Selasa, 02 Februari 2016

HAKIKAT MAQAM ZUHUD



Makna Zuhud

Kata zuhud sering disebut-sebut ketika kita mendengar nasehat dan seruan agar mengekang ketamakan terhadap dunia dan mengejar kenikmatannya yang fana dan pasti sirna, dan agar jangan melupakan kehidupan akhirat yang hakiki setelah kematian. Hal ini sebagaimana peringatan Allah tentang kehidupan dunia yang penuh dengan fatamorgana dan berbagai keindahan yang melalaikan dari hakikat kehidupan yang sebenarnya.

Allah berfirman;
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al-Hadid: 20)

Ayat ini menunjukkan bahwa kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang menipu, batil, dan sekadar permainan. Yang dimaksud sekadar permainan adalah sesuatu yang tiada bermanfaat dan melalaikan. Ayat ini juga menunjukkan bahwa dunia adalah perhiasan, dan orang-orang yang terfitnah dengan dunia menjadikannya sebagai perhiasannya dan tempat untuk saling bermegah-megahan dengan kenikmatan yang ada padanya berupa anak-anak, harta-benda, kedudukan dan yang lainnya sehingga lalai dan tidak beramal untuk akhiratnya.

Secara etimologis, zuhud berarti raghaba ‘ansyai’in wa tarakahu, artinya tidak tertarik terhadap sesuatu dan meninggalkannya. Zahada fi al-dunya, berarti mengosongkan diri dari kesenangan dunia untuk ibadah.

 Berbicara tentang arti zuhud secara terminologis menurut Prof. Dr. Amin Syukur, tidak bisa dilepaskan dari dua hal. Pertama, zuhud sebagai bagian yang tak terpisahkan dari tasawuf. Kedua, zuhud sebagai moral (akhlak) Islam dan gerakan protes. Apabila tasawuf diartikan adanya kesadaran dan komunikasi langsung antara manusia dengan Tuhan sebagai perwujudan ihsan, maka zuhud merupakan suatu station (maqam) menuju tercapainya “perjumpaan” atau ma’rifat kepada-Nya. Dalam posisi ini menurut A. Mukti Ali, zuhud berarti menghindar dari berkehendak terhadap hal – hal yang bersifat duniawi atau ma siwa Allah. Berkaitan dengan ini al-Hakim Hasan menjelaskan bahwa zuhud adalah “berpaling dari dunia dan menghadapkan diri untuk beribadah melatih dan mendidik jiwa, dan memerangi kesenangannya dengan semedi (khalwat), berkelana, puasa, mengurangi makan dan memperbanyak dzikir”. Zuhud disini berupaya menjauhkan diri dari kelezatan dunia dan mengingkari kelezatan itu meskipun halal, dengan jalan berpuasa yang kadang – kadang pelaksanaannya melebihi apa yang ditentukan oleh agama. Semuanya itu dimaksudkan demi meraih keuntungan akhirat dan tercapainya tujuan tasawuf, yakni ridla, bertemu dan ma’rifat Allah swt.

Kedua, zuhud sebagai moral (akhlak) Islam, dan gerakan protes yaitu sikap hidup yang seharusnya dilakukan oleh seorang muslim dalam menatap dunia fana ini. Dunia dipandang sebagai sarana ibadah dan untuk meraih keridlaan Allah swt., bukan tujuan tujuan hidup, dan di sadari bahwa mencintai dunia akan membawa sifat – sifat mazmumah (tercela). Keadaan seperti ini telah dicontohkan oleh Nabi dan para sahabatnya .

Banyak sekali penjelasan ulama tentang makna zuhud. Umumnya mengarah kepada makna yang hampir sama. Di sini akan disampaikan sebagian dari pendapat tersebut.

Zuhud menurut bahasa berarti berpaling dari sesuatu karena hinanya sesuatu tersebut dan karena (seseorang) tidak memerlukannya. Dalam bahasa Arab terdapat ungkapan “syaiun zahidun” yang berarti “sesuatu yang rendah dan hina”.

Ibnu Taimiyah mengatakan – sebagaimana dinukil oleh muridnya, Ibnu al-Qayyim – bahwa zuhud adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat demi kehidupan akhirat.

Al-Hasan Al-Bashri menyatakan bahwa zuhud itu bukanlah mengharamkan yang halal atau menyia-nyiakan harta, akan tetapi zuhud di dunia adalah engkau lebih mempercayai apa yang ada di tangan Allah daripada apa yang ada di tanganmu. Keadaanmu antara ketika tertimpa musibah dan tidak adalah sama saja, sebagaimana sama saja di matamu antara orang yang memujimu dengan yang mencelamu dalam kebenaran.

Abu Hazim –seorang yang dikenal begitu zuhud- ditanya, “Apa saja hartamu?” Ia pun berkata, “Aku memiliki dua harta berharga yang membuatku tidak khawatir miskin: [1] rasa yakin pada Allah dan [2] tidak mengharap-harap apa yang ada di sisi manusia.”

Lanjut lagi, ada yang bertanya pada Abu Hazim, “Tidakkah engkau takut miskin?” Ia memberikan jawaban yang begitu mempesona, “Bagaimana aku takut miskin sedangkan Allah sebagai penolongku adalah pemilik segala apa yang ada di langit dan di bumi, bahkan apa yang ada di bawah gundukan tanah?!”

Al Fudhail  bin ‘Iyadh mengatakan, “Hakikat zuhud adalah ridho pada Allah ‘azza wa jalla.” Ia pun berkata, “Sifat qona’ah, itulah zuhud. Itulah jiwa yang “ghoni”, yaitu selalu merasa cukup.”

