Jumat, 10 Oktober 2014

KITAB QAMI’ ATH-THUGHYAN SIRI 20 : SABAR DALAM TAAT, ZUHUD, CEMBURU, TIDAK OMONGAN DAN DERMAWAN



KARYA SYAIKH NAWAWI AL BANTANI

Cabang iman Yang Ke-70 s/d 74 (Sabar dalam ketaatan, Zuhud, Cemburu dan tidak membiarkan isteri bercumbu rayu dengan laki-laki lain, Berpaling dari omongan yang tidak berguna, Dermawan)

--------------------------------------------------

Cabang iman Yang Ke-70 s/d 74 disebutkan dalam bait syair:


وَاصْبِرْ تَزَهَّدْ وَائْتِيَنَّ بِغِيْرَةٍ * اَعْرِضْ عَنْ الْمَلْغَاةِ جُدْ تَتَكَرَّمُ

Bersabarlah, berzuhudlah, dan benar-benarlah engkau cemburu; berpalinglah dari hal yang tidak berguna, berbuatlah dermawan, niscaya engkau menjadi orang mulia.
===================================

Sabar dalam ketaatan hingga selesai melaksanakannya

Selain kesabaran dalam melakukan ketaatan sampai ketaatan tersebut terselesaikan, kesabaran juga diperlukan dalam beberapa hal seperti:
  • bersabar mengalami musibah duniawi, sekira hatinya tidak marah terhadap musibah tersebut,
  • bersabar dalam menjauhi kemaksiatan, sehingga tidak jatuh dalam kemaksiatan tersebut, dan
  • bersabar terhadap menghadapi kejahatan yang dilakukan oleh seseorang dengan jalan tidak membalas kejahatannya, dan hendaklah hatinya rela serta memaafkan kesalahan tersebut.
Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya' Ulumiddin berkata bahwa sabar itu ada dua macam:
1.      Kesabaran jasmani, seperti menahan penderitaan yang menimpa badan. Sabar yang demikian terkadang dengan amal perbuatan, seperti terus menerus melakukan pekerjaan ibadah yang berat dan lainnya, dan terkadang dengan menahan penderitaan, seperti sabar terhadap pukulan yang sangat berat dan penyakit yang parah. Sabar yang demikian adalah terpuji apabila sesuai dengan syariat Islam.
2.      Sabar kejiwaan. Jenis kesabaran kejiwaan dapat dikategorikan menjadi:
3.      Iffah, atau sikap perwira jika berasal dari keinginan perut dan kemaluan;
4.      Sabar, jika berasal dari musibah, kebalikannya adalah "kegelisahan";
5.      Menekan nafsu, jika dalam keadaan kaya, kebalikannya adalah "sombong";
6.      Pemberani, jika dalam keadaan peperangan, kebalikannya adalah "licik";
7.      Penyantun, jika dalam keadaan menahan marah, kebalikannya adalah "marah" dan "menggerutu";
8.      Kelapangan data, jika dalam keadaan yang menggelisahkan, kebalikannya adalah "kegelisahan" dan "kesempitan dada";
9.      Menyimpan rahasia, jika dalam keadaan menyembunyikan omongan dan orang yang melakukannya disebut "penyimpan rahasia";
10. Zuhud, jika dari hidup yang berlebihan, kebalikannya adalah "tamak" atau "loba";
11. Qanaah, jika kesabaran tersebut terhadap bagian yang sedikit, kebalikannya adalah "rakus".
Dengan demikian kebanyakan dari akhlak keimanan masuk pada kategori sabar. Oleh karena itu Rasulullah saw bersabda:
اَلصَّبْرُ نِصْفُ الإِيْمَانِ وَالْيَقِيْنُ اَْلإِيْمَانُ كُلُّهُ
Sabar adalah separuh iman, sedangkan keyakinan adalah iman seluruhnya.

Zuhud

Zuhud adalah mencukupkan diri pada kadar keperluan dari hal-hal yang diyakini kehalalannya. Pengertian ini adalah zuhud bagi orang-orang ahli marifat. Adapun zuhud dalam arti meninggalkan yang haram adalah kewajiban umum yang h`rus dilakukan oleh semua orang. Ada yang berpendapat bahwa zuhud adalah membagi-bagikan harta yang sudah dikumpulkan, meninggalkan mencari sesuatu yang sudah hilang, dan mendahulukan orang lain dari pada dirinya sendiri pada waktu ada makanan. Imam al-Ghazali berkata bahwa zuhud adalah apabila seseorang meninggalkan kesenangan dunia karena pengetahuannya akan kehinaan dunia dibandingkan dengan akhirat yang sangat mahal. Zuhud bukan berarti meninggalkan harta dan mengorbankannya mengikuti jalan kedermawanan dan mengikuti jalan kecenderungan hati, serta mengikuti jalan ketamakan. Karena hal itu semuanya adalah termasuk adat kebiasaan yang baik; dan peribadatan tidak termasuk dalam adat kebiasaan.

Cemburu dan tidak membiarkan isteri bercumbu rayu dengan laki-laki lain

Setiap laki-laki seyogyanya memiliki sifat cemburu pada waktu melihat sesuatu yang menyalahi hukum syara' dan pada waktu terdapat keraguan dalam hatinya. Berbeda dengan sangkaan buruk kepada seseorang tanpa ada keraguan yang dicela oleh agama. Manusia yang paling mulia dan paling tinggi himmahnya adalah orang yang lebih kuat kecemburuannya terhadap nafsunya sendiri, terhadap keistimewaan dirinya dan orang-orang mukmin pada umumnya.
Rasulullah saw bersabda:
اَلْغِيْرَةُ مِنَ الإِيْمَانِ وَالْمِذَاءُ مِنَ النِّفَاقِ . رواه البزار والبيهقي
Cemburu adalah termasuk iman dan membiarkan isteri bercumbu rayu dengan laki-laki lain adalah termasuk kemunafikan. H.R. al-Bazzar dan al-Baihaqi.
Allah swt telah menulis di pintu surga sebagai berikut: "Engkau adalah haram bagi orang yang rela terhadap perbuatan jelek yang dilakukan isterinya". Orang yang rela isterinya berbuat serong tidak dapat masuk surga. Sesungguhnya tujuh langit, tujuh bumi, serta gunung-gunung melaknat orang yang berbuat zina dan orang yang rela isterinya berbuat serong. Laknat tersebut akan diterima jika ia mengetahui dan mendiamkan. Jika suami tidak mengetahui, maka tidak pantas berburuk sangka, meneliti permasalahan yang tidak tampak, dan memeriksa aurat orang lain; karena yang demikian itu dicela oleh syariat Islam.

