan tobat".

Syekh al-Muhasibi bertanya, "Apa yg menggerakkan seseorang utk bertobat dan bangkit dari kelengahan?
Gurunya menjawab, "Hendaklah dia senantiasa berada dlm keadaan takut akan siksa Allah (neraka) dan mengharapkan apa yg dijanjikan-Nya (surga). Sebab Allah SWT menyerukan kpd hamba2Nya utk meraih janji-Nya dan menjauhi ancaman-Nya. Allah SWT. menakut-nakuti mereka dg siksaan yg pedih, dan memotivasi mereka dg kerinduan memperoleh surga yg dijanjikan. Inilah yg menggerakkan hati seorang hamba utk bertobat. Dia juga mengimbau mereka utk selalu memperbaiki akhlaknya dan keutamaan dirinya."


Imam Syekh al-Muhasibi bertanya, "Apa tanda ketulusan dlm tobatnya seseorang?" Gurunya menjawab, Selalu bersedih atas umur yg telah dihabiskan utk kesia-siaan dan permainan; selalu khawatir, apakah tobatnya diterima apa tidak; Merasa kurang atas ibadah yg telah dipersembahkan kpd Allah dlm keadaan bersedih hati; Terus bersungguh-sungguh dlm mengerjakan amal soleh sambil merasa takut, jika tobatnya tdk diterima, Bersegera menuju ampunan Allah sambil merasa takut akan bujukan nafsu dan kenikmatan semu perbuatan dosa sehingga bumi menjadi sempit baginya, meskipun (sebenarnya) luas, Mengetahui bhw tdk ada tempat lari dari (siksa) Allah krn semua tempat adl milik-Nya. Allah SWT berfirman, "dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS. At-Taubah : 118) ". Inilah kriteria orang yg bertobat dg ketulusan jiwanya".

Syekh al-Muhasibi bertanya, "Adakah yg lain selain itu semua?"
Gurunya menjawab, "Ya. Orang yg bertobat harus memahami bahwa Tobat adl anugerah Allah SWT. Keinginan utk bertobat merupakan hidayah dan taufik-Nya, sehingga hati akan teguh melakukan amal saleh karena Allah. Anugerah yg ada dlm Tobat berasal dari ruh makrifat-Nya".

Syekh al-Muhasibi bertanya, "Jika telah sampai derajat ini, apakah orang yg bertobat masih diharuskan melakukan sesuatu?" Gurunya menjawab, "Ya, dia harus melakukan sesuatu yg tdk boleh ditinggalkannya, yaitu bersyukur kpd Allah atas anugerah tobat itu. Ini adalah suatu karunia utama Allah yg dianugerahkan kepadanya".