Tingkatan Zuhud

Zuhud orang-orang beriman memiliki tingkatan. Zuhud terhadap yang haram, zuhud terhadap yang makruh, zuhud terhadap yang syubhat, dan zuhud terhadap segala urusan dunia yang tidak ada manfaatnya untuk kebaikan hidup di akhirat.

Zuhud terhadap yang haram hukumnya wajib. Orang-orang beriman harus zuhud atau meninggalkan segala sesuatu yang diharamkan Allah. Bahkan sifat-sifat orang beriman, bukan hanya meninggalkan yang diharamkan, tetapi meninggalkan segala sesuatu yang tidak berguna. Kualitas keimanan dan keislaman seseorang sangat terkait dengan kemampuannya dalam meninggalkan segala sesuatu yang tidak berguna. Allah swt. berfirman, “Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna.” (Al-Mu’minun: 3). Rasulullah saw. bersabda, ”Diantara tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal-hal yang tidak berguna.” (HR At-Tirmidzi)

Imam Ahmad mengatakan, ”Zuhud ada tiga bentuk. Pertama, meninggalkan sesuatu yang haram, dan ini adalah zuhudnya orang awwam. Kedua, meninggalkan berlebihan terhadap yang halal, ini adalah zuhudnya golong yang khusus. Ketiga, meninggalkan segala sesuatu yang menyibukkannya dari mengingat Allah, dan ini adalah zuhudnya orang-orang arif.”

Nabi Muhammad saw. adalah nabi yang paling zuhud, tetapi juga punya beristri lebih dari satu. Sembilan dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga tanpa hisab, kecuali Ali bin Abi Thalib, semuanya kaya raya, tetapi pada saat yang sama mereka adalah orang yang paling zuhud. Mereka adalah Abu Bakar As-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Abu Ubaidah bin Jarrah, Abdurahman bin Auf, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubaidillah, Saad bin Abi Waqqas, dan Said bin Abdullah. Sedangkan Ali bin Abi Thalib adalah sahabat yang paling zuhud. Meskipun demikian ketika meninggal dunia, beliau meninggalkan 21 wanita: 4 orang istri merdeka dan 17 budak wanita.

Setiap orang beriman harus senantiasa meningkatkan kualitas zuhudnya. Itulah yang akan memberinya kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat serta meraih ridha Allah swt. Orang-orang yang berkerja keras mencari nafkah dengan cara yang halal. Ketika berhasil meraih banyak harta kemudian menunaikan kewajiban atas harta tersebut, seperti zakat, infak, dan lainnya. Dengan berlaku seperti itu, dia termasuk orang zuhud. Orang-orang yang beriman yang memiliki istri lebih dari satu untuk membersihkan dirinya (iffah) adalah termasuk orang yang zuhud.

Jika kita lihat pengertian zuhud yang lebih bagus dan mencakup setiap pengertian zuhud yang disampaikan oleh para ulama, maka pengertian yang sangat bagus adalah yang disampaikan oleh Abu Sulaiman Ad Daroni. Beliau mengatakan, “Para ulama berselisih paham tentang makna zuhud di Irak. Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa zuhud adalah enggan bergaul dengan manusia. Ada pula yang mengatakan, “Zuhud adalah meninggalkan berbagai macam syahwat.” Ada pula yang memberikan pengertian, “Zuhud adalah meninggalkan rasa kenyang” Namun definisi-definisi ini saling mendekati. Aku sendiri berpendapat,

“Zuhud adalah meninggalkan berbagai hal yang dapat melalaikan dari mengingat Allah.”

Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Definisi zuhud dari Abu Sulaiman ini amatlah bagus. Definisi telah mencakup seluruh definisi, pembagian dan macam-macam zuhud.”

Jika bisnis yang dijalani malah lebih menyibukkan pada dunia sehingga lalai dari kewajiban shalat, maka sikap zuhud adalah meninggalkannya. Begitu pula jika permainan yang menghibur diri begitu berlebihan dan malah melalaikan dari Allah, maka sikap zuhud adalah meninggalkannya. Demikian pengertian zuhud yang amat luas cakupan maknanya.
 
BERZUHUD MEMBAWA KECINTAAN ?

  Seorang laki-laki datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu berkata: “Wahai Rasulullah, tunjukkan kepadaku suatu amalan. Jika aku mengamalkannya, niscaya Allah mencintaiku dan manusia juga mencintaiku!” Rasulullah bersabda: “Zuhudlah di dunia, niscaya Allah mencintaimu. Dan zuhudlah terhadap apa yang ada pada tangan-tangan manusia, niscaya mereka akan mencintaimu!(HR Ibnu Majah)

Ketahuilah, demi Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut di antaramu kepada Allah, dan orang yang paling takwa di antaramu kepadaNya. Tetapi aku berpuasa dan berbuka; aku shalat (malam) dan tidur; dan aku menikahi wanita-wanita. Barangsiapa membenci sunnahku (ajaranku), dia bukan dariku”.(HR Bukhari-Muslim)

Zuhud menjadi bagian penting para sufi dalam bertasawuf. Zuhud berarti mengosongkan hati dari sesuatu yang bersifat duniawi atau meninggalkan hidup kematerian. Zuhud menjadi salah satu jalan dalam bertasawuf. Hal ini terbukti di kalangan sufi yang meyakini bahwa tasawuf lahir dan muncul karena pribadi, perilaku, peristiwa, ibadah, dan kehidupan Rasulullah. Adapun dalam bertasawuf, Rasulullah juga berzuhud. Beliau tidak terpesona oleh kemewahan dunia, menyedikitkan urusan dunia, dan menjalani segala kecukupan yang ada.
Dari sini, dapat disimpulkan. Bahwasanya, zuhud menjadi salah satu syarat utama dan merupakan hal yang sangatlah penting bagi seorang calon sufi dalam bertasawuf dan mencapai tujuan utamanya. Seseorang belum bisa dikatakan bertasawuf apabila dia meninggalkan kezuhudan.