Berpaling dari omongan yang tidak berguna

Rasulullah saw bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا اَوْ لِيَصْمُتْ
Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, hendaklah berkata yang baik atau diam. H.R. Bukhari dan Muslim.
Maksud hadits di atas ialah Barangsiapa yang beriman dengan iman yang sempurna kepada Allah dan hari kiamat, maka hendaklah ia berbicara mengenai apa saja yang ada manfaat baginya, seperti mengucapkan kalimat yang benar kepada orang yang dhalim, atau hendaklah ia diam dari omongan yang sama sekali tidak ada manfaat baginya.
Dikisahkan, ada seorang laki-laki berkata kepada orang yang ahli makrifat: "Berilah aku wasiat!" Beliau berkata: "Buatlah sampul bagi agamamu seperti sampul mushaf agar kamu tidak mengotori agamamu!" Laki-laki tersebut bertanya: "Apakah sampul agama itu?" Beliau berkata: "Meninggalkan omongan kecuali omongan yang harus diucapkan; meninggalkan mempergauli manusia kecuali pergaulan yang harus dilakukan; meninggalkan mencari kesenangan dunia kecuali kesenangan yang wajib diambil."
Menurut Imam as-Suhaymi, apabila seseorang dipaksa untuk mengucapkan ucapan yang jelek atau dipaksa diam dari ucapan yang baik, atau takut bencana yang akan menimpa dirinya karena mengucapkan hal yang baik, maka dia diberi udzur dan dimaafkan oleh Allah.

Dermawan

Dermawan adalah membelanjakan harta dalam hal-hal yang dipuji oleh syariat Islam. Imam al-Ghazali berpendapat bahwa dermawan adalah tengah-tengah antara "menghambur-hamburkan harta" dan "pelit"; antara membuka tangan dan menggenggamnya. Antara membelanjakan harta dan menahannya hendaknya diperkirakan menurut ukuran kewajiban. Hal itu tidak cukup dilakukan dengan anggauta badan saja, selama hatinya tak senang dan menentang terhadap perbuatannya.
Sabda Rasulullah saw dalam hadits riwayat Ibnu Abbas ra:
تَجَافَوْا عَنْ ذَنْبِ السَّخِيِّ فَاِنَّ اللهَ آخِذٌ بِيَدِهِ كُلَّمَا عَثَرَ
Menyingkirlah kamu sekalian dari dosa orang yang dermawan, karena sesungguhnya Allah akan membimbing tangannya setiap kali dia jatuh.
Sahabat Ibnu Mas'ud ra berkata bahwa Rasulullah saw bersabda:
اَلرِّزْقُ اِلَى مُطْعِمِ الطَّعَامِ اَسْرَعُ مِنَ السِّكِّيْنِ اِلَى ذَرْوَةِ الْبَعِيْرِ ، وَاِنَّ اللهَ تَعَالَى يُبَاهِى بِمُطْعِمِ الطَّعَامِ الْمَلاَئِكَةَ
Rezeki kepada orang yang memberi makan adalah jauh lebih cepat dari pada kecepatan pisau memotong punuk (daging yang menonjol ke atas pada punggung) unta. Dan sesungguhnya Allah Ta'ala membanggakan orang yang memberi makan kepada para malaikat.
Sebagian ulama berkata bahwa sesungguhnya dalam kitab suci yang empat ada lafal-lafal yang sesuai. Keempat kitab tersebut pertama kali diturunkan dalam bahasa Arab, kemudian diterjemahkan oleh Nabi dengan bahasa kaumnya:
1.      Dalam kitab Taurat disebutkan:
اَلْكَرِيْمُ لاَ يُضَامُ اَبَدًا
Orang yang dermawan tidak akan ditimpa bahaya selamanya.
2.      Dalam kitab Injil disebutkan:
اَلْبَخِيْلُ يَأْكُلُ أَمْوَالَهُ الْعِدَا
Harta orang yang bakhil akan dimakan oleh musuhnya.
3.      Dalam kitab Zabur disebutkan:
اَلْحَسُوْدُ لاَ يَسُوْدُ أَبَدًا
Orang yang hasud tidak akan bahagia selamanya.
4.      Dalam al-Qur'an surat al-A'rafayat 58 Allah swt berfirman:
وَالَّذِى خَبُثَ لاَ يَخْرُجُ اِلاَّ نَكِدًا
... dan tanah yang tidak subur, tanamannya hanya tumbuh merana.
Hikayat