Imam masuk ke bab dua setelah materi "Tobat" adalah materi "Kelemahan Jiwa (Fitrah)"
Syekh al-Muhasibi bertanya, "Apa yg terjadi setelah tobat?". Gurunya menjawab, "Kembali kpd perbuatan dosa yg sama karena kelemahan jiwa untuk menjauhinya (fatrah)". Syekh al-Muhasibi bertanya, "Wahai Syaikh, bagaimana permulaan terjadinya kelemahan jiwa itu?" Gurunya menjawab, "Dorongan2 nafsu dan syahwat muncul dlm diri seseorang. Lalu, dorongan2 itu mendapat sambutan dari dlm jiwanya. Kemudian, jiwa itu merasa nyaman dlm keadaan lemah (fatrah), dan akhirnya iapun meninggalkan ketekunan dan kerja keras dlm menghindari perbuatan dosaSyekh al-Muhasibi bertanya, "Bagaimana kelemahan jiwa bisa menjadi kuat?" Gurunya menjawab, "Dari sedikitnya pengetahuan tentang manfaat tobat dan sikap meremehkan anugerah besar (hidayah tobat) yg Allah berikan kepadanya. Syekh al-Muhasibi bertanya, "Dari mana seseorang mendpt kelemahan seperti ini?" Gurunya menjawab, "Dari percampuran hati dg berbagai kesenangan dunia dan keseringan mengerjakan yg ringan (rukhsoh). Pada saat itu dia cenderung pd kelemahan jiwa (fatrah) dan kelalaian bertobat, sehingga menjadi tawanan hawa nafsunya." Syekh al-Muhasibi bertanya, "Apa tanda fatrah itu? dan apakah hati dpt mengenalinya?"
Gurunya menjawab, "Ya, wahai Pemuda, permulaan fatrah adl kemalasan. Jika ada penjagaan yg kuat, lenyaplah kemalasan itu. jika tdk, kemalasan akan terus meningkat dan timbullah hasrat utk melakukan perbuatan dosa. jika rasa takutnya menguat, ia akan menjadi penghalang bg dirinya agar tdk kembali pd perbuatan dosa. akan tetapi jika tdk, hasrat kembali utk melakukan perbuatan dosa akan bertambah kuat, dan dia akan lari dari ketaatan, kecuali jika niat yg kuat utk kembali kpd ketaatan masih ada dlm hatinya. jika tidak, ia akan menjadi orang yg sesat. Dan kita memohon perlindungan kpd Allah dari hal semacam itu." "Jika telah tersesat, dia keluar dari rasa takut (kpd Allah) dan masuk ke dlm rasa aman yg menghanyutkan. lalu, perbuatan dosanya akan meluas hingga ke tempat2 yg membinasakan orang byk. Pada saat itu tersingkaplah tirai keadilan Ilahi krn Dia membeberkan kejelekannya di hadapan semua orang. Hal yg demikian ini terjadi disebabkan oleh sedikitnya introspeksi diri (muhasabah)".Imam masuk ke bab 3 kitab "al-Qosdu wa al-Rujuu ilaa Allah" yaitu bab muhasabah (Instrospeksi Diri) Syekh al-Muhasibi, "apa makna muhasabah (instropeksi diri) ?" Gurunya menjawab, "Akal selalu menjaga nafsu dari pengkhianatannya, mengetahui kekurangan diri, dan menilai baik buruknya perbuatan yg telah dikerjakan" Syekh al-Muhasibi berkata, "Jelaskanlah kpdku mengenai muhasabah ini secara detail?" Gurunya menjawab, "Hadapkanlah semua perbuatan yg telah kamu lakukan di hadapanmu. lalu kamu bertanya, 'mengapa aku harus melakukan ini ?' atau katakan kpd dirimu 'siapakah aku yg melakukan perbuatan ini ?' maka, jika perbuatan itu karena Allah, teruskanlah perbuatan itu. akan tetapi, jika karena selain-Nya, cegahlah perbuatan itu. celalah dirimu krn ia telah mengikuti dorongan hawa nafsu dan hukumlah ia atas perbuatan itu, dg demikian kamu akan mengetahui keburukan akalmu dan kamu harus menilai kebodohannya. kamu jg telah mengetahui bhw nafsu adl musuhmu krn ia telah menggelincirkanmu dlm dosa dan telah mengajakmu utk memutuskan hubungan dg Penciptamu". Syekh al-Muhasibi : "Dari mana sumber muhasabah itu ?" Gurunya : "Dari takut akan kekurangan, buruknya kerugian, dan keinginan utk mendapat kelebihan di dlm keuntungan. teman sejati akan mempertimbangkan kpd siapa dia bergaul krn khawatir mendapatkan kerugian. dia berharap mendptkan keuntungan yg berlimpah dari dagangannya. Hal ini seperti yg ditanyakan oleh Nabi Yunus as. kpd salah seorang perempuan ahli ibadah, "Dengan apa kamu mendapatkan kelebihan ?" Perempuan ahli ibadah itu menjawab, "Dg mencari Tuhan dan muhasabah". Syekh al-Muhasibi : Apa makna ucapan Umar bin Khottob "Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab ?" Gurunya : Instropeksi diri dan mempertimbangkan segala hal yg dpt menjerumuskan jiwa dlm kebathilan, walaupun hanya seberat biji sawi" Syekh al-Muhasibi : "Apakah buah dari muhasabah (instropeksi diri) itu ?" Gurunya : "Bertambahnya kepandaian dan kecerdasan dlm memberikan argumentasi. dg instropeksi pengetahuan seseorang akan bertambah luas. dan ini bergantung pd kecakapan hati dlm mengevaluasi diri". Syekh al-Muhasibi: "Apa yg dpt menguatkan seorang hamba utk melakukan muhasabah?" Gurunya: "Dg tiga hal, pertama, memutuskan sgl hubungan yg dpt menyibukkan dirinya dari kemauan kuat melakukan muhasabah. sebab orang yg ingin menghitung hutangnya, dia harus mengosongkan hatinya dari setiap kesibukan. Kedua, menyendiri dlm muhasabah sehingga dia khawatir tdk mencapai apa yg diharapkan dari muhasabah itu, dan Ketiga, takut kpd Allah SWT. yg akan menanyai perbuatannya yg melampaui batas. Nabi saw. bersabda, "Hendaklah seorang mukmin memerhatikan saat2 ketika menghisab dirinya (HR. Abu Ya'la dan al-Bazzar dari Abu Hurairah)". Syekh al-Muhasibi : Dlm muhasabah, mengapa hati dpt dikalahkan?" Gurunya : "Krn hswa nafsu dan syahwat mampu menguasainya. Hawa nafsu dan syahwat adl lawan kearifan, ilmu dan kebenaran. akibatnya, hati dikalahkan dan dibutakan dari kearifan". Syekh al-Muhasibi : beritahukanlah kepadaku tentang hawa nafsu yg dpt menghalangi hati dari muhasabah ?" Gurunya : "hawa nafsu yg selalu bergantung pd syahwat dan cenderung pd kesenangan. hawa nafsu ini mempunyai kemampuan melemahkan jiwa dan menguasai hati sehingga mengikuti ajakannya". Syekh al-Muhasibi : "Bagaimana caranya aku menghukum nafsuku atas dosa yg dilakukannya?" Gurunya : "Pisahkanlah antara ia dan kesukaannya; ambillah cambuk utk menakutinya; lakukanlah pengawasan secara terus-menerus setiap gerakannya; kurangilah makanannya; biarkanlah ia dlm kehausan; sibukkanlah ia dg kerja keras; tahanlah amarahnya dg ancaman yg memberinya pelajaran. Dg semua itu, kamu dpt menundukkan kekuatannya dlm melemahkan jiwa dan penguasaannya terhadap hati. Wahai Pemuda, ketahuilah, pd saat itu nafsumu menjadi hina, ia akan tunduk kepadamu setelah kekuatannya lenyap, dan kekuasaannya hilang. dan, ia akan menempuh jalan yg lurus dan konsisten menapakinya (istiqomah) menuju Penciptanya. hanya kpd Allahlah kita memohon pertolongan (Syekh al-Muhasibi : Wahai Syekh, anda telah menerangkan kpdku tentang melawan hawa nafsu, faktor apakah yg dpt menguatkan seorang hamba utk mengusir musuh2 jiwa, hawa nafsu dan setan?" Gurunya : "Faktor utama yg paling kuat adl kesadaran seorang hamba tentang kewajiban yg telah ditetapkan Allah kpdnya, yaitu senantiasa memerangi hawa nafsu. Allah SWT. berfirman, "Sesungguhnya setan adl musuh bagimu, maka anggaplah dia musuh (QS. Fathir : 6) dan firman-Nya, "Barang siapa yg mengikuti langkah2 setan, sesungguhnya setan hanya menyuruh perbuatan yg keji dan mungkar (QS. Nur : 21).

Kedua ayat tsb adl argumentasi yg dpt meneguhkan seseorang dlm memerangi musuh2nya. Allah Azza wa Jalla telah mewajibkan hamba2nya utk memusuhi setan. dan Dia juga memerintahkan mereka utk memeranginya. inilah faktor yg menguatkanmu melawan musuhmu. jika kamu lengah, musuhmu akan mengalahkanmu dan menghalangimu beribadah kepada-Nya. Bukankah kamu tahu bhw Allah telah mewajibkan kamu utk melawan musuhmu dan memerintahkanmu utk memeranginya? maka, jika kamu telah mengetahuinya, jiwamu akan teguh melawannya, kemarahanmu akan melemahkan mentalnya, dan perhatianmu dlm mengendalikan nafsumu akan membantu mengalahkannya. Akan tetapi, ingatlah bhw musuhmu selalu memperbesar peluang utk menjatuhkanmu. dia akan terus menggodamu sehingga dpt mengalahkanmu. pd saat itu, kamu khawatir akan kemenangannya dlm menggodamu dan mengajakmu pd kemaksiatan yg dipicu oleh nafsumu. baik kamu sadari atau tidak, dia akan berusaha utk menghancurkanmu, menjatuhkan martabatmu di hadapan Tuhanmu, memburukkan citramu, menghilangkan keyakinanmu, dan melemahkan ketulusanmu utk melawannya."