1.Berkata Ibnul Qayyim, “Zuhud terhadap sesuatu di dalam bahasa Arab yang merupakan bahasa Islam- mengandung arti berpaling darinya dengan meremehkan dan merendahkan keadaannya karena sudah merasa cukup dengan sesuatu yang lebih baik darinya.”
Beliau juga berkata, “Saya mendengar Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, ‘Zuhud adalah meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat di akhirat, adapun wara’ adalah meninggalkan apa-apa yang ditakuti akan bahayanya di akhirat’.”
Kemudian beliau mengomentarinya, “Ini adalah definisi yang paling baik terhadap makna zuhud dan wara’ dan yang paling mencakupnya.”
2.Berkata Sufyan Ats-Tsauriy, “Zuhud terhadap dunia adalah pendek angan-angan, dan bukanlah yang dimaksud zuhud itu dengan memakan makanan yang keras dan memakai karung.”
3.Berkata Az-Zuhriy, “Zuhud adalah hendaklah seseorang tidaklah lemah dan mengurangi syukurnya terhadap rizki yang halal yang telah Allah berikan kepadanya dan janganlah dia mengurangi kesabarannya dalam meninggalkan yang haram.”
4.Berkata Al-Hasan dan lainnya, “Tidaklah zuhud terhadap dunia itu dengan mengharamkan yang halal dan tidak pula dengan menyia-nyiakan dan membuang harta, akan tetapi hendaklah engkau lebih tsiqah (mempercayai) terhadap apa-apa yang ada di sisi Allah daripada apa-apa yang ada di sisimu, dan hendaklah engkau apabila ditimpa musibah- lebih mencintai pahala dari musibah tersebut daripada engkau tidak tertimpa musibah.”
5.Ketika ada seseorang bertanya kepada Al-Imam Ahmad, “Apakah orang kaya bisa menjadi orang yang zuhud?” Beliau menjawab, “Ya, dengan syarat ketika banyak hartanya tidak menjadikannya bangga dan ketika luput darinya dunia dia tidak bersedih hati.”
Beliau membagi zuhud menjadi tiga tingkatan:
1. Meninggalkan yang haram, yang merupakan zuhudnya orang-orang ‘awwam, dan ini adalah fardhu ‘ain.
2. Meninggalkan kelebihan-kelebihan dari yang halal, dan ini zuhudnya orang-orang yang khusus.
3. Meninggalkan apa-apa yang dapat menyibukkannya dari (mengingat) Allah, dan ini adalah zuhudnya orang-orang yang mendalam pengetahuannya tentang Allah.

Tujuan Zuhud ?
Dalam tasawuf,Pertama, zuhud adalah hal yang sangat penting. Zuhud dapat berperan sebagai media untuk mempersiapkan diri sebelum memasuki kehidupan keruhanian
Kedua, zuhud berperan sebagai ukuran akhlak seorang sufi yang tidak dalam kondisi kurang maupun lebih
Bagi para sufi, hakikat zuhud adalah ketenangan hati tentang apa yang telah dijanjikan Allah kepadanya zuhud adalah salah satu tingkatan tersebut. Alasannya adalah karena sebelum menjadi orang yang zahid, seseorang tidak mungkin menjadi seorang sufi. Nabi bersabda, “Zuhud dari dunia merupakan induk dari setiap kebaikan dan taat


Rasulullah saw Paling Zuhud ?

Aisyah r.a. berkata, “Selama empat puluh malam di rumah Rasulullah Saw, lampu ataupun api tidak pernah dinyalakan.”

Dikatakan, selama tiga hari sejak tiba di Madinah, Rasulullah Saw. belum pernah kenyang dengan roti gandum.

Aisyah r.a, kata Abu Dzar, pernah mengeluarkan pakaian yang bertambal-tambal dan sarung kasar, lalu dia berkata, ”Rasulullah Saw. bertahan dengan dua macam pakaian ini.”

Rasulullah Saw. bersabda, “Barangsiapa membangun (rumah) di atas atau lebih dari kebutuhannya, maka akan dibebankan kepadanya pada hari Kiamat.”
Beliau juga bersabda:

“Setiap bangunan (rumah) adalah beban bagi pemiliknya pada hari Kiamat, kecuali yang (sekadar) melindunginya dari panas dan dingin.”
Rasulullah Saw juga bersabda, “Malulah kepada Allah dengan sebenar-benarnya!”
Dikatakan kepada beliau, “Kami memang malu.”

Rasulullah Saw. menimpali, ‘‘Kalian membangun apa yang tidak kalian tempati dan kalian memakan apa yang tidak kalian makan.”

Selanjutnya Rasulullah Saw. bersabda, “Barangsiapa yang hidup zuhud di dunia, Allah memasukkan hikmah ke dalam kalbunya, menjadikan lisannya berbicara dengan (penuh) hikmah, memberitahunya tentang penyakit dunia dan obatnya, serta mengeluarkannya dari dunia dengan selamat (sejahtera) menuju ke negeri yang penuh kedamaian (Darus salam).”