Abdullah bin al-Mubarak berkata bahwa pada suatu waktu ia melakukan ibadah haji. Ia tidur di Hijir Ismail dan bermimpi melihat Rasululllah saw dan beliau bersabda kepadanya: "Jika engkau kembali ke Baghdad, masuklah ke tempat demikian dan demikian. Carilah Pendeta Majusi dan sampaikan salamku kepadanya serta katakan kepadanya bahwa sesungguhnya Allah Ta'ala meridlainya." Ia terbangun dan berkata:
"لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ اِلاَّ بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ
Tiada daya untuk menyingkir dari kemaksiatan dan tiada kekuatan untuk melakukan ketaatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung.
Ini adalah mimpi dari syaithan. Kemudian ia berwudlu, salat, dan melakukan thawaf, sampai mengantuk dan tertidur, lalu ia bermimpi seperti tersebut sampai tiga kali. Setelah ia menyempurnakan ibadah haji dan pulang ke Baghdad, ia menanyakan tempat dan rumah yang disebut dalam mimpi. Di tempat tersebut ia mendapatkan seorang tua, lalu ia terjadi dialog:
Abdullah: Apakah Anda pendeta Majusi?
Pendeta: Ya!
Abdullah: Apakah Anda mempunyai kebaikan di sisi Allah?
Pendeta: Ya, saya mempunyai empat orang anak perempuan dan empat orang anak laki-laki. Keempat orang anak perempuan saya, saya kawinkan dengan empat orang anak laki-laki saya!
Abdullah: Ini haram! Apakah Anda mempunyai amal selain itu?
Pendeta: Ya, saya membuat walimah untuk orang-orang Majusi pada saat saya mengawinkan anak-anak perempuan saya!
Abdullah: Ini haram! Apakah Anda mempunyai amal selain itu?
Pendeta: Ya, saya mempunyai seorang anak perempuan yang paling cantik, tak ada wanita lain yang menandingi kecantikannya; lalu aku kawini sendiri. Pada malam pertama aku mengumpulinya, aku mengadakan pesta perkawinan. Pada waktu itu orang Majusi yang hadir lebih dari 1000 (seribu) orang.
Abdullah: Ini juga haram! Apakah Anda mempunyai amal selain itu?
Pendeta: Ya, pada malam aku menyetubuhi anak perempuanku, datang seorang wanita muslimat dari agama Tuan, yang menggunakan suluh (penerangan) dari lampu saya. Kemudian ia menyalakan lampu dan keluar. Perempuan tersebut memadamkan lampu dan kembali; lalu aku masuk. Perempuan itu melakukan hal tersebut tiga kali, sehingga aku bergumam: "Barangkali wanita ini adalah mata-mata dari pencuri!" Kemudian aku keluar mengikutinya. Tatkala ia masuk ke rumahnya dan menjumpai anak-anak perempuannya, mereka bertanya: "Wahai Ibu, apakah Ibu datang dengan membawa sesuatu bagi kami? Sesungguhnya kami sudah tidak mampu dan sabar menahan lapar!". Perempuan tersebut mencucurkan air mata dan berkata: "Saya malu kepada Tuhan untuk meminta kepada seseorang selain Dia; lebih-lebih dari musuh Allah, yaitu orang Majusi!". Setelah aku mendengar omongannya, aku pulang ke rumah dan mengambil sebuah talam, lalu aku penuhi dengan semua jenis makanan dan aku bawa sendiri ke rumahnya.
Abdullah: Ini adalah suatu kebaikan; dan Anda mendapat kabar gembira.
Kemudian Abdullah bin al-Mubarak memberi kabar gembira kepadanya tentang mimpi pertemuannya dengan Rasulullah saw dan diceriterakan kepadanya isi mimpi tersebut. Setelah mendengar ceritera itu, Pendeta Majusi tersebut mengucapkan dua kalimah syahadat, kemudian dia jatuh tersungkur dan mati. Abdullah bin al-Mubarak memandikannya, mengkafani, melakukan salat janazah atasnya, dan menguburkannya. Ia berkata: "Wahai para hamba Allah, lakukanlah perbuatan dermawan kepada sesama makhluk Allah, karena kedermawanan itu dapat mengubah para musuh menjadi kekasih."

KITAB QAMI’ ATH-THUGHYAN SIRI 19 : MEMULIAKAN TETANGGA, TETAMU, TUTUP CACAT ORANG MUKMIN

KARYA SYAIKH NAWAWI AL BANTANI

Cabang iman Yang Ke-67 s/d 69 (Memuliakan tetangga, Memuliakan tamu, Menutupi aurat atau cacat orang mukmin)
------------------------------------------

Cabang iman Yang Ke-67 s/d 69 disebutkan dalam bait syair:

اَكْرِمِ لِجَارٍ ثُمَّ ضَيْفٍ وَاسْتُرَنْ *عَوْرَاتِ اَهْلِ الدِّيْنِ تَاْمَنْ تَغْنَمُ
Muliakan tetangga dan tamu; dan tutuplah aurat-aurat ahli agama, niscaya engkau akan aman lagi beruntung.
==============================


Memuliakan tetangga
Memuliakan tetangga maksudnya adalah berbuat baik kepada tetangga dengan jalan: menampakkan wajah yang cerah dan berseri-seri, memberi makanan kepadanya, dan menanggung perbuatan tidak baik yang dilakukan olehnya. Jika tidak mampu berbuat demikian, hendaklah menahan diri untuk tidak menyakiti tetangga.

Rasulullah saw bersabda:
اَحْسِنْ مُجَاوَرَةَ مَنْ جَاوَرَكَ تَكُنْ مُسْلِمًا
Berbuat baiklah dalam mempergauli orang yang menjadi tetanggamu, niscaya engkau menjadi orang muslim.

Rasulullah saw bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ
Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, hendaklah ia memuliakan tetangganya.

Dalam hadits yang lain disebutkan:
مَنْ اَرَادَ اَنْ يُحِبَّهُ اللهُ فَعَلَيْهِ بِصِدْقِ الْحَدِيْثِ وَاَدَاءِ اْلاَمَانَةِ وَاَنْ لاَ يُؤْذِيَ جَارَهُ
Barangsiapa yang ingin dicintai oleh Allah ia wajib berkata benar, menunaikan amanat, dan tidak menyakiti tetangganya.