Syekh al-Muhasibi : "Jelaskanlah kepadaku perbuatan apa yg dpt menolongku utk melawan dan menolak godaannya?" Gurunya : "Pahamilah dan bedakanlah antara dua seruan, yaitu seruan yg berasal dari Allah, dan seruan dari iblis, kemudian, perhatikanlah baik2, seruan manakah di antara kedua seruan itu yg lebih utama kamu penuhi. apakah yg lebih layak kamu penuhi adl seruan yg mengajakmu pd kebinasaan, kerugian sepanjang hidupmu, dan kefakiran yg membuatmu takut mengahadapinya ? ataukah yg lebih layak kamu penuhi adl seruan Tuhan yg telah mmberimu buk kenikmatan yg sejak azali selalu mengingatmu dan tdk pernah melupakanmu sesaat pun. bukankah Dia yg dlm keabadian-Nya mengkhususkanmu dg keyakinan thd yg gaib? bukankah dia yg telah menyerumu utk meraih surga-Nya dan kemuliaan-Nya? dan utk menikmati kelembutan kebijaksanaan-Nya dan kesempurnaan nikmat-Nya? Sesungguhnya musuhmu menghendaki terputusnya hubunganmu dg Allah, Tuhan dan Tuanmu. ia telah memasang byk perangkap yg dpt menjeratmu dlm dosa dan menjatuhkan citramu sbg hamba-Nya. di antara perangkap itu adalah prasangka yg buruk, cepat menyerah dan putus asa, keragu-raguan dlm keimanan. tipu dayanya sangat lihai dan jerat2nya sangat halus dan kuat sehingga ketika ia menipu dan menjeratmu, kamu tdk merasakan bhw kamu dlm tawanannya. dan kamu pun tidak merasa telah melakukan kesalahan dan dosa."Allah SWT. berfirman, "(Aku mendapati dia dan kaumnya menyembah matahari, selain Allah dan setan telah menjadikan mereka memandang baik perbuatan-perbuatan mereka, lalu menghalangi mereka dari jalan) yang benar (sehingga mereka tidak dapat petunjuk) (QS. An-Naml : 24) Dan (juga) kaum `Aad dan Tsamud, dan sungguh telah nyata bagi kamu (kehancuran mereka) dari (puing-puing) tempat tinggal mereka. Dan syaitan menjadikan mereka memandang baik perbuatan-perbuatan mereka, lalu ia menghalangi mereka dari jalan (Allah), sedangkan mereka adalah orang-orang yang berpandangan tajam. (QS. Al-Ankabut : 38).

"Ketahuilah musuhmu ingin menjauhkanmu dari kedekatan dg Allah, pahala yg byk dan nikmat-Nya yg utama. ia memberi keraguan dlm dadamu, menghilangkan ketenangan dlm jiwamu dan menciptakan kebingungan dlm hatimu. ia telah mencabut kesabaranmu dan menggantinya dg kegelisahan. ia telah merebut keridhoanmu atas keputusan-Nya dan menggantikan kebencian kepada-Nya. ia telah melemahkan ketekunanmu dlm beribadah kepada-Nya dan mengganti dg kemalasan".

"Musuhmu telah menghalangimu utk memperoleh keyakinan dan keteguhan dlm jaminan rezeki, kecukupan dan perlindungan Allah karena keimananmu dan ketaatanmu kepada-Nya. ia telah mengajarimu kekikiran, menakut-nakutimu dg kefakiran dan panjang angan2, berburuk sangka thd janji Tuhan dan melemahkan niatmu. ia telah merusak ketetapan2 hatimu, menunda-nunda keinginanmu utk bertobat, menghalangimu dari menyambut seruan Tuhan, dan ingin menjatuhkanmu di sisi Pencptamu Yg Maha Suci lagi Maha Tinggi."

Syekh Al-Muhasibi : mungkinkah seseorang menerima ajakan orang yg membencinya dan menaati orang yg akan membinasakannya?" Gurunya: mungkin, sebab seseorang terkadang tdk cermat dlm meneliti sikap keberagamaannya. ia memahami pokok2 agama, tetapi tergelincir krn meremehkan hal2 kecil yg diutamakan oleh agama. disebabkan oleh kelalaiannya, ia bisa saja menentang hal2 yg prinsip dlm agama, dan disebabkan oleh pengetahuannya yg dangkal, ia dpt saja tdk mengetahui kebenaran sejati. ktk berada dlm keimanan yg kuat, seseorang mungkin akan membenci musuhnya dan meyakini kejahatannya. pd waktu itu, ia tdk akan menerima ajakannya, namun ketika ia lalai, hal sebaliknya dpt saja terjadi. "Ingatlah musuh2 jiwa (nafsu dan setan) akan selalu membujukmu dan merayumu. mereka akan mendatangimu sambil menunjukkan bukti bhw melakukan kesalahan2 ringan tdk berbahaya. mereka juga meyakinkanmu bhw mengikuti ajakan dan seruannya tdk membahayakan. lalu hawa nafsumu tertarik utk mengikuti bujuk rayunya. Ingatlah di saat rayuan musuhmu telah kamu turuti, kamu akan terbiasa melakukan dosa2, lalu kamu akan meremehkan agama dan akhirnya kamu akan menjadi tawanan musuhmu selamanya. pd waktu itu matamu akan buta dari melihat kearifan, dan telingamu akan tuli dari mendengar kebenaran. kamu akan menjadi abdi setan krn telah mematuhi semua ajakannya. "oleh karena itu enyahkanlah musuhmu; carilah jalan keselamatan dg senantiasa melawannya dlm semua keadaan. Rayuan, godaan, dan bujukan singkirkanlah! waspadalah terhadap semua tipu dayanya. kemudian berpegang teguhlah pada kewaro'an."Imam dan sekarang masuk bab 5 dengan bahasan "Waro' "

Syekh al-Muhasibi : apa makna waro'?
Gurunya : "Waro' ialah penyelidikan yg dilakukan oleh hati ketika hendak mengerjakan suatu perbuatan sehingga ia dpt membedakan antara yg hak dan yg bathil"

Syekh al-Muhasibi : adakah jawaban lain?
Gurunya : Ya, menghilangkan apa yg meresahkan hati dan meninggalkan apa yg diragukannya

Syekh al-Muhasibi : Mohon dijelaskan kembali maksud ucapan anda tadi?
Gurunya : Hakikat waro' adalah meninggalkan apa yg meragukanmu dan melakukan apa yg meyakinkanmu

Syekh al-Muhasibi : Dari mana sumber waro' itu?
Gurunya : Waro' bersumber dari rasa takut (murka Allah)

Syekh al-Muhasibi : Apa tanda waro' itu?
Gurunya : Meninggalkan penyakit2 hati dan menyelidiki sebab2 yg menimbulkannya

