Rabu, 11 Mei 2016

ABU TURAB DAN PEMUDA



Seandainya engkau melihat Abu Yazid sekali saja, itu lebih bermanfaat bagimu daripada melihat Allah SWT tujuh puluh kali ….

Diceritakan bahwa Abu Turab an-Nakhsyabi merasa kagum pada pemuda, lalu ia mendekatinya dan mengerjakan tugas-tugasnya. Sedangkan si pemuda sibuk dengan ibadah.

Lalu pada suatu hari Abu Turab berkata kepadanya, “Seandainya engkau melihat Abu Yazid.” Lalu ketika abu Turab berulang-ulang pernyataan, “ Seandainya engkau melihat AbuYazid ” kepadanya, sang pemuda menjadi kesal dan langsung berkata, “Celaka kamu, apa yang harus aku perbuat dengan abu Yazid ?” Melihat sikapnya, jiwa Abu Turab bergejolak, ia marah dan tidak dapat menahan diri lagi sehingga berkata, “ Celakalah engkau, engkau telah menipu Allah SWT. Seandainya engkau melihat Abu Yazid sekali saja, itu lebih bermanfaat bagimu daripada melihat Allah SWT tujuh puluh kali. ” Sang pemuda tercengang dengan ucapan Abu Turab dan mengingkarinya dengan bertanya, “Bagaimana bisa demikian?” Abu Turab menjawab, “Celaka kamu, engkau melihat Allah SWT hanya dari sisimu, lalu ia memperlihatkan dirinya-Nya kepadamu sesuai dengan kemampuanmu. Sedangkan jika kamu melihat Abu Yazid di sisi Allah, maka ia akan memperlihatkan diri-Nya sesuai dengan kemampuan Abu Yazid. ” Sang pemuda pun memahami perkataan

Abu Turab, lalu ia berkata, “Bawa saya kepadanya.” Di akhir kisah, Abu Turab dan sang pemuda berdiri di atas bukit untuk menunggu Abu Yazid keluar dari dalam hutan yang penuh dengan hewan buas. Lalu Abu Yazid melintas di hadapan mereka sambil membawa seekor burung di pundaknya.

Maka Abu Turab berkata kepada sang pemuda, “Itu dia Abu Yazid, lihatlah.” Saat sang pemuda melihatnya, seketika itu pula ia pingsan. Lalu Abu Turab menggerak- gerakkan badannya, namun ternyata ia telah meninggal. Maka Abu Turab dan Abu Yazid berusaha menguburkannya. Saat sedang prosesi pemakaman,Abu Turab berkata kepada Abu Yazid, “Wahai tuanku, melihatmu membuat ia meninggal. ” Abu Yazid berkata, “Tidak, tetapi temanmu dalam posisi benar. Dalam hatinya bersemayam rahasia yang tidak dapat terungkap oleh dirinya sendiri, lalu ketika ia melihat kita, barulah ia menyingkap rahasia hatinya sehingga ia pun merasa berat menanggungnya karena ia berada di tingkatan murid yang rendah. Karena menanggung beban itulah ia meninggal. Sumber : Ihya’ Ulumuddin Karya Imam Al-Ghazali

TIDAK PERLU APA APA SELAIN ALLAH



Datang seorang yang hendak naik haji tanpa membawa apa-apa bekalan di hadapan saya. Abu Turab bertanya kepadanya, 'Kenapa dalam perjalanan yang jauh menempuh hutan belantara itu kamu tidak membawa alat kelengkapan?' Orang itu menjawab, 'Apabila Allah sentiasa ada disampingku, maka aku tidak perlu apa-apa bekalan'. Saya meminta nasihat kepadanya.
Dia berkata, 'Cinta kepada barang keduniaan menghalang seseorang itu untuk sampai ke makrifatullah. Aku tidak minta apa-apa kepada Allah tetapi redha dengan kehendakNya ke atas diriku. Aku ini hamba dan tidak mempunyai apa² kehendak sendiri'.

TIDAK TAKUT KEPADA SELAIN ALLAH


Abu Turab berkata, 'Pada satu malam saya berjalan di dalam hutan. Tiba² saya berjumpa dengan seorang manusia yang tinggi, ganjil dan liar keadaannya. Saya berasa takut. Dia bertanya kepada saya, 'Siapa kamu, Muslim atau Kafir?' Saya menjawab, 'Saya seorang muslim'. Dia berkata, 'Tetapi orang muslim tidak takut kepada yang lain kecuali Allah'.

KARAMAH ABU TURAB AN NAKSHABI



Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) sering membaca Al Fatihah dipersembahkan untuk Abu Turab,qs.
Dalam dunia kesufian telah disepakati bahwa apa-apa yang dicintai oleh guru, maka murid pun wajib turut mencintainya, dan sebaliknya apa-apa yang dibenci oleh guru, maka murid pun wajib turut membencinya. Oleh karenanya mengetahui biografi dari Syaikh Abu Turab,qs., menjadi wajib hukumnya.