Sabda Rasulullah saw:
اِنَّ الْجَارَ الْفَقِيْرَ يَتَعَلَّقُ بِجَارِهِ الْغَنِيِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَقُوْلُ يَا رَبِّ سَلْ هَذَا لِمَ مَنَعَنِى مَعْرُوْفَهُ
Sesungguhnya tetangga yang fakir akan bergantung kepada tetangganya yang kaya pada hari kiamat seraya berkata: "Wahai Tuhanku, tanyailah tetanggaku ini, mengapa ia mencegah aku terhadap kebaikannya."

Menurut Imam as-Suhaymi, kriteria tetangga ialah orang yang jarak antara rumah Anda dengan rumahnya kurang dari 40 rumah dari berbagai arah.


Memuliakan tamu

Memuliakan tamu artinya berbuat baik dalam menyambut tamu yang datang dengan muka berseri-seri dan ucapan yang bagus, cepat-cepat memberi jamuan yang ada dan melayaninya sendiri, sebagaimana Rasulullah saw, Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, dan Umar bin Abdul Aziz melayani tamu dengan pribadi beliau sendiri. Kewajiban memberi makan tamu adalah selama tiga hari menurut kadar kemampuannya.
Seyogyanya seseorang tidak perlu memaksakan diri untuk memberi jamuan kepada tamu dengan mengusahakan sesuatu yang tidak dimiliki. Ia cukup menjamu tamu dengan sesuatu yang sudah ada dengan ukuran kemampuannya, tidak perlu dengan upaya meminjam kepada orang lain atau membeli makanan dengan berhutang, berdasarkan sabda Nabi Muhammad saw:
اَنَا وَالأَتْقِيَآءُ مِنْ اُمَّتِى بُرَءَآءُ مِنَ التَّكَلُّفِ
Saya dan umatku yang bertakwa adalah orang-orang yang membebaskan diri dari memaksakan diri.

Rasulullah saw bersabda:
لاَ تَتَكَلَّفُوْا لِلضَّيْفِ فَتَبْغَضُوْهُ فَاِنَّهُ مَنْ اَبْغَضَ الضَّيْفَ فَقَدْ اَبْغَضَ اللهَ وَمَنْ اَبْغَضَ اللهَ اَبْغَضَهُ اللهُ
Janganlah kamu sekalian memaksakan diri untuk menyuguh tamu, sehingga kamu benci kedatangan tamu. Karena sesungguhnya barangsiapa yang membenci tamu, maka ia telah membenci Allah. Dan Barangsiapa yang membenci Allah, niscaya Allah akan membenci dia.
Sahabat Salman al-Farisi berkata bahwa Rasulullah saw telah memerintahkan kepadanya untuk
1.    tidak memaksakan diri dalam memberi jamuan kepada tamu dengan sesuatu yang tidak dimiliki,
2.    memberikan suguhan kepada tamu dengan sesuatu yang sudah ada padanya,
3.    tidak boleh membedakan antara tamu kaya atau fakir dalam memberikan suguhan; karena tamu yang masuk ke dalam rumah adalah membawa rahmat dan keluar bersama dosa pemilik rumah.
Dalam salah satu hadits, Rasulullah saw bersabda:
مَا مِنْ عَبْدٍ مُؤْمِنٍ يَأْتِيْهِ ضَيْفٌ فَيَنْظُرُ فِى وَجْهِهِ بِبِشَاشَةٍ اِلاَّ حَرَّمَ اللهُ جَسَدَهُ عَلَى النَّارِ
Seseorang beriman yang kedatangan tamu kemudian memandang muka tamu tersebut dengan wajah berseri-seri, niscaya diharamkan jasadnya masuk neraka oleh Allah.

Diriwayatkan dari sahabat Abu Darda' dari Nabi Muhammad saw, beliau bersabda:
اِذَا اَكَلَ اَحَدُكُمْ مَعَ الضَّيْفِ فَلْيُلْقِمَهُ بِيَدِهِ . فَاِذَا فَعَلَ ذلِكَ كَتَبَ اللهُ لَهُ عَمَلَ سَنَةٍ صِيَامِ نَهَارِهَا وَقِيَامِ لَيْلِهَا
Apabila salah seorang dari kamu sekalian makan bersama tamu, hendaklah dia menyuapi tamu dengan tangannya. Apabila ia melakukan demikian, maka Allah mencatat baginya amal satu tahun, yang dilakukan puasa siang harinya dan salat pada malam harinya.
Imam Ahmad as-Suhaymi dan Ahmad bin Imad menuturkan bahwa Nabi Ibrahim as apabila ingin makan, beliau berjalan satu sampai dua mil untuk mencari tamu yang diajak makan bersama. Beliau diberi julukan bapak tamu. Beliau ingin membuat jamuan bagi umat Muhammad saw sampai hari kiamat. Lalu Allah swt berfirman kepada beliau: "Sesungguhnya engkau tidak mampu berbuat demikian!" Nabi Ibrahim berdatang sembah: "Wahai Tuhanku, Engkau Maha Mengetahui keadaan hamba dan Maha Kuasa mengabulkan permohonan hamba!" Kemudian Allah mengabulkan permohonannya dan memerintahkan kepada Malaikat Jibril as untuk memberikan segenggam kapur surga kepada Nabi Ibrahim as, serta memerintahkan kepada Nabi Ibrahim untuk naik ke atas gunung Abi Qubaisy dan meniupkan kapur tersebut ke udara. Nabi Ibrahim as melakukan petunjuk Malaikat Jibril, dan tersebarlah kapur tersebut di muka bumi. Setiap tempat yang kejatuhan sebagian dari kapur tersebut airnya berubah menjadi asin karena mengandung garam sampai hari kiamat. Dengan demikian semua garam yang ada di bumi ini adalah suguhan dari Nabi Ibrahim as.
Adapun tatakrama dari orang yang menjadi tamu adalah cepat-cepat memenuhi keinginan tuan rumah dalam beberapa hal antara lain makan makanan dan tidak beralasan sudah kenyang dan makan semampunya.