Syekh al-Muhasibi : Apa yg menguatkan seseorang utk berbuat waro'?
Gurunya : Takut kepada-Nya. jika takut telah tertanam dlm hatinya, ia akan berbuat waro', yaitu bersikap hati-hati agar perbuatannya tdk menimbulkan dampak negatif

Syekh al-Muhasibi : Keadaan apakah yg menambah rasa takut kepada-Nya?
Gurunya : Mengetahui kesaksian hati pd kemurkaan Allah dan siksaan-Nya

Syekh al-Muhasibi : Lalu, apa lagi yang dpt menambahnya ?
Gurunya : wahai pemuda, pengetahuan waro' itu bersumber dari makrifat, oleh karena itu, keutamaan waro' bergantung kpd seberapa besar rasa takut yg bersemayam di dlm jiwa seseorang dan seberapa luas pengetahuan yg dimiliki hatinya. dan waro' itu sesuai dg kadar kobaran rasa takutnya

Syekh al-Muhasibi : Hal apa yang dapat melemahkan sikap waro' ?
Gurunya : Kecenderungan kepada dunia, ketamakan, dan hasrat utk menguasainya. padahal tdk akan merugi orang yg kehilangan dunia

Syekh al-Muhasibi : apa derajat paling tinggi yg dicapai oleh orang waro' ?
Gurunya : Derajat waro' yang paling tinggi adalah awal derajat kezuhudan

KITAB RISALAH AL MUAWANAH FASAL 2: MENGIKHLASKAN NIAT

(SAYIID ABDULLAH AL HADDAD TOKOH  TAREKAT BA’ ALAWI AL HADDAD)

Dan wajib bagi kamu wahai saudaraku, untuk memperbaiki niat dan mengikhlaskan niat tersebut dan bertafakur akan niatmu sebelum engkau memasuki amal/sebelum mengerjakan sesuatu amal ibadah. Karena sesunggunya niat itu adalah pondasi atau dasar daripada amal. Dan amal mengikuti niat Mengenai baik dan buruknya, rusak dan selamatnya dll. . dan sungguh telah bersabda RasuluLlah SAW, Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya . dan bagi setiap manusia tergantung dari apa yang ia niatkan. .

Dan wajib juga bagi kamu semua, untuk tidak mengucapkan suatu perkataan atau tidak mengamlkan suatu amal perbuatan atau berkehendak mengerjakan sesuatu apapun kecuali niatmu dalam hal itu semua adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mencari pahala yang baik di sisiNya. Dan ketahuikahsesungguhnya tidak akan dapat terjadi pendekatan diri kepada Allah Ta’ala kecuali dengan apa yang telah disyari’atkan oleh Allah melalui Lisan RasulNya dari beberapa perbuatan farsddhu, dan sunnah, .

Maka menjadilah perbuatan yang mubah akan tetapi karena niatnya baik, maka perbuatan itu menjadi sebab mendekatnya diri kepada Allah. Seperti orang yang ketika makan ia berniat untuk mendapatkan kekuatan dalam menjalankan ta’at kepada Allah Ta’ala atau ketika menikah diniatkan untuk mendapatkan keturunya yang nantinya mereka akan menjadi orang yang ahli beribadah kepada Allah. Dan disyaratkan di dalam niat yang baik dimana harus dilanjutkan dengan amal perbuatannya. Misal orang yang mencari ilmu dan ia bercita-cita akan mengamalkan ilmunya, maka apabila ia tidak mengamalkan ilmu yag telah pernah diperolehnya ketika dia mampu untuk mengamalkannya, maka niatnya yang demikian itu bukanlah niat yang benar / niyatushoodiqoh. Demikian juga orang yang mencari harta dunia dengan niat agar ia tidak merepotkan orang lain, dan mnyedekahkannya kepada orang yang membutuhkan dari orang-orang yang miskin, atau untuk mempererat silaturrahmi dengan hartanya itu, apabila ia tidak melaksanakkannya apa yang ia niatkan ketika dia mampu maka niat yang demikian ini bukanlah termasuk niat yang benar atau niat yang Shoodiqoh. Dan ketahuilah bahwa niat yang baik itu tidak dihitung dalam amal perbuatan yang buruk misalnya orang yang ikiut mendengarkan pembicaraan ghaibah kepada sesama muslim yang mana dalam mendengarkannya tersebut dia berniat untuk menyenangkan hati orang yang sedanng ghaibah / membicarakan aib saudara se muslim, maka niatnya yang demikian ini bukanlah niat yang baik bahkan ia termasuk salah seorang diantara yang ikut ghaibah tersebut.

Dan barang siapa yang diam diri dari amar ma’ruf dan nahiii munkat dan dia mendakwakan bahwa niatnya itu agar tidak menyakiti hati orang yang melaksanakan perbuatan munkar, maka niat yang demikian ini bukanlah termasuk niat yang baik bahkan ia termasuk juga ke dalam golongan yang mellaksanakan kemungkaran. Demikian juga perbuatan yang baik, tetapi niatnya tidak baik juga tidak akan menghasilkan pahala yang baik di sisi Allah seperti orang yang melakukan amal salih akan tetapi niatnya untuk mendapatkan kedudukan atau biar dipiji oleh orang lain atau untuk mendatkan keuntuknagn materi. Maka bersungguh-sungguhlah wahai saudaraku, agar niatmu dalam melakukan amal salih sebatas untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mencari keridhoan Allah dan niatkanlah semua amal yang dibolehkan / Mubaahat hanya untuk menambah ketaatan kepadaAllah Ta’ala. Dan ketahuilah sesungguhnya bisa terjadi juga satu amal shaleh di niatkan dengan beberapa niat yang baik dan mendapatkan pahala secara sempurna dari tiap-tiap niat tersebut semisal orang yang membaca Al-Qur’an dia niatkan untuk bermunajat kepada Rabbnya, atau ia niatkan agar orang yang mendengarkannya mendapat faidah atau manfaat dari apa yang ia baca. Dan semisal perbuatan mubah dalam hal makan, dimana ia niatkan dalam makan tersebut untuk menjalankan perintah Allahkarena Allah telah berfirman di dalam Al-Qur’anul Kariim Wahai orang-orang yang beriman, makanlah kamu sekalian dari rizki yang baik yang Aku berikan kepada kamu semua. Dan berniat pula dalam memakan makanan adalah untuk mendapatkan kekuatan dalam menjalankan ta’at kepada Allah dan juga dapat diniatkan pula untuk melahirkan rasa syukur kepada Allah sesuai dengan firman Allahdi dalam kitabNya makanlah kamu sekalian dari rizki yang diberikan kepadamu dan bersyukurlah kepadaNya.