Sabda beliau pula, “Seorang hamba itu tidak akan mencapai kesempurnaan hakikat iman, sehingga ia lebih mencintai untuk tidak dikenal daripada dikenal, dan sesuatu yang sedikit itu lebih ia cintai daripada sesuatu yang banyak.”
Dan sabda Rasulullah saw. berikutnya, “Jika Allah hendak mengaruniakan kebaikan kepada seseorang, Dia jadikan ia zuhud di dunia, menjadikan senang di akhirat, dan diperlihatkan cacat dirinya.”



Panduan

Sabda beliau, “Hidup zuhudlah di dunia, niscaya kalian dicintai Allah swt, dan berzuhudlah terhadap apa yang jadi milik manusia, niscaya manusia mencintai diri kalian!”

Sabdanya pula, “Barangsiapa berkeinginan untuk diberi ilmu oleh Allah tanpa belajar, dan petunjuk tanpa hidayat, maka hendaklah ia hidup zuhud di dunia.”




Kenali Zuhud

1. Zuhud seluruhnya terdapat di antara dua kalimat dari ayat Alqur’an. Allah SWT berfirman: supaya kamu tidak berduka atas apa yang luput darimu, dan tidak terlalu gembira atas apa yang diberikan Nya kepadamu (QS 57:23) .

Maka, barangsiapa yang tidak berduka atas apa yang telah lewat, dan tidak terlalu bergembira dengan yang didapat, dia telah mengambil zuhud dalam kedua sisinya (secara sempurna).

2. Zuhud di dunia adalah pendek angan-angan, bersyukur ketika mendapatkan nikmat, dan menjauhi segala hal yang haram.

3. Zuhud adalah perbuatan yang dapat mendekatkan diri kepada Allah.

4. Tidak akan binasa orang yang hemat, dan tidak akan menjadi miskin orang yang zuhud.

5. Seutama-utama zuhud adalah menyembunyikan zuhud.

6. Zuhud adalah kekayaan.

7. Orang yang zuhud terhadap dinar dan dirham adalah lebih mulia daripada dinar dan dirham.

8. Zuhudlah di dunia, niscaya Allah akan memperlihatkan kepadamu aib-aib dunia itu, dan janganlah engkau lalai, maka sesungguhnya engkau bukanlah orang yang tidak mengerti akan dirimu sendiri.

9. Beruntunglah orang-orang yang zuhud di dunia; yang merindukan kehidupan akhirat. Mereka adalah orang-orang yang telah menjadikan bumi sebagai hamparan, tanahnya sebagai tilamnya, airnya untuk bersuci, Alqur’an sebagai syiarnya, dan do’a sebagai bantalnya. Kemudian mereka meninggalkan dunia sama sekali sebagaimana yang ditempuh al-Masih (`Isa a.s.).

10. Kekayaan yang paling mulia adalah meninggalkan banyak keinginan.

11. Sesungguhnya orang-orang yang zuhud di dunia, hati mereka menangis walaupun mereka tertawa, kesedihan mereka bertambah wa laupun mereka berbahagia, dan mereka membenci diri mereka wa laupun mereka senang dengan rezeki yang dikaruniakan kepada mereka.

12. Tidak ada kezuhudan (yang lebih utama) seperti kezuhudan terhadap segala hal yang haram.

13. Imam `Ali a.s. berkata dalam menyifati orang-orang yang zuhud, “Mereka adalah orang-orang yang tinggal di dunia, tetapi mereka bukan termasuk penghuninya; mereka hidup di dunia, tetapi mereka seperti yang bukan berasal dari dunia.”

14. Jika engkau tidak membutuhkan sesuatu, maka tinggalkanlah ia dan ambillah yang engkau butuhkan saja.

KAMUS ILMU TASAWWUF (’F’)



AL FATIHAH
1.Salah satu surat dalam Al Qur’an bernama Al-Faatehah. Surat ini diturunkan di Mekah dan merupakan surat yang pertama-tama diturunkan lengkap 7 ayat. Disebut Al Fatihah karena dengan surat ini dibuka dan dimulai Al Qur’an yang merupakan bacaan sangat mulia, pada kitab yang terpelihara di Lauh MahfudzNya, dan tidak akan dapat menyentuh kecuali hamba-hamba yang disucikan olehNya.
2. Al Fatihah yang Ummul Kitab, menghimpun seluruh isi dan kandungan Al Qur’an. Karena itu apabila mengeta-hui intinya, merupakan ruuhul-ruuh, merupakan wadah “mata hati” ketika menyaksikan Ada dan Wujud DiriNya Dzat Al Ghaib Yang Wajib WujudNya.



FADHAL
1. Fadhl; 2. Kemurahan, anugerah dan karunia; 3.Karunia dan anugerah Allah dari rahmat-Nya yang tidak terhingga.


FAIDHZ
Limpahan Ketuhanan.



FANA
Hilangnya sifat-sifat nafsu
1. Rusak (hilang, mati); tidak kekal; 2. Matinya nafsu, kemahuan diri, kesadaran diri, yang melahir-kan kebangkitan spiritual menuju kehidupan abadi; 3. Kedekatan kepada Cahaya Maha Cahaya yang didalamnya api cinta abadi menyala, sebelum ia berubah membakar diri, sebelum ia menyemangat-kan sang Pencipta dalam pelukan kesatuan; 4. Akhir dari perjalanan menuju Allah. 5.Peleburan diri dalam Allah



FANA DZAT
1.Membuktikan mati selamat; 2. Hamba yang ditarik membuktikan Dawuh Guru, yakni rasanya yang dirasakan Hanya Ada dan wujud-Nya Tuhan, karena memperoleh beberan, sawab, berkah dan pengestunya Washithah



FANA FILLAH
 1.Meniadakan aku karena hanya merasakan Adanya Sang Maha Tahu. 2.  Murid yang berada dalam derajat manggon (selalu bertempat tinggal dalam Dawuh Guru). 3. Hamba yang sadar seyakin-yakinnya bahwa yang Tuhan, Yang Kuat – Tuhan, Yang pemilik segala yang biasa diaku – Tuhan, sadar seyakinnya bahwa yang obah osik – Tuhan. Demikian pula dengan yang Ada dan Yang Wujud. Dalam rasa hatinya yang nampak hanya Tuhan.