Menutupi aurat atau cacat orang mukmin

Abu Ali ad-Daqqaq menceriterakan bahwa ada seorang wanita datang kepada Syeikh Hatim bin Alwan al-Asham, semoga Allah mensucikan rahasianya, untuk bertanya tentang sesuatu masalah. Wanita tersebut kentut di hadapan Syeikh Hatim, sehingga muka wanita tersebut menjadi pucat karena malu. Melihat hal tersebut, Syeikh Hatim berkata kepada wanita tersebut: "Keraskanlah suaramu!" Dengan ucapan tersebut Syeikh Hatim memperlihatkan kepada wanita tersebut bahwa beliau tuli; sehingga wanita tersebut senang hatinya dan berpendapat bahwa Syeikh Hatim tidak mendengar suara kentutnya. Itulah sebabnya Syeikh Hatim terkenal dengan nama al-Asham (orang yang tuli).
Syeikh Ibnul 'Imad mengatakan bahwa menyebutkan kesalahan orang lain karena tujuan yang benar menurut syara', yang tujuan tersebut tidak dapat terpenuhi kecuali dengan menyebutkan kesalahan tersebut adalah diperbolehkan dalam 15 (limabelas) hal:
1.    Menunjukkan kepada ucapan yang benar. Misalnya Anda mendengar seseorang mengucapkan ucapan yang mungkar; maka seyogyanya Anda mengatakan kepadanya: "Anda telah berkata demikian dan demikian. Ucapan itu tidak sesuai; yang benar adalah demikian!"
2.    Memberi nasihat kepada orang yang meminta petunjuk dalam persoalan nikah, menitipkan amanat, atau lainnya. Anda wajib memberitahukan kepadanya keadaan yang sebenarnya dari orang yang dinikahkan atau dititipi amanat, berdasarkan sabda Nabi Muhammad saw:
اِذَا اسْتَنْصَحَ اَحَدُكُمْ اَخَاهُ فَلْيَنْصَحْ لَهُ
Jika salah seorang dari kamu sekalian meminta nasihat kepada saudaranya, maka hendaklah ia memberi nasihat kepadanya.
3.    Mengingatkan orang alim yang salah kepada pengikutnya. Misalnya, apabila ada seseorang bertanya kepada Anda tentang sesuatu masalah, kemudian ia mengatakan: "Kyai saya mengatakan demikian dan demikian." Anda boleh mengatakan: "Kyai saudara salah!" Termasuk juga ucapan para pengarang kitab dalam kitab-kitab mereka: "Si Fulan berkata demikian. Beliau adalah salah!" dan lain sebagainya. Hal itu diperbolehkan jika dimaksudkan untuk menjelaskan kesalahannya agar tidak diikuti. Jika tidak demikian, maka hukumnya haram.
4.    Minta tolong untuk mengubah kemungkaran, seperti ucapan Anda kepada orang yang Anda harapkan kemampuannya untuk menghapus kemungkaran: "Si Fulan telah melakukan demikian, maka tolonglah saya untuk mencegahnya." Hal ini diperbolehkan dengan syarat apabila maksudnya adalah untuk meminta bantuan guna melenyapkan kemungkaran. Jika tidak demikian maksudnya, hukumnya haram.
5.    Mengenal identitas seseorang, seperti ucapan Anda: "Fulan si juling, atau lainnya. Hal ini diperbolehkan apabila identitas si Fulan tidak dikenal kecuali dengan menyebut cacatnya, karena kebetulan orang yang bernama Fulan banyak. Jika identitas si Fulan dapat dikenal tanpa menyebutkan cacatnya, maka lebih utama tidak usah menyebutkan cacatnya. Kebolehan menyebutkan cacat si Fulan disyaratkan dengan maksud untuk mengenal. Jika maksudnya untuk mencela, hukumnya haram.
6.    Menjaga kerusakan, seperti ucapan Anda kepada saksi yang tidak adil: "Orang ini tidak sah untuk menjadi saksi, karena ia telah melakukan demikian dan demikian."
7.    Meminta fatwa, seperti ucapan Anda kepada orang yang dimintai fatwa: "Ayahku, suamiku, atau saudaraku telah berbuat dhalim kepadaku. Bagaimanakah jalan keluar untuk menyelamatkan diri dari kedhaliman tersebut?" Jika dapat menggunakan kata sindiran lebih baik, misalnya: "Bagaimana pendapat Anda mengenai seseorang yang dianiaya oleh bapaknya, suaminya, atau saudaranya?" Namun apabila menyebutkan dengan jelas, diperbolehkan dengan alasan ini, sebagaimana pendapat Imam al-Ghazali.
8.    Mencegah perbuatan fasik seseorang yang tidak menutupi perbuatan cacatnya, misal orang yang menceriterakan perbuatan zina dan dosa-dosa besar yang dilakukan. Anda boleh menuturkan perbuatan fasik yang dilakukan dan bukan perbuatan cacat lainnya, dengan syarat apabila Anda bermaksud agar orang yang Anda beritahu mau menyampaikan kepadanya, sehingga ia berhenti dari perbuatannya yang fasik. Kebolehan menuturkan cacat seseorang di sini adalah jika ia menceriterakan perbuatan fasik yang telah dilakukan dengan perasaan bangga. Akan tetapi jika ia menceriterakan dengan perasaan menyesal dan taubat, maka haram menuturkannya karena sama dengan mengghibah. Jika orang yang menampakkan perbuatan fasik adalah orang alim, maka haram mengghibahnya secara mutlak. Karena jika orang awam mendengar perbuatan fasik si alim tersebut, maka dosa-dosa besar tersebut bagi orang awam menjadi remeh, sehingga mereka berani melakukannya.
9.    Memperingatkan seseorang dari kejahatan orang lain. Apabila Anda melihat seseorang yang ingin berkumpul (kerja sama) dengan orang yang mempunyai cacat, maka Anda boleh menyebutkan cacat tersebut kepada orang yang akan diajak kerja sama, jika sekiranya orang yang akan diajak kerja sama tidak dapat tercegah dari kejahatannya tanpa diberi tahu. Jika tidak dengan maksud demikian, maka penyebutan catat tersebut haram.
10.    Menuturkan cacat orang yang menampakkan perbuatan bid'ah.
11.    Menuturkan cacat orang yang menyembunyikan perbuatan bid'ahnya.
12.    Menuturkan kesalahan lawan kepada hakim pada waktu ada dakwaan atau pertanyaan.
13.    Menyebutkan catat orang yang dhalim yang mengadukan kepada jaksa atau penguasa.
14.    Menuturkan cacat orang kafir yang memusuhi kaum muslimin. Orang kafir yang tidak memusuhi kaum muslimin tidak boleh dituturkan cacatnya.
15.    Menuturkan cacat orang yang murtad, dalam arti bukan orang yang meninggalkan salat fardlu.
Imam Ahmad as-Suhaymi menceriterakan kisah Ibnu Arabi dalam kitab "Lubab at-Thalibin". Ibnul Arabi berkata bahwa setiap orang Islam sepatutnya berkeyakinan bahwasanya kesalahan yang dilakukan oleh anak cucu Rasulullah saw tidak boleh dicela karena telah dimaafkan oleh Allah. Hal tersebut didasarkan atas kisah yang dialami Ibnu Arabi tentang keadaan anak cucu Rasulullah saw. Seorang yang tsiqah (tepercaya beritanya) menceriterakan kepada Ibnul Arabi di kota Makkah: "Saya membenci apa yang dilakukan oleh anak cucu Rasulullah saw terhadap orang-orang di kota Makkah." Ketika tidur Ibnul Arabi melihat Sayyidatina Fatimah binti Rasulullah saw berpaling darinya. Ibnu Arabi memberi salam kepada beliau dan bertanya tentang sebab beliau berpaling. Beliau bersabda: "Sungguh engkau telah mencela orang-orang yang mulia!" Ibnu Arabi bertanya: "Wahai Sayyidattina Fatimah, apakah tuan putri tidak melihat apa yang mereka lakukan terhadap orang-orang?" Beliau bersabda: "Bukankah mereka itu anak cucu saya?" Lalu Ibnul Arabi berkata kepada beliau: "Sejak sekarang aku bertaubat!" Kemudian Sayyidatina Fatimah menghadap kepadanya dan ia terbangun dari tidurnya.

