Senin, 13 Mei 2013

TOKOH SUFI KLASIK SAHL AT TUSTARI BAHAGIAN 5 : BERJALAN DI ATAS AIR

Sahl sering berjalan di atas air tanpa sedikit pun kakinya menjadi basah. Seseorang berkata kepada Sahl:
"Orang-orang berkata bahwa engkau dapat berjalan di atas air".
"Tanyakanlah kepada muazzin di masjid ini", jawab Sahl. "Ia adalah seorang yang dapat dipercayai".
Kemudian orang itu mengisahkan:
'Telah kutanyakan si Muazzin dan ia menjawab: 'Aku tak pernah menyaksikan hai itu. Tetapi beberapa hari yang lalu, ketika hendak bersuci, Sahl tergelincir ke dalam kulah, dan seandainya aku tidak ada di tempat itu niscaya ia telah binasa".


Ketika Abu Ah bin Daqqaq mendengar kisah ini, la pun berkata:
"Sahl mempunyai berbagai kesaktian, tetapi ia ingin menyembunyikan hai itu".

TOKOH SUFI KLASIK SAHL AT TUSTARI BAHAGIAN 6: PENGGANTINYA

Setelah lama bertirakat malam dan melakukan disiplin diri yang keras, kesehatan Sahl terganggu, ia menderita penyakit blennorrhoea yang parah, sehingga setiap sebentar ia harus ke kamar kecil. Karena itu ia selalu menyediakan sebuah guci di dekatnya. Tetapi menjelang waktu-waktu shalat penyakit itu reda dan ia dapat bersuci dan melakukan ibadah. Apabila ia naik ke atas mimbar, ia sama sekali menjadi segar bugar tanpa keluhan sedikit pun juga. Tetapi begitu ia turun dari mimbar, penyakit itu datang kembali. Walau dalam keadaan seperti ini tapi ia tak pernah melalaikan perintah Allah.

Menjelang ajalnya ia ditemani oleh keempat ratus orang muridnya. Mereka bertanya kepada Sahl:

"Siapakah yang akan duduk di tempatmu dan siapakah yang akan berkhotbah di atas mimbar sebagai penggantimu?"
Pada waktu itu ada seseorang penganut agama Zoroaster yang bernama Syadh-Dil.


"Yang akan menggantikanku adalah Syadh-Dil", jawab Sahl sambil membuka matanya.
"Syeikh sudah tidak dapat berpikir waras lagi", murid-muridnya saling berbisik.
"Ia mempunyai empat ratus orang murid, semuanya orang-orang terpelajar dan taat beragama, tetapi yang diangkatnya sebagai penggantinya adalah seorang penganut agama Zoroaster".
"Hentikan omelan-omelan kalian. Bawalah Syadh-Dil kepadaku", teriak Sahl.
Murid-murid Sahl segera menjemput si penganut agama Zoroaster itu. Ketika melihat Syadh-Dil berkatalah Sahl kepadanya:


"Tiga hari setelah kematianku, setelah shalat 'Ashar, naiklah ke atas mimbar dan berkhotbahlah sebagai penggantiku".
Setelah mengucapkan kata-kata itu Sahl menghembuskan nafas-nya yang terakhir. Tiga hari kemudian setelah shalat 'Ashar, masjid semakin penuh sesak. Syadh-Dil masuk dan naik ke atas mimbar, semua orang melongo menyaksikannya.

"Apakah arti semua ini? Seorang penganut agama Zoroaster yang mengenakan topi Majusi dan sabuk pinggang Majusi!"

Syadh-Dil mulai berkhotbah:

"Pemimpin kalian telah mengangkat diriku sebagai wakilnya. Dia bertanya kepadaku: 'Syadh-Dil, belum tibakah saatnya engkau memutus sabuk Majusi dari pinggangmu?' Kini saksikanlah oleh kalian semua, akan kuputuskan sabukku ini".