FANA HAKIKI
Fana dalam addin, iaitu hilang kehendak diri di dalam kehendak agama. Tidak ada yang dikehendaki melainkan apa yang agama berkehendakkan dia melakukannya. Kehendak peribadinya tunduk kepada kehendak Allah s.w.t. Setelah seseorang hamba itu fana daripada dirinya, kehendak dirinya, perasaannya dan juga daripada makhluk sekaliannya, maka Allah s.w.t bawakan si hamba itu kepada suasana yang bersesuaian kehendaknya dengan kehendak Allah s.w.t dan agama-Nya.



FANA QALB
DALAM Wilayah Sughra, seseorang Murid Salik akan mengalami Istighraq yakni merasa bahwa dirinya seakan akan tenggelam dan Sukr yakni merasa mabuk cintanya terhadap Zat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dalam Wilayah ini, hati akan terputus hubungan secara keseluruhan dengan segala sesuatu yang selain Allah Subhanahu Wa Ta’ala sama ada pada pengetahuan mahupun kecintaan terhadap sesuatu dan hatinya akan lupa secara keseluruhan terhadap sesuatu yang selain Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kaifiat keadaan ini dinamakan Fana Qalb.

Penyair Sufi bersyair, Key Bud Khud Za Khud Juda Mandah Man Wa Tu Raftah Wa Khuda Mandah "Seseorang yang sudah meninggalkan dirinya ke manakah haluannya?
aku dan dirimu sudah pergi dan yang tinggal hanyalah Allah.
Fana Qalb akan menghasilkan Tajjalliyat Af’aliyah Ilahiyah dalam diri Salik yakni dalam kesadaran dan khalayannya dia akan melihat bahwa segala Af’al tindakan dan perlakuan segala sesuatu yang selain Allah adalah kesan daripada Af’al tindakan dan perlakuan Haq Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan keadaan ini akan Ghalabah menguasai dirinya.

Kemudian, segala zat dan sifat Wujud Mumkinat akan dianggapkan olehnya sebagai penzahiran Zat dan Sifat Haq Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Maka, pada waktu itu Salik sedang berdiri di pintu Tauhid Wujudi ataupun masyhur dengan sebutan Wahdatul Wujud yakni menganggap bahwa segala tindakan yang wujud pada Mumkinat itu adalah merupakan ombak dari tindakan Allah Subhanahu Wa Ta’ala Zat yang Wajibul Wujud.

Shah ‘Abdullah Ghulam ‘Ali Dehlawi Rahmatullah ‘alaih menyatakan bahwa Fana terbagi empat keadaan seperti berikut:

1. Fana Khalaq - Segala pengharapan Murid dan rasa ketakutannya terhadap selain Allah akan menjadi lenyap.
2. Fana Hawa - Hati Murid hanya berkendakkan Zat Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan merasa tidak berkehendak kepada segala sesuatu yang selain Allah.
3. Fana Iradah - Segala keinginan dalam hati Murid menjadi tiada, seumpama orang yang mati.
4. Fana Fi’il - Murid mengalami Fana dalam perbuatan dan perlakuan, maka segala penglihatannya, pendengarannya, percakapannya, makan dan minumnya, berjalannya dan berfikirnya dia akan merasakan bahwa segalanya itu adalah merupakan perbuatan dan perlakuan Allah Subhanahu Wa Ta’ala semata-mata.

Dalam sebuah Hadits Qudsi ada dinyatakan bahwa apabila seseorang hamba berusaha mendekatkan dirinya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala menerusi amalan Nawafil sehingga Allah Subhanahu Wa Ta’ala menjadikannya sebagai kekasihNya, maka Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan menjadi pendengarannya yang dia dapat mendengar denganNya dan Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan menjadi penglihatannya yang dia dapat melihat denganNya dan Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan menjadi tangannya yang dia dapat memegang denganNya dan Allah
Subhanahu Wa Ta’ala akan menjadi kakinya yang dia dapat berjalan denganNya.



FANA FI SYEIKH
APABILA Zikir Rabitah ghalib ke atas seorang Murid yakni dirinya sudah tenggelam dengan Zikir Rabitah, maka dia akan melihat wajah Syeikhnya pada segala sesuatu dan keadaan ini dinamakan sebagai Fana Fi Syeikh.
Di dalam kitabHidayatut Talibin bahwa keadaan warid seperti ini juga
berlaku ke atas diri ketika mula-mula melakukan Zikir Rabitah sehinggakan beliau mendapati bahwa dari ‘Arash sehingga ke tanah dipenuhi dengan wajah
Syeikhnya dan beliau melihat bahwa setiap pergerakan maupun diamnya adalah pergerakan dan diam Syeikhnya. Ketahuilah bahwa jalan Rabitah merupakan jalan yang paling dekat dari sekelian jalan. Banyak masalah ajaib dan sulait akan terzahir menerusi jalan ini.