Bersabda RosuuluLloohi SAW-Sesungguhnya Allah mencatat perbuatan baik dan buruk……dan selanjutnyaRasuluLlah SAW menerangkan bahwa-barang siapa mempunyai tujuan baik sedangkan ia tidak melaksanakannya maka Allah mencatat di sisiNya sebagai satu amal kebaikan yang sempurna. Dan barang siapa yang mempunyai niat baik juga ia melaksanaknnya maka Allah mencatatnya sebagai 10 kebaikan sampai 700 kebaikan bahkan sampai berlipat dengan kelipatan yang banyak. Dan jika ia berniat keburukan akakan tetapi tidak mengamalkannya, maka dicatatlah ia sebagai satu kebaikan, dan apa bila ia mengamalkannya maka hanya di catat sebagai satu keburukan saja.

KITAB RISALAH AL MUAWANAH FASAL 1: MEMPERKUATKAN KEYAKINAN MU

(SAYIID ABDULLAH AL HADDAD TOKOH  TAREKAT BA’ ALAWI AL HADDAD)

Aku memohon kepada Allah agar dengan risalah ini memberikan manfaat kepadaku dan kepada sekalian orang Mukmin , maka Aku katakan -Maka wajib bagi kamu semua wahai saudraku yang terkasih, untuk memperkuat keyakinanmu dan mempercantiknya, karena sesungguhnya yakin apabila telah menetap di hati dan meluas di dalamnya maka segala sesuatu yang ghaib akan terlihat nyata bagimudan pada yang demikian ini maka berkatalah orang-orang yang yakin sebagaimana yang dikatakan Aly ra. wakarromaLlahu Wajhah ‘apabila disingkapkan tabir, maka akan bertambahlah keyakinan’. Dan yakin sesungguhnya adalah ibarat dari kekuatan iman yang meresap ke dalam jiwa yang menghilangkan segala keragu-raguan sehingga di dalam hati sama sekali bersih dari keadaan ragu-ragu dan cemas.. dan syaithan tidak akan mampu mendekat kepada mereka yang hatinya dipenuhi dengan yaqinbahkan mereka akan lari terbirit-birit mencari keselamatan. Sebagaimana yang disabdakan RasuluLlah SAW “Sesungguhnya syaithan menjauh dari bayang-bayang Umar. . tidaklah sekali-kali Umar melewati suatu jalan, sedang syaitan pasti melewati jalan yang lainnya–agar tidak berpapasan.

Dan yakin akan menjadi kuat dengan beebrapa sebab diantaranya

1. Hendaknya hamba Allah mencurahkan segala perhatiannya dan hatinya dan memperhatyikan dengan telinganya untuk mendengarkan ayat dan hadis yang menunjukkan kebesaran Allah Azza wa Jalla dan kesempurnaanNya, dan keagunganNya, dan kekuasaanNya dan kesendirianNya dalam mengatur urusan semua makhluk, dan kekuasanNya, serta memperhatikan akan kebenaran para Rasul As. Dan kesempurnaanmereka, dan terhadap apa-apa yang menguatakn risalah mereka dari beberpapa mukjizat, demikian juga memperhatikan mereka yang mendustakan Rasul hingga mereka mendapat siksa dari Allah , dan memperhatikan dengan segenap hatinya apa yang akan datang kelak di hariu akhirat berupa pahala yang bagus dari Allah yang dijanjikan bagi hambanya yang beriman dan berbuat kebajikan, demikian juga siksa yang akan dihadapi orang-orang yang berbuat maksiyat –Firman Alah ‘Apakah belum cukkup sesungguhnyan Kami turunkan kepada kamu Al-Kitab yang dibacakan kepada mereka.

2. hendaklah engkau melihat dengan i’tibar pada kerajaan langit dan bumi dan apa yang diciptakan Allah dari ciptan-ciptaan yang sangat aja’ib. Dan memperhatikan permulaan adanya segala yang diciptakan. –‘Dan akan Aku perlihatkan kepada mereka ayat-ayatKu di alam raya dan juga pada diri mereka hingga tampak jelas bahwasanya Allah Maha Benar’.

3. Hendaklah mengamalkan apa saja yang sesuai dengankeimanannya lahir bathin dan memperlihatkan keta’atan kepada Allah Azza Wa Jalla‘Dan bagi orang-orang yang bersungguh-sungguh mencariKu niscaya akan Aku tunjukkan jalanKu’.

Dan buah dari yaqinadalah tanangnya hati akan janji Allah dan mantap dengan apa-apa yang sudah ditanggung oleh Allah dan menghadap dengan segenap jiwa raganya dan meninggalkan segala yang menyibukkannya dari Allahdan kembali pada setiap kkesempatan kepaad Allah dan mencurahkan tenaga untuk mencari ridho Allah . maka Yakin sesungguhnya adalah dasar/pokok. Sedangkan segala maqoomaat yang mulia , dan akhlak yang terpuji, dan amal sholih, adalah termasuk cabangnya, dan buahnya, sedangkan alkhlak dan amal adalah mengikuti yaqin dalam hal kuat dan lemahnya serta sehat dan sakitnya.

Luqman As. telah berkata, “tidaklah amal akan terjadi kecuali setelah adanya yaqin. Dan tidak sekali-kali seorang hamba beramal kecuali sesuai dengan kadar keyakinannya. Dan ytidaklah sseorang hamba mengurangi amalnya hingga berkuranglah keyakinannya.. Dari itu RasuluLlah SAW bersabda, “Al-Yaqiin, adalah iman seluruhnya. Dan bagi orang yang beriman, ada tingkatan yaqiin yaitu

Derajad Ashabil Yamiin yaitu

1. Pembenaran mereka akan tetapi masih dimungkinkan mereka terserang ragu-ragu.

2. Derajad Muqorrobiinyang mana imannya telah bersinar dalam hati mereka dan menetap di dalamnya sehingga tidaklah tergambar di dalamnya akan cacat imannya itu, bahkan akan tampak berlimpah di dalam dadanya.

3. Derajat Nabiyyiinyaitu derajad para Nabi AS. Dan para ahli warisnya yaitu para Shiddiqiindimana bagi Mereka sesuatu yang Ghaib adalah tampak nyata adanya. Dan dapat memberikan i’tibarnya dengag tersingkapnya tabir / kasyf .