KITAB QAMI’ ATH-THUGHYAN SIRI 18 : MEMBACA TASYMIT, JAUHI DARIPADA ORANG YANG MEMBUAT KERUSKAN



KARYA SYAIKH NAWAWI AL BANTANI

Cabang iman Yang Ke-65 s/d 66 (Membaca tasymit bagi orang yang bersin, Menjauhi setiap orang yang berbuat kerusakan)
 ----------------------------------------------

Cabang iman Yang Ke-65 s/d 66 disebutkan dalam bait syair:


شَمِّتْ لِعَاطِشِ مُسْلِمٍ حَمِدَ اْلإِلَهَ * وَابْعُدْ اَخِى عَنْ مُفْسِدٍ لاَتُظْلَمُ

Bacalah tasymit bagi orang muslim yang bersin dan memuji Allah; jauhilah wahai saudaraku orang yang berbuat kerusakan, niscaya engkau tidak dianiaya.
<==============================

Membaca tasymit bagi orang yang bersin

Tasymit ialah mengucapkan:
يَرْحَمُكَ اللهُ "
Semoga Allah memberi rahmat kepadamu

kepada orang yang bersin dan mengucapkan
اَلْحَمْدُ ِللهِ
Segala puji tetap bagi Allah.

Tasymit berarti mendoakan keselamatan dari musibah, atau mendoakan orang yang bersin agar tetap dalam keadaannya yang semula. Karena bersin terkadang sebagai penyebab leher menjadi bengkok.

Imam al-Ghozali berkata bahwa orang bersin yang didoakan dengan
يَرْحَمُكَ اللهُ
hendaknya menjawab dengan ucapan
يَهْدِيْكُمُ اللهُ وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ
Semoga Allah memberi petunjuk kepada kamu dan memperbaiki hatimu sekalian.
Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud katanya:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَلِّمُنَا بِقَوْلِهِ : اِذَا عَطِسَ اَحَدُكُمْ فَلْيَقُلْ : اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ . فَاِذَا قَالَ ذَلِكَ فَلْيَقُلْ مَنْ عِنْدَهُ : يَرْحَمُكَ اللهُ . فَاِذَا قَالُوْا ذَلِكَ فَلْيَقُلْ : يَغْفِرُ اللهُ لِى وَلَكُمؒ
Rasulullah saw telah mengajar kepada kita dengan sabda beliau: "Jika salah seorang dari kamu bersin, hendaklah mengucapkan:
" اَلْحَمْدُ ِللهِِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ "
(Segala puji bagi Allah yang menguasai seluruh alam). Jika orang yang bersin mengucapkan hamdalah tersebut, hendaklah orang-orang yang ada di dekatnya mengucapkan:
" يَرْحَمُكَ اللهُ "
(semoga Allah memberi rahmat kepadamu). Apabila mereka mengucapkan tasymit, hendaklah orang yang bersin mengucapkan:
" يَغْفِرُ اللهُ لِى وَلَكُمْ "
(Semoga Allah mengampuni dosa bagiku dan bagi kamu sekalian).
Rasulullah saw pernah membacakan tasymit untuk seseorang dan tidak membacanya untuk orang lain yang bersin. Orang yang tidak dibacakan tasymit bertanya kepada beliau tentang hal tersebut; lalu beliau bersabda: "Sesungguhnya orang yang saya bacakan tasymit untuknya tadi, dia membaca hamdalah, sedangkan engkau diam."
Syarat membaca tasymit bagi orang yang bersin:
1.      Membaca hamdalah sesudah bersin.
2.      Bersinnya tidak dibuat-buat dengan mencium bau yang dapat membuat bersin.