Syaikh Muhammad Ma’sum Rahmatullah ‘alaih telah berkata bahwa,
“Zikir semata-mata tanpa Rabitah dan tanpa Fana Fi Syeikh tidak akan dapat menyampaikan kepada maksud dan Rabitah semata-mata dengan mengamati Adab Suhbah adalah mencukupi.”
Seseorang yang telah tenggelam dalam Fana Fi Syeikh akan sentiasa merasakan bahwa Syeikhnya sentiasa ada dalam dirinya, dalam setiap pergerakan dan perkataannya. Yang diingatnya hanyalah Syeikhnya dan ini hanya akan terhasil dengan sempurna apabila ianya disertai dengan Mahabbah iaitu Cinta dan Kasih Sayang yang terhasil dari Rahmat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Fana Fi Syeikh berarti meletakkan segala urusan perjalanan Keruhaniannya pada tangan Syeikhnya dan bersedia menurut segala anjuran, teguran, nasihat dan tunjuk ajar dari Syeikhnya. Fana Fi Syeikh akan membawa seseorang Murid itu ke arah ketaatan
terhadap Syeikh yang dianggap sebagai pemimpin dan pembimbing Ruhani bagi Murid.
Menurut Syeikh Ahmad Faruqi Sirhindi Rahmatullah ‘alaih, apabila kelima-lima
Lataif Alam Amar telah disucikan dengan sempurna, Lataif Alam Khalaq juga dengan sendirinya akan disucikan, kemudian dia akan memahami hakikat Daerah Imkan. Untuk mencapai maqam ini, seseorang itu perlulah mancapai Fana Fi Syeikh. Ini akan mengangkat hijabnya terhadap kefahaman tentang Daerah Imkan. Seseorang Murid yang Salik menuju Allah Subhanahu Wa Ta’ala perlu
kembali kepada Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam karena Ruh kita terbit dari Ruh Baginda Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam. Untuk
kembali kepada Ruh Baginda Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam, seseorang Murid itu perlu mengenali Ruh Baginda Nabi Muhammad
Sallallahu ‘Alaihi Wasallam menerusi pimpinan dan bimbingan seorang Syeikh yang akan memberikannya beberapa petunjuk untuk menuju Allah Subhanahu
Wa Ta’ala dan Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam. Syeikh adalah Ulul Amri yang memelihara urusan Keruhanian Murid. Mentaati Syeikh bererti mentaati Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam dan ketaatan kepada Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam bererti kita mentaati Allah
Subhanahu Wa Ta’ala. Seseorang Murid yang Fana Fi syeikhnya sempurna, maka Syeikhnya hendaklah membimbingnya kepada Syari’at, Tariqat, Ma’rifat dan
Haqiqat Muhammadiyah sehingga Murid yang Salik itu tenggelam dalam lautan Fana Fi Rasul. Para Masyaikh menyatakan bahwa Fana Fi Syeikh adalah Muqaddimah bagi Fana Fi Rasul dan Fana Fillah. Setelah mencapai Fana Fi Syeikh, Murid perlu menuju Fana Fi Masyaikh terlebih dahulu dan seterusnya Fana Fi Rasul.



FANA FI MASYAIKH
FANA Fi Masyaikh bererti seseorang Murid yang sudah mulai patuh pada Syeikhnya, maka hendaklah dia turut mematuhi sekelian Para Masyaikh dalam Silsilah karana segala limpahan Ruhaniah dan Faidhz adalah datang menerusi pertalian Batin mereka yang kukuh sehinggalah kepada Baginda Nabi
Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Para Masyaikh adalah orang-orang yang menuruti kehidupan Zahir dan Batin Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Mengasihi mereka bererti mengasihi Baginda Nabi
Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam karena Para Masyaikh adalah Para ‘Alim ‘Ulama dan mereka adalah Pewaris Nabi sehingga ke hari Qiyamat.
Para Masyaikh adalah orang-orang yang terdahulu menjalani kehidupan Tariqat Tasawwuf dan jasad mereka telah Fana manakala Ruh mereka kekal Baqa di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Mereka adalah orang yang hidup dan matinya berada atas jalan Allah, berjuang untuk menegakkan Kalimah Allah yang Agung. Fana Fi Masyaikh adalah pintupintu jalan untuk menuju Fana Fi Rasul. Wallahu A’lam, Wa
‘Ilmuhu Atam.