PAPARAN TASAWWUF DALAM AL QUR’AN : DOA NABI ADAM A.S DAN DOA IBLIS


Diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah bahwa ketika Nabi Adam a.s. turun ke bumi, ia berdoa,”Ya Rabbi, inilah syaitan, dimana telah Engkau jadikan permusuhan antara aku dan dia. Kalau Engkau tidak memperhatikan dia, maka aku tidak akan kuat mengatasinya.” Berfirman Allah s.w.t., ”Tidak akan dilahirkan seorang anak bagimu melainkan telah diserahi seorang malaikat untuk menjaganya.”

Berdoa Nabi Adam a.s., “Ya Rabbi, berilah tambahan bagiku.” Berfirman Allah s.w.t., “Aku akan membalas satu kejahatan dengan satu kejahatan, dan satu kebaikan akan Kubalas dari sepuluh kali lipat sampai kepada apa yang Kukehendaki.”
Berdoa Nabi Adam a.s., “Ya Rabbi, berilah aku tambahan.” Berfirman Allah s.w.t., “Pintu taubat tetap terbuka selama roh masih ada di jasad.”

Lantas Iblis berkata, “Ya Tuhan, Adam inilah orang yang akan Kau muliakan atas aku. Jika Engkau tidak memperhatikan, aku tidak kuat mengatasinya.” Firman Allah s.w.t., “Tidak akan dilahirkan seorang anak bagi Adam melainkan akan dilahirkan juga seorang anak untukmu.”

Kata Iblis, “Ya Tuhan, berilah aku tambahan.” Firman Allah s.w.t., “Engkau bisa berjalan pada mereka seperti perjalanan darah dan engkau bisa membuat hati mereka (bani Adam) sebagai rumah.”
Kata Iblis, “Berilah aku tambahan.” Allah berfirman, Bawalah mereka dengan pasukan kudamu dan pasukan yang berjalan kakimu, sertailah mereka dalam urusan harta benda dan anak-anak, serta berilah mereka janji. Dan tidaklah yang dijanjikan syaitan melainkan tipuan belaka.” QS. Al-Isra’[17]: 64 11


Dialog Nabi Nuh a.s. dengan Iblis

Diriwayatkan bahwa ketika Nabi Nuh a.s. berlayar dengan bahteranya, beliau membawa ke dalamnya segala sesuatu secara berpasangan, sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah s.w.t. kepadanya. Lalu beliau melihat di atas perahu itu terdapat seorang tua yang belum pernah beliau kenal, maka bertanyalah beliau kepada orang tua tersebut, “Mengapa engkau masuk ke sini?” 

Si orang tua itu menjawab, “Aku masuk ke sini untuk memperoleh hati sahabat-sahabatmu, sehingga hati mereka bersama aku sedangkan tubuh mereka bersama engkau.” Nabi Nuh a.s. berkata kepada orang tua (iblis) itu, “Keluarlah engkau dari bahtera ini, wahai musuh Allah! Sungguh engkau ini yang dilaknat.” Maka berkata orang tua ini kepada Nabi Nuh a.s., “Ada lima hal yang kupakai membinasakan manusia. Tiga dari lima perkara ini akan kuceritakan kepadamu dan yang dua perkara lagi tidak akan kuceritakan kepadamu.”

Maka Allah memberi wahyu kepada Nabi Nuh a.s. bahwa sebenarnya beliau tidak perlu kepada perkara yang tiga itu. Hendaklah beliau meminta iblis itu agar menceritakan perkara yang dua itu saja. Lalu Nabi Nuh a.s. bertanya kepada iblis tersebut, “Apakah perkara yang dua itu?” Iblis menjawab, “Dua hal itu ialah yang tidak pernah mengecewakanku, dan dengan dua hal inilah aku membinasakan manusia, yaitu tamak dan iri-dengki. Karena iri-dengki inilah aku dilaknat dan dijadikan ‘asy-syaitan al-rajim.’” 12

 Dialog Nabi Musa a.s. dengan Iblis

Diriwayatkan bahwa sewaktu Nabi Musa a.s. bertemu dengan iblis, ia berkata kepada Nabi Musa a.s., “Wahai Musa! Engkaulah orang yang dipilih Allah dengan risalah-Nya, dan engkau adalah orang yang menerima Kalamullah; sedangkan aku hanyalah salah seorang dari makhluk Allah. Aku berdosa dan hendak bertaubat. Mintakanlah aku syafa’at kepada Tuhan, agar Tuhan menerima taubatku.” Nabi Musa a.s. menjawab: “Ya.”
Maka setelah Nabi Musa a.s. naik ke gunung untuk menerima Kalamullah azza wa jalla dan hendak turun, berfirmanlah Allah s.w.t. kepada Nabi Musa a.s, “Hai Musa! Sampaikan amanat.” Maka berdoalah Nabi Musa a.s., “Hamba-Mu iblis ingin Engkau menerima taubatnya.” Kemudian Allah Ta’ala berfirman kepada Nabi Musa a.s., “Telah Kuperkenankan hajatmu. Perintahkanlah ia agar bersujud ke kubur Adam sehingga diterima taubatnya.”

Nabi Musa a.s. lantas menemui Iblis dan berkata kepadanya, “Hajatmu telah diperkenankan, dan engkau diperintahkan bersujud ke kubur Nabi Adam a.s. agar engkau diampuni.” Sambil marah dan menyombong Iblis berkata, “Di kala masih hidup aku tidak sudi bersujud kepada Adam, masakan aku harus sujud kepadanya sesudah ia jadi mayat?” Kemudian berkatalah Iblis kepada Nabi Musa a.s., “Ada kewajiban bagiku untuk memberikan suatu hak kepadamu, sebagai imbangan bahwa engkau telah memintakan syafa’at untukku kepada Tuhanmu. Ingatlah kepadaku dalam tiga keadaan, yang mana aku tidak akan merusakkan engkau dalam keadaan yang tiga itu.

1. Ingatlah kepadaku waktu engkau marah, sebab waktu itu diriku berada di hatimu dan mataku berada di matamu dan aku akan berjalan di tubuhmu sebagaimana darah mengalir. Ingatlah kepadaku ketika marah, sebab apabila seseorang marah, kutiup hidungnya sehingga ia tidak tahu lagi apa-apa yang ia perbuat.
2. Ingatlah padaku ketika engkau di medan peperangan, sebab aku akan mendatangi orang-orang yang sedang bertempur, lantas aku ingatkan orang-orang itu kepada istri, anak dan keluarga sampai orang itu berpaling dari barisan.