Menjauhi setiap orang yang berbuat kerusakan

Orang yang berbuat kerusakan ialah orang kafir, orang yang berbuat bid'ah, orang yang melakukan dosa besar, orang yang melarikan diri dari fitnah yang akan menimpa agama, dan yang enggan berhijrah dari daerah orang kafir ke daerah orang Islam.
Seseorang yang tidak mampu menampakkan agamanya di daerahnya sendiri karena difitnah wajib pindah ke daerah lain yang mampu menampakkan agamanya. Jika seseorang mampu menampakkan agamanya, maka lebih utama tidak berhijrah. Adapun orang yang memiliki kekuatan di daerahnya sendiri atau dapat mengasingkan diri dari pergaulan masyarakat dan bila berpindah daerahnya akan menjadi kekuasaan musuh, maka ia wajib menetap di daerahnya, sebagaimana keterangan dari Imam Ramli dalam kitab Umdat ar-Rabih.
Imam Ibnu Imad berpendapat bahwa seseorang tidak pantas tinggal bersama dengan orang yang rusak agamanya. Bila ia selamat dan tidak mengikuti perbuatannya yang dosa, maka ia akan terpengaruh sebagian dari akhlaknya karena tabiat akan menyusup dengan cara yang tidak disadari oleh seseorang. Dalam surat al-Isra ayat 84 Allah swt berfirman:
... قُلْ كُلٌّ يَعْمَلُ عَلَى شَاكِلَتِهِ
Katakan: "Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing...
Artinya, bahwa setiap orang akan berbuat menurut cara yang telah digambarkan dan menurut pergaulannya. Kata penyair:
عَنِ الْمَرْءِ لاَ تَسْأَلْ وَسَلْ عَنْ قَرِيْنِهِ * فَكُلُّ قَرِيْنٍ بِالْمُــقَارَنِ يَقْـتَدِى
Janganlah kamu tanyakan kelakuan seseorang; tanyakanlah tentang temannya. Karena setiap teman itu akan mengikuti kelakuan orang yang ditemani.
Pengertian dari syair tersebut adalah jika engkau ingin mengetahui kelakuan seseorang, janganlah engkau tanyakan kepadanya, tetapi perhatikanlah siapa orang yang dipergauli. Orang tersebut akan berbuat dengan cara yang dilakukan oleh orang yang ditemani.

KITAB QAMI’ ATH-THUGHYAN SIRI 17 : CINTAI AHLI AGAMA, MENJAWAB SALAM, KUNJUNGI ORAG SAKIT, SOLAT PADA MAYIT

KARYA SYAIKH NAWAWI AL BANTANI

Cabang iman yang Ke-61s/d 64 (Mencintai ahli agama, Menjawab salam orang muslim, Mengunjungi orang sakit, Melakukan sholat pada mayit muslim)
 ------------------------------------------------------

Cabang iman yang Ke-61s/d 64 disebutkan dalam bait syair:


وَاحْبُبْ لأَهْلِ الدِّيْنِ رُدَّ سَلاَمَهُمْ * عُوْدَنَّ مَرْضَى صَلِّ مَوْتَى أَسْلَمُوْا
Cintalah ahli agama, jawablah salam mereka; kunjungilah orang yang sakit, salatilah orang muslim yang mati.
======================================

Mencintai ahli agama

Rasulullah saw bersabda:
مَنْ سَرَّهُ اَنْ يُزَحْزَحَ عَنِ النَّارِ وَيُدْخَلَ الْجَنَّةَ فَلْتَأْتِهِ مَنِيَّتُهُ وَهُوَ يَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَاَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ وَلْيَأْتِ اِلَى النَّاسِ مَا يُحِبُّ اَنْ يُؤْتَى اِلَيْهِ
Barangsiapa senang diselamatkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, hendaklah berupaya agar ketika mati dalam keadaan bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Nabi Muhammad adalah utusan Allah; dan suka berkunjung sebagaimana ia senang untuk dikunjungi.

Sabda Rasulullah saw riwayat Anas ra:
اَكْثِرُوْا مِنَ الْمَعَارِفِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ ؛ فَاِنَّ لِكُلِّ مُؤْمِنٍ شَفَاعَةً عِنْدَ اللهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Perbanyaklah kenalan dengan orang mukmin; karena sesungguhnya setiap orang mukmin mempunyai syafaat (pertolongan) di sisi Allah pada hari kiamat.

Rasulullah saw bersabda:
مَثَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ فِى تَوَآدِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ ؛ اِذَا اشْتَكَى عُضْوٌ مِنْهُ تَدَاعَى سَائِرُهُ بِالْحُمَى وَالسَّهَرِ
Perumpamaan orang-orang mukmin dalam kecintaan dan kesayangan mereka adalah seperti tubuh; jika salah satu anggota tubuh mengaduh, maka anggota tubuh lainnya saling memanggil dengan sakit panas dan tidak dapat tidur.

Rasulullah saw bersabda:
اِدْخَالُ السُّرُوْرِ فِى قَلْبِ مُؤْمِنٍ خَيْرٌ مِنْ عِبَادَةِ سِتِّيْنَ سَنَةً
Membuat kesenangan di hati seorang mukmin adalah lebih baik pahalanya dari pada ibadah enam puluh tahun.