FANA FI RASUL
FANA Fi Rasul bererti seseorang Murid yang tenggelam dalam Haqiqat Muhammadiyah setelah dia menyAdari bahwa Syeikhnya dan Para Masyaikhnya adalah bayangan kepada Ruh Baginda Nabi Muhammad Rasulullah
Sallallahu ‘Alaihi Wasallam yang mana sekelian Ruh Mukmin bersumber darinya. Seseorang Murid akan mengalami rasa Cinta dan Kasih Sayang yang hebat terhadap Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu‘Alaihi Wasallam sehingga dia berusaha membawa kehidupannya selaras dengan kehendak kalimah:
MUHAMMADUR RASULULLAH.
Syeikh hendaklah membimbing Muridnya kepada Amalan Sunnah Nabawiyah yang Zahir mahupun yang Batin. Tiada satupun amalan yang kecil di dalam Sunnah
Nabawiyah bahkan kesemuanya adalah amat besar di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Seseorang Mukmin tidak akan mencapai derajat Iman yang sempurna sehinggalah segala Hawa dan Nafsunya tunduk sepenuhnya kepada Agama dan
Sunnah Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam. Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam juga adalah Insan dan manusia biasa seperti kita yang memiliki Hawa dan Nafsu, namun Ruhnya telah disucikan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan Hawa Nafsunya juga telah ditarbiyah dan disucikan untuk menuruti kemauan Ruh. Ruh Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah terbit dari Ruh Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan hubungan di antara keduanya amat rapat sehingga segala kecintaan dalam hati Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam hanyalah tertumpu kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Ruh orang-orang yang beriman dengan Allah adalah terbit dari Ruh Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam dan mereka hendaklah kembali kepada fitrah mereka yang asal iaitu fitrah Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam yang menjadi sumber petunjuk bagi orang-orang beriman untuk menuju kepada Allah. Orang-orang yang beriman kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala hendaklah mencintai Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam lebih daripada apa yang mereka cintai untuk diri mereka, ibu bapa mereka dan kaum keluarga mereka sendiri.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman dalam Surah Ali Imran ayat 31 yang bermaksud,“Katakanlah: Jika kamu benar-benar mencintai Allah, maka turutilah aku (Muhammad Rasulullah Sallallahu‘Alaihi Wasallam), nescaya Allah akan mencintai kamu dan Dia akan mengampuni dosa-dosa kamu, dan Allah adalah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.”
Untuk mencapai Fana Fi Rasul, Salik perlu menanamkan dalam dirinya tentang kemuliaan, kehebatan dan keagungan Sunnah Nabi Muhammad Rasulullah
Sallallahu ‘Alaihi Wasallam serta sentiasa beramal dengannya. Kemuliaan Para Sahabat Radhiyallahu ‘Anhum adalah terhasil menerusi ketaatan mereka terhadap
Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam dan kecintaan mereka untuk menuruti segala Sunnah Baginda Nabi Muhammad Rasulullah
Sallallahu ‘Alaihi Wasallam. Maka itulah, Para Masyaikh menyuruh sekalian para pengikut mereka agar sentiasa berpegang teguh dengan amalan Sunnah Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam pada setiap masa dan keadaan. Semoga Allah memberikan kita Taufiq. Amin.



FAQIR
1. Miskin, tidak mempunyai apa-apa;  2. Orang yang hatinya menyadari hanya sebagai hamba yang tidak bisa apa-apa, kalau tidak dengan Tuhan. Kesadarannya selalu berupaya agar dirinya tetap bersandar/ deple-deple kepada Yang Maha Bisa, berusaha tidak mengakui apa saja yang ada dalam dirinya; 3.  Orang yang hatinya menyadari dirinya tidak bisa mendekat kepada Tuhan kalau tidak mendapat rahmat dan fadhal-Nya; 4. Orang yang hatinya menyadari bahwa yang direalisasikan hanya dengan sak derma nglakoni saja; 5. Orang yang hatinya me-nyadari bahwa dirinya seorang hamba yang sangat butuh/memerlukan pertolongan dan belas kasih Tuhan; dirinya hanyalah seorang murid, 6. Orang yang hatinya menyadari bahwa dirinya bagaikan musafir ditengah lautan, makin banyak minum air laut makin haus, makin banyak ilmu yang telah diterima makin merasa bodoh dirinya; 7.Orang yang hatinya menyadari bagai seba-tang padi, makin bertambah ilmunya, makin banyak nelangsanya maring Allah, makin negla (tampak dengan jelas) segala kekurangan dan kebodohannya.




FARDHU AIN
1. Kewajiban yang tidak bisa di-hindari bagi orang yang mengaku beragama Islam.



FASIQ
1. (Syath) Orang-orang  yang melanggar perjan-jian dengan Allah, (tentang kesaksiannya terhadap Diri-Nya di dunia ini Al Ghaib, supaya dapat me- nyaksikan kembali) sesudah perjanjian teguh; 2. (Syath) Orang yang memutuskan apa yang diperin-tahkan Allah untuk menghubungkannya; yang menghubungkan manusia dengan Tuhannya (rasul-Nya dan penerusnya yang hak dan sah).



FATHIL GHUYUB :
 Tugas kerasulan Nabi Muhammad SAW untuk  membuka beberapa hal yang nyamar (ginaib). Hal tersebut adalah :
a.  Ginaib hatinurani :
agar dapat terbuka dengan ilmu yang seyakinnya mengenal dan mengetahui Ada dan Wujud DiriNya Dzat Yang Al Ghaib, Wajib WujudNya, Allah asmaNya, hingga dengan mudah dapat diingat-ingat dan dihayati.
b.  Membuka ginaib ruh : supaya hamba ini menya- dari bahwa ruh yang menjadikan hamba ini ber-daya, bertenaga adalah ruh Illahi; adalah hakNya Allah dan milikNya.
c.  Membuka ginaibnya siir; sehingga rasa yang oleh manusia biasanya habis untuk merasakan apa saja yang berkaitan dengan pancaindranya dan jiwa-raganya, keinginan nafsu dan syahwatnya serta watak akunya dapat dilatih dan dididik untuk merasakan betapa nikmatnya dan betapa indahnya mengingat-ingat dan menghayati (mendzikiri) DiriNya Dzat Al Ghaib Yang Allah AsmaNya.



FARUQI
Nisbat keturunan kepada Sayyidina Umar Khattab Faruq (R.‘anhu)


FASAD
Kerosakan, kejahatan


FATH
Pembukaan


FAUQANIYAH
Yang kedudukannya bersifat teratas.


FAQIR
Orang miskin yang menyerah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.


FEQAH
Kefahaman Agama yang berkaitan Syari‘at.