3. Jauhilah duduk-duduk dengan perempuan yang bukan mahram, sebab akulah yang menjadi suruhan perempuan itu kepadamu dan suruhanmu kepada perempuan tadi. Aku senantiasa berbuat demikian sampai engkau dapat kufitnah dengan wanita itu, dan kufitnah wanita itu dengan engkau. 13

 Dialog Nabi Yahya a.s. dengan Iblis

Diriwayatkan bahwa iblis pernah mendatangi Nabi Yahya a.s. Beliau melihat barang-barang bergantungan pada diri si iblis. Bertanyalah beliau kepada iblis tersebut, “Benda-benda apakah yang bergantungan itu?” Iblis menjawab, “Ini adalah syahwat-syahwat yang kupergunakan untuk menguasai manusia.”
Bertanya Nabi Yahya a.s., “Apakah yang terdapat dalam syahwat itu?” Iblis menjawab, “Kadang-kadang dengan syahwat itu engkau kekenyangan lantas kuberatkan engkau dari mengerjakan shalat dan zikir.” Bertanya Nabi Yahya a.s., “Adakah yang lain lagi?” Iblis menjawab, “Tidak!” Berkata Nabi Yahya a.s., “Demi Allah! Selamanya aku tidak akan memenuhi perutku dengan makanan.” Lantas iblis berkata kepada Nabi Yahya a.s., “Demi Allah! Selamanya aku tidak akan memberi nasihat kepada orang yang berserah-diri.” 14

 Kisah Iblis Sewaktu Kelahiran Nabi Isa a.s.

Diriwayatkan bahwa ketika Nabi Isa bin Maryam a.s. dilahirkan, berdatanganlah syaithan-syaithan kepada Iblis. Mereka melaporkan bahwa berhala-berhala telah tersungkur semuanya.
Iblis menjawab, “Ini tentu ada perkara yang baru yang terjadi di negerimu.” Lalu iblis terbang ke sebelah barat dan timur dari bumi ini, tetapi tidak mendapatkan apa-apa. Akhirnya, iblis menemukan Isa a.s. telah lahir dengan dikelilingi oleh para Malaikat. Iblis lalu kembali kepada syaithan-syaithan komplotannya, dan berkata, “Kemarin telah dilahirkan seorang Nabi. Tidak ada seorang perempuan pun yang hamil atau melahirkan yang tidak kudatangi, kecuali orang ini. Sesudah malam ini, tinggalkanlah soal penyembahan berhala—tetapi datangilah keturunan Adam dari jurusan sifat tergesa-gesa dan keinginannya.” 15

 Teladan Nabi Muhammad s.a.w.

Berkata al-Hasan, ”Diberitakan kepadaku bahwa Jibril a.s. datang kepada Nabi s.a.w., lalu berkata, ‘Sesungguhnya jin ifrit akan menggoda engkau, apabila engkau hendak tidur bacalah ayat kursi.’“ 16
Bersabda Nabi s.a.w., “Sungguh telah datang setan kepadaku, lantas ia membantah dan memusuhi aku. Lalu kupegang tenggorokannya. Maka demi Yang Mengutusku dengan haqq, tidak akan kulepaskan ia sehingga aku mendapat dingin air mulutnya pada tanganku. Dan kalau tidak karena seruan saudaraku Sulaiman a.s., maka ia tentu akan jadi terlempar dalam masjid.” 17

 CATATAN
1. Q.S. Al-Baqarah [2 ] : 30-37
2. Q.S. Shaad [38] : 75-83
3. Q.S. Ash-Shaaffaat [37] : 164-166
4. Q.S. Shaad [38]: 69
5. Q.S. Az-Zumar[39] : 67
6. Kasyaf al-Asrar VIII 435
7. Q.S. Al-‘Araaf [7] : 10
8. Q.S. Al-Hijr [15] : 29
9. Q.S. Shaad [38] : 72
10. Al-Ghazali, Keajaiban Hati, hh. 21-22.
11. Al-Ghazali, Keajaiban Hati, h. 121.
12. Al-Ghazali, Keajaiban Hati, h. 99.
13. Al-Ghazali, Keajaiban Hati, h. 97.
14. Al-Ghazali, Keajaiban Hati, h. 100.
15. Al-Ghazali, Keajaiban Hati, h. 103.
16. Al-Ghazali, Keajaiban Hati, h. 103.
17. Hadits Nabi s.a.w.

PAPARAN TASAWWUF DALAM AL QUR’AN : RENUNGAN TENTANG KEDUDUKAN MANUSIA

Belajar dari Kisah Penciptaan Adam a.s.

Adam a.s. semasa dalam penciptaan: 1 . Q.S. Al-Baqarah [2 ] : 30-37

Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada al-malaikat: “Aku hendak menjadikan khalifah di Bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan di Bumi yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji-Mu dan meng-kuduskan-Mu?” (Tuhan) bersabda: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
Dan Dia mengajarkan kepada Adam al-asma akullaha, lalu mengemukakan kepada al-malaikat, maka (kemudian) berfirman: “Sebutkan kepada-Ku asma-asma tersebut jika kamu adalah shidiqiin.”

Mereka menjawab: "Subhanaka, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan 
kepada kami; sesungguhnya Engkaulah al-‘Alim al-Hakim.”
Allah berfirman: "Hai Adam, beritakanlah kepada mereka asma-asma tersebut." Maka setelah diberitakan kepada mereka asma-asma tersebut, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui yang ghayb dari lelangit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?"

Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada al-malaikat: "Sujudlah kalian kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk al-kafirin.
Dan Kami berfirman: "Hai Adam diamilah oleh kamu dan isterimu al-jannah ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk adh-dhalimiin.

Lalu keduanya digelincirkan oleh asy-syaitan dari tempat semula dan dikeluarkan dari keadaan semula dan Kami berfirman: "Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan".
Kemudian Adam menerima beberapa kalimah (sabda) dari Rabb-nya, maka Dia menerima taubatnya. Sesungguhnya Dia Maha Penerima taubat dan al-Rahim.

Manusia diciptakan dengan kedua belah tangan Tuhan:2

Allah berfirman: "Hai iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu takabur ataukah kamu (merasa) termasuk yang (lebih) tinggi?".
Iblis berkata: "Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah".

Allah berfirman: "Maka keluarlah kamu dari sini; sesungguhnya kamu terkutuk,
sesungguhnya kutukan-Ku tetap atasmu sampai yaum ad-diin".
Iblis berkata: "Ya Rabb-ku, beri tangguhlah aku sampai hari mereka dibangkitkan".
Allah berfirman: "Sesungguhnya kamu termasuk yang diberi tangguh,
sampai kepada hari yang waktunya ditentukan".
Iblis menjawab: "Demi kekuasaan Engkau aku akan menjerumuskan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang al-mukhlasiin.