Melebihkan penghormatan terhadap seseorang yang sikap dan pakaiannya menunjukkan ketinggian kedudukannya di masyarakat dari pada lainnya adalah pantas, sehingga dapat menempatkan seseorang pada kedudukannya yang layak. Dalam suatu perjalanan Sayyidatina Aisyah singgah di tempat persinggahan dan menyiapkan makanan. Kemudian seorang pengemis datang, dan beliau berkata: "Berilah pengemis itu uang satu sen!" Sesudah itu ada seseorang yang naik kendaraan lewat; lalu Sayyidatina Aisyah ra berkata: "Ajaklah ia untuk ikut makan !" Beliau ditanya oleh para sahabat: "Tuan putri telah memberi pengemis yang miskin tadi uang satu sen dan mengundang orang yang kaya untuk ikut makan?" Beliau menjawab: "Sesungguhnya Allah Ta'ala telah menempatkan manusia pada tempat mereka masing-masing. Oleh karena itu kita harus menempatkan mereka pada tempat mereka yang layak. Pengemis yang miskin tadi sudah rela dengan pemberian uang sebanyak satu sen; tetapi buruk bagi kita untuk memberi orang yang keadaannya seperti orang kaya tadi dengan uang satu sen!"

Menjawab salam orang muslim

Rasulullah saw bersabda:
اِذَا سَلَّمَ الْمُسْلِمُ عَلَى الْمُسْلِمِ فَرَدَّ عَلَيْهِ صَلَّتْ عَلَيْهِ الْمَلآئِكَةُ سَبْعِيْنَ مَرَّةً
Apabila seorang muslim memberi salam kepada orang muslim lain, kemudian orang yang diberi salam tersebut menjawab, maka para malaikat memintakan ampun kepada orang yang menjawab salam 70 (tujuh puluh) kali.

Rasulullah saw bersabda:
اِنَّ الْمَلآئِكَةَ تُعْجِبُ مِنَ الْمُسْلِمِ يَمُرُّ عَلَى الْمُسْلِمِ وَلاَ يُسَلِّمُ عَلَيْهِ
Sesungguhnya para malaikat merasa heran terhadap seorang muslim yang melewati orang muslim yang lain dan ia tidak mengucapkan salam kepadanya.
Salam sunnah disampaikan sebelum berbicara dan disunnahkan berjabatan tangan pada waktu memberi salam.

Rasulullah saw bersabda:
تَمَامُ تَحِيَّاتِكُمْ بَيْنَكُمْ الْمُصَافَحَةُ
(Kesempurnaan salam di antara kamu sekalian adalah berjabatan tangan.)






Mengunjungi orang sakit

Rasulullah saw bersabda:
اِذَا عَادَ الرَّجُلُ الْمَرِيْضَ خَاضَ فِى الرَؑحْمَةِ ، فَاِذَا قَعَدَ عِنْدَهُ قَرَّتْ فِيْهِ
Apabila seseorang mengunjungi orang sakit, maka ia menyeberangi lautan rahmat dan apabila ia duduk di dekat orang yang sakit, maka rahmat tersebut tetap pada dirinya.

Rasulullah saw bersabda:
اِذَا عَادَ الْمُسْلِمُ اَخَاهُ اَوْ زَارَهُ قَالَ اللهُ تَعَالَى : طِبْتَ وَطَابَ مَمْشَاكَ وَتَبَوَّأْتَ مَنْزِلاً فِى الْجَنَّةِ
Apabila seseorang muslim mengunjungi saudaranya atau menziarahinya, maka Allah berfirman: "Telah berbuat bagus engkau dan bagus perjalananmu dan engkau akan menempati sebuah rumah di surga".

Rasulullah saw bersabda:
تَمَامُ عِيَادَةِ الْمَرِيْضِ اَنْ يَضَعَ اَحَدُكُمْ يَدَهُ عَلَى جَبْهَتِهِ اَوْ عَلَى يَدِهِ وَيَسْأَلُهُ كَيْفَ هُوَ وَتَمَامُ تَحِيَّاتِكُمْ اَلْمُصَافَحَةُ
Kesempurnaan mengunjungi orang yang sakit hendaklah kau letakkan tangannya pada dahinya atau pada tangannya sambil berkata: "Bagaimana keadaannya?" Dan kesempurnaan salam kamu sekalian adalah berjabatan tangan.

Melakukan salat pada mayit muslim

Rasulullah saw bersabda:
اَلْجِهَادُ وَاجِبٌ مَعَ كُلِّ اَمِيْرٍ بَرًّا كَانَ اَوْ فَاجِرًا وَاِنْ هُوَ عَمِلَ الْكَبَائِرَ . وَالصَّلاَةُ وَاجِبَةٌ عَلَيْكُمْ خَلْفَ كُلِّ مُسْلِمٍ بَرًّا كَانَ اَوْ فَاجِرًا وَاِنْ هُوَ عَمِلَ الْكَبَائِرَ . وَالصَّلاَةُ وَاجِبَةٌ عَلَيْكُمْ وَعَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ يَمُوْتُ بَرًّا كَانَ اَوْ فَاجِرًا وَاِنْ هُوَ عَمِلَ الْكَبَائِرَ
Berjuang bersama setiap pemimpin wajib hukumnya, tak peduli apakah ia orang baik atau orang durhaka meskipun melakukan dosa-dosa besar. Salat bersama setiap imam yang muslim wajib hukumnya, tak peduli apakah ia orang baik atau orang durhaka meskipun melakukan dosa-dosa besar. Dan salat itu wajib atas kamu sekalian dan atas setiap muslim yang mati, tak peduli apakah ia orang baik atau orang durhaka meskipun melakukan dosa-dosa besar.

Maksud hadits di atas adalah bahwa berjuang, salat berjamaah, dan salat janazah adalah fardlu kifayah. Disunnahkan agar jumlah orang yang melakukan salat janazah sebanyak 100 (seratus) orang, berdasarkan sabda Nabi Muhammad saw:
مَنْ صَلَّى عَلَيْهِ مِائَةٌ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ غُفِرَتْ ذُنُوْبُهُ
Barangsiapa yang jenazahnya disalatkan oleh 100 orang muslimin, niscaya diampunkan baginya dosa-dosanya.

Syeikh al-Azizi menukil pendapat Syeikh al-Manawi, bahwa yang nampak dari hadits di atas adalah dosa-dosa mayit tersebut diampunkan, sampai dengan dosa-dosa besar.