FIKR
Kekuatan fikiran atau perenungan


FU’AD
Tempat makrifat dan rahsia-rahsia atau alat penglihatan batin
Fu’ad, sebagai hati terdalam, diduga  sebagai tempat bersemayamnya ruh suci dari Allah. Itu sebabnya “suara hati” itu diduga  berasal dari Fu’ad. Maka jikalau Baitullahnya bumi itu berada di kota Makkah, maka Manusia yang beriman itu Baitullahnya berada di “kota” Fu’ad.
Namun demikian, jika manusia itu tidak beriman, maka tidak akan tahu dimana ruh suci dari Allah itu disemayamkan. Ataukah mungkin jika manusia itu tidak beriman maka akan mirip dengan keadaan zaman jahiliah dahulu ,  dimana  di sekitar Ka’bah (Baitullah) bersusun-susun berhala-berhala yang dilarang

Jika diperhatikan maklumat yang ada pada Al-Quran yang suci, maka Fu’ad dapat didefinisikan sebagai berikut, perhatikanlah :

1) Hati yang tidak mendustakan Q.S. 53:11
2) Hati yang dibakar di neraka Huthomah Q.S. 104 : 5-7
3) Hati yang semakin kuat ketika dibacakan Al-Quran Q.S. 25 : 32
4) Hati yang boleh menjadi Kosong (frustasi) Q.S. 28 : 10
5) Hati yang dimintai pertanggungjawaban Q.S. 17 : 36
6) Hati yang semakin teguh dengan kisah-kasah dari Rasul Q.S. 11:120
7) Hati yang dipalingkan oleh Allah sehingga sesat Q.S. 6 : 110
8) Hati yang tidak beriman Q.S. 6:113
9) Hati yang bekerja bersama Pendengaran dan Penglihatan Q.S. 46 : 26
10) Hati yang membuat kita menjadi berilmu dan harus kita syukuri Q.S. 16 : 78
11) Hati yang mencintai/cenderung kepada sebagian manusia Q.S. 14:37
12) Hati yang boleh kosong (melamun/mata tak berkedip) Q.S. 14:43
13) Hati yang diaktifkan setelah hadirnya Ruh (pendengaran, penglihatan, dan Fuad) Q.S.32 : 9

Dengan demikian, Fu’ad adalah jenis hati yang pertama kali aktif dan juga yang terakhir kali bertanggungjawab giat kerjanya selama di bumi kepada Allah SWT. Fu’ad adalah watak, memberikan dorongan (misal : cinta) kepada tempat yang kosong. Jika Fu’adnya bercahaya maka insya Allah akan membuat jasad kita  bersih dari penyakit fizikal, dan qalbu kita lebih mudah bersih dari penyakit hati. Dengan demikian dapat disimpulkan secara sederhana bahawa watak laku Fu’ad Sangat tertutup dan Rahsia, ia sangat menentukan menjadi Watak Asli.



FAR’’            
Sesuatu (cabang) yang semakin bertambah dari Ashl



FASHL
Tidak boleh mencapai sesuatu yang diharapkan dari seseorang yang dicintai



FARD
Dalam hirarki sufi, dia adalah seseorang yang disebut fard – yang sendiri iaitu orang yang mengetahui bahawa dia mengalami peningkatan pengetahuan terus menerus dalam setiap tarikan nafas.



FARQ           
Perbezaan antara sang hamba dan Tuhannya (Rabb) pada proses turun dalam perjalanan menuju Allah.Proses ini terjadi sesudah sang hamba fana dalam Allah dan ketika dia kembali kepada makhluk.



FASL DAN WASL 
saat perpisahan dan bersatu



FARQU
Keterpisahan/kesaksian untuk Allah yang berubah-ubah



FAYD
Limpahan Ketuhanan



FAYD I AQDAS
Manifestasi zat pada dirinya sendiri. Di sini a’yan ada juga tetapi tenggelam dalam zat i bathin dan zat sahaja yang nyata



FAYD I MUQADDAS
Manifestasi a’yan Dalam Zahir, hasil dari keadaan asma i illahi atau asma i kiyani



FAYD I RAHMANI
Hembusan nafas kepada atau daripada asma i illahi yang menzahirkan asma i kayani



FAYD DAN TAJALLIi
Pengaliran cairan danManifestasi



FAWAD
Peringkat kedua malakut



FAWAID       
Hadiah al haq yang diberikan kepada orang-orang yang bermuamalah dengan Nya di waktu abdian



FAQR DAN GHINA          
Kemiskinan dan kekayaan



FIRAR DAN I’TISAM        
lari dan Mengambil kedudukan



FITRAH
Bakat-bakat, keupayaan dan daya nilai semulajadi yang Tuhan bekalkan bersama-sama dengan penciptaan makhluk-Nya. Fitrah setiap kejadian akan mengheret kejadian tersebut untuk mempamerkan sesuatu yang dengannya kejadian itu dikenali.



FITRAH TUHAN
Bakat-bakat, keupayaan dan daya nilai yang Tuhan kurniakan kepada manusia sejak manusia yang pertama diciptakan. Fitrah insan mengwujudkan makhluk bangsa manusia dengan identiti kemanusiaan yang nyata dan berbeza dengan makhluk yang lain. Fitrah insan juga menggerakkan manusia membina kehidupan di dalam dunia ini dengan berlandaskan nilai moral yang murni.



FITRAH MANUSIA
Sama seperti fitrah insan.



FITRAH MUSLIM
Apabila fitrah insan disinari oleh cahaya iman ia meningkat kepada darjat fitrah Muslim. Nilai murni yang ada pada fitrah insan adalah berlandaskan kemanusiaan semata-mata. Apabila nilai murni tersebut dilandaskan kepada kepercayaan kepada Allah s.w.t dan kepatuhan kepada peraturannya baharulah fitrah insan itu menjadi Muslim.



FULAN BILA FULAN SHAHIBU ISYARAH     -
 Si fulan ucapannya mengandung hal-hal yanmg lembut, isyarat dan ilmu makrifat



FUTUWWA            
Belia dan Chivalry