Kedudukan Malaikat:

Tiada seorangpun di antara kami (malaikat) melainkan mempunyai kedudukan yang tertentu, dan sesungguhnya Kami benar-benar bershaf-shaf. Dan sesungguhnya kami benar-benar al-musabbihun.3
Aku tiada mempunyai pengetahuan sedikitpun tentang al mala'ul a`la (malaikat) itu ketika mereka berbantah-bantahan.4

Jasad dari Aspek Tangan Kiri Ilahi ; Nafs (Jiwa) dari Aspek Tangan Kanan Ilahi

…padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan lelangit digulung dengan tangan kanan-Nya 5...
Allah menggenggam lelangit di tangan kanan-Nya, sementara bumi di tangan kiri-Nya. Kemudian Dia akan mengguncangkan keduanya6
Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di bumi dan Kami jadikan bagimu darinya (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur.7

Hembusan (Nafakh) dari ruh-Ku

Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah menghembuskan ke dalamnya dari ruh-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.8
Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kuhembuskan kedalamnya dari ruh-Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya".9
  
Letak Keutamaan Insan Menurut Imam Al-Ghazali: 10

Ilmu (al-‘ilm) yang paling utama ialah mengetahui akan Allah, sifat-sifat-Nya dan tindakan-tindakan-Nya. Disinilah terletak kesempurnaan manusia. Dan pada kesempurnaan inilah bergantung bagian dan kebaikan manusia di hadapan Tuhan Yang Agung dan Sempurna.
Jasad itu kendaraan dari an-Nafs. An-Nafs itu tempat ilmu dan ilmu itulah tujuan manusia dan hakikat dirinya, yang untuk itulah manusia diciptakan. …

Manusia dipandang dari segi bahwa ia makan dan berketurunan—maka ia sama dengan tumbuh-tumbuhan.
Dipandang dari segi bahwa ia merasa dan bergerak dengan ikhtiarnya sendiri, sama dengan binatang. Dipandang dari rupa dan bentuknya, ia sama dengan gambar yang dilukis pada dinding.
Letak keistimewaan manusia ialah karena ia dapat mengetahui hakikat segala sesuatu.

Barangsiapa mempergunakan semua anggota dan kekuatannya ke arah membantu mendapatkan ilmu dan mengamalkannya, maka ia serupa dengan malaikat; atau dengan kata lain ia menyusul martabat malaikat dan patutlah ia disebut malak. Sebagaimana firman-Nya: “Ini bukanlah seorang basyar, melainkan ia seorang malak yang mulia” (QS Yusuf [12]: 31).

 Di Al-Jannah, kemudian Turun ke Bumi, kemudian …

 QS. Thaahaa [20]: 115-126

115. Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat.

116. Dan (ingatlah) ketika Kami berkata kepada al-malaikat: "Sujudlah kalian kepada Adam", maka mereka sujud kecuali iblis. Ia membangkang.

117. Maka kami berkata: "Hai Adam, sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi isterimu, maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari jannah, yang menyebabkan kamu menjadi celaka.

118. Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang.

119. dan sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa panas matahari di dalamnya".

120. Kemudian syaitan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata: "Hai Adam, maukah aku tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?"

121. Maka keduanya memakan dari pohon itu, lalu nampaklah bagi keduanya keburukan-keburukan keduanya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun jannah, dan durhakalah Adam kepada Rabb-nya dan sesatlah ia.

122. Kemudian Rabb-nya memilihnya maka Dia mentaubatkannya dan memberinya petunjuk.

123. Allah berfirman: "Turunlah kalian berdua dari jannah bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Maka jika datang kepadamu petunjuk (hudan) daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.

124. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta".

125. Berkatalah ia: "Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah sungguh seorang yang melihat?"

126. Allah berfirman: "Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan".

 QS. Al A’Raaf [7]: 11-25

11. Dan sungguh Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami bentuk tubuhmu, kemudian Kami katakan kepada para malaikat: "Bersujudlah kamu kepada Adam"; maka merekapun bersujud kecuali iblis. Dia tidak termasuk mereka yang bersujud (al-saajidiin).

12. Allah berfirman: "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku perintahkan padamu?" Menjawab iblis: "Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah".

13. Allah berfirman: "Turunlah kamu dari situ; karena kamu tidak sepatutnya bertakabbur di dalamnya, maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina".

14. Iblis menjawab: "Beri tangguhlah saya sampai waktu mereka dibangkitkan".

15. Allah berfirman: "Sesungguhnya kamu termasuk mereka yang diberi tangguh."

16. Iblis menjawab: "Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan halangi mereka dari shirath Engkau yang lurus,

17. kemudian saya akan datangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka (sebagai) orang-orang yang bersyukur.

18. Allah berfirman: "Keluarlah kamu dari situ sebagai orang terhina lagi terusir. Barangsiapa di antara mereka mengikuti kamu, benar-benar Aku akan mengisi neraka Jahannam dari (jenis) kalian semuanya".

19. (Dan Allah berfirman): "Hai Adam bertempat tinggallah kamu dan isterimu di Jannah serta makanlah olehmu berdua (buah-buahan) di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kalian berdua mendekati pohon ini, lalu menjadilah kamu berdua termasuk orang-orang yang zalim (al-zaalimiin)".
20. Maka syaitan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka berdua, yaitu keburukan-keburukan mereka berdua, dan syaitan berkata: "Rabb kalian tidak melarangmu dari mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang yang kekal".

21. Dan dia (syaitan) bersumpah kepada keduanya. "Sesungguhnya saya bagi kalian berdua adalah termasuk orang yang memberi nasehat (al-naashihiin)",

22. maka syaitan membujuk keduanya dengan tipu daya. Tatkala keduanya telah merasai pohon itu, nampaklah bagi keduanya keburukan-keburukan mereka berdua, dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun jannah. Kemudian Rabb mereka menyeru mereka: "Bukankah Aku telah melarang kalian berdua dari pohon itu dan Aku katakan kepadamu: "Sesungguhnya syaitan itu bagi kalian berdua adalah musuh yang nyata?"

23. Keduanya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah zalim pada kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi (al-khosiruun)".

24. Allah berfirman: "Turunlah kalian, sebahagian kalian menjadi musuh bagi sebahagian yang lain. Dan kalian mempunyai tempat kediaman dan kesenangan (tempat mencari kehidupan) di bumi sampai waktu yang telah ditentukan".

25. Allah berfirman: "Di bumi itu kamu hidup dan di bumi itu kamu mati, dan dari bumi itu (pula) kamu akan dikeluarkan.”