Menurut sebuah kitab, nama lengkapnya adalah Abu Turab ‘Askar bin Al Husayn Al Nakhsyabi Al-Nasafi,qs., beliau adalah seorang Syaikh kepala di Khurasan, bersahabat dengan Syah Syuja Al Kirmani,qs., dan Syaikh Abu Hamzah Al Khurasani,qs. Murid beliau paling cemerlang adalah Syaikh Abu Shaleh Hamdun bin Ahmad bin ‘Umara Al Qashshar,qs. Beliau terkenal dengan kemurahan hatinya, kezuhudan dan kesalehannya.
Beliau telah memperlihatkan banyak karomah dan mengalami penjelajahan menakjubkan yang tidak terbilang di padang pasir dan di tempat lainnya. Beliau salah seorang pengembara yang paling terpandang di kalangan kaum sufi dan biasa menyeberangi padang pasir yang sepenuhnya terlepas dari hal-hal keduniawian. Beliau meninggal di padang pasir Basrah. Setelah bertahun-tahun, jasadnya ditemukan telah mengering dan berdiri tegak dengan wajah menghadap Ka’bah, dengan sebuah ember didepannya dan sebuah tongkat ditangannya, dan binatang-binatang buas tidak berani menyentuhnya atau datang menghampirinya.
Diriwayatkan bahwa beliau berkata : ‘Makanan darwisy ialah apa yang dia dapati, dan pakaiannya ialah apa saja yang menutupi badannya, dan tempat tinggalnya ialah di mana saja dia berada.’ Yakni beliau tidak memilih-milih makanan, baju atau membuat sebuah rumah bagi dirinya.

Seluruh manusia diatas dunia ini dibuat sibuk oleh ke tiga hal ini, makanan, pakaian dan tempat tinggal. Segala daya dan upaya dikerahkan hanya untuk memilikinya, sejak kecil disekolahkan sampai memperoleh gelar kesarjaan hanya untuk memperloleh ketiga hal ini, segala sesuatu dijadikan sarana untuk memperolehnya, bahkan ‘Tuhan’ pun dijadikan sarana pula, karena banyak yang berdoa sebagai berikut : ‘Yaa Tuhan jadikan aku kaya,’ sarananya adalah Tuhan dan tujuannya adalah kaya. 

Oleh sebab itu, yang mulia Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) membimbing murid-muridnya dengan selalu mengawali doa munajatnya dengan kalimat yang indah : ‘Illahi anta maqsudi, waridhoka matlubi, a’tini mahabbataka wa ma’rifataka, yaa Arhamaar Rohimiin,’ Yaa Allah engkaulah yang aku maksud, ridhoilah aku, karuniakan cinta hanya kepada-Mu dan sebenar-benar mengenal-Mu.’

CERITA MENGENAI ABU TURAB AN NAKSHABI



Al-Syibli r.a. diberitahu tentang Abu Turab yang kelaparan di gurun pasir lalu ia melihat gurun pasir itu penuh berisi makanan.
Al-Syibli kemudian berkomentar, "Abu Turab adalah hamba yang ditolong oleh Allah, kalau ia mencapai tempat kebenaran, maka dia akan seperti orang yang berkata, 'Aku menginap di sisi Allah, maka Dia akan memberiku makan dan minum.'"
Cerita ini berasal dari Abu Turab r.a. ketika ada beberapa temannya yang kehausan, lalu ia memukulkan tangannya ke atas tanah dan tiba-tiba mengalirlah air dari tanah tersebut. Kemudian ia berkata, "Aku ingin minum dengan gelas," lalu ia memukulkan tangannya ke tanah tiba-tiba ia memegang gelas dari kaca putih, ia minum dan memberi minum kami semua. Abu Abbas berkata, "Gelas itu kami bawa sampai ke Mekah."

Syaikh Abu Hasan berkata, "Kesimpulannya, kita tidak pantas meminta karamah dari Allah. Barangsiapa dikaruniai karamah, berarti Allah memuliakannya karena hal itu menjadi bukti bahwa dia istiqamah dalam beribadah kepada Allah."

 

ABU TURAB AN NAKHSABI DAN KEREDHAANNYA KEPADA ALLAH



Abu Hasan Alil Hasan bin Khairan al-Faqih berkata, “Pada suatu hari Abu Turab mendatangi seorang tukang cukur, lalu bertanya kepadanya, “Maukah engkau mencukur rambut saya karena Allah?”
Tukang cukur tersebut menjawab, “Duduklah”.
Ketika sedang mencukur, gubernur daerah tersebut melintasi mereka berdua. Lalu gubernur tersebut bertanya kepada para pengawalnya, “Apakah itu Abu Turab?”
“Ya”, Jawab mereka.
Lalu sang gubernur bertanya, “Berapa dinar yang ada pada kalian?”
Salah seorang dari pengawal dekatnya menjawab, “Saya membawa seribu dinar di dalam kantong ini”.
Gubernur tersebut berkata kepadanya, “Jika Abu Turab selesai dicukur, berikanlah wang itu kepadanya dan mintakan maaf kepadanya. Dan katakan kepadanya bahwa kita tidak membawa uang dinar selain uang tersebut”.
Maka pengawal tersebut mendatangi Abu Turab dan menyerahkan wang tersebut kepadanya. Akan tetapi Abu Turab berkata kepadanya, “Berikan wang itu kepada tukang cukur itu”.
Namun tukang cukur itu tidak mau menerimanya dan berkata, “Karena apa saya mendapatkan wang sebanyak itu?!”
Abu Turab berkata kepadanya lagi, “Ambillah wang itu”.
Tukang cukur berkata, “Tidak. Demi Allah, seandainya jumlah wang tersebut dua ribu dinar pun saya tetap tidak mau menerimanya”.
Maka Abu Turab berkata kepada sang pengawal tersebut, “Temuilah gubernur, dan katakan kepadanya bahwa si tukang cukur tidak mau menerimanya. Maka suruhlah dia mengambilnya dan menggunakannya untuk tugas-tugasnya”.
Abu Abdillah al-Jala` berkata, “Pada suatu ketika Abu Turab datang ke Mekkah. Lalu saya bertanya kepadanya, “Wahai Tuan, di manakah Anda makan?”
Abu Turab menjawab, “Saya datang membawa sisa-sisa makanan dari kalian. Saya sudah makan sekali di Bashrah, sekali di Nabaj dan sekali di tempat kalian”.