Dikeluarkannya sebuah pisau dan diputuskannya sabuk pinggang yang dikenakannya itu. Kemudian Syadh-Dil meneruskan:

"Pemimpin kalian kemudian bertanya pula: 'Belum tibakah saatnya engkau melepaskan topi Majusi dari kepalamu?'. Kini saksikanlah oleh kalian semua, kulepaskan topi ini dari kepalaku".

Kemudian Syadh-Dil berseru:

"Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasul Allah. Syeikh juga me-nyuruhku untuk mengatakan kepada kalian: 'Dia yang menjadi syeikh dan guru kalian telah memberikan nasehat yang baik kepada kalian, dan kewajiban seorang murid adalah menerima nasehat guru-nya. Saksikanlah oleh kalian betapa Syadh-Dil telah memutuskan sabuknya yang terlihat. Jika kalian ingin bersua dengan aku di Hari berbangkit nanti, kepada setiap orang di antara kalian aku serukan, putuskanlah sabuk di dalam hatimu' ".

Semua jama'ah menjadi gempar ketika Syadh-Dil selesai berkhotbah dan manifestasi-manifestasi spiritual yang mengherankan terjadilah.

TOKOH SUFI KLASIK SAHL AT TUSTARI BAHAGIAN 4 : CERITERA MENGENAI DIRI SAHL

Amr bin Laits jatuh sakit dan semua tabib tidak berdaya untuk menyembuhkannya. Maka dikeluarkanlah sebuah pengumuman yang berbunyi: "Adakah seseorang yang dapat menyembuhkan penyakit melalui doa?"

"Sahl adalah seorang manusia yang makbul doanya", orang-orang berkata.

Maka dimintalah pertolongan Sahl. Karena ingat perintah Allah yang berbunyi: "turutilah perintah orang-orang yang memegang pe-merintahan", Sahl memenuhi permintaan itu. Setelah duduk di depan Amr berkatalah Sahl kepadanya:
"Sebuah doa hanya makbul bagi seorang yang menyesal. Di dalam penjaramu ada orang-orang yang dihukum karena tuduhan-tuduhan palsu".


Amr segera membebaskan orang-orang yang dimaksudkan Sahl itu dan kemudian ia bertaubat. Setelah itu barulah Sahl berdoa;

"Ya Allah, seperti kehinaan yang telah Engkau tunjukkan kepadanya karena keingkarannya, maka tunjukkan pulalah kepadanya kemuliaan karena kepatuhanku. Ya Allah, seperti batinnya yang telah Engkau beri selimut taubat, maka berikan pulalah kepada raganya selimut kesehatan".

Begitu Sahl selesai mengucapkan doa itu Amr bin Laits segar bugar kembali. Banyak uang yang hendak diberikannya kepada Sahl, tetapi Sahl menolak dan meninggalkan tempat itu. Sehubungan dengan sikapnya ini salah seorang muridnya tidak setuju dan berkata kepada Sahl:

"Bukankah lebih baik apabila uang itu engkau terima sehingga kita dapat menggunakannya untuk melunasi hutang-hutang kita?"

"Apakah engkau menginginkan emas?" jawab Sahl, "nah, saksikanlah olehmu!"

Maka terlihatlah oleh si murid betapa seluruh padang pasir dipenuhi oleh emas dan permata merah delima. Kemudian Sahl berkata:

"Mengapakah seseorang yang telah memperoleh karunia Allah yang seperti ini harus menerima pemberian hamba-hamba-Nya?".

Setiap kali melakukan latihan mistik, Sahl akan mengalami ekstase selama lima hari terus-menerus dan selama itu pula ia tidak makan. jika latihan itu dilakukannya di musim dingin, keringatnya mengucur dan membasahi pakaiannya. Jika di dalam keadaan ekstase ini para ulama bertanya kepadanya maka Sahl akan menjawab: "Janganlah kalian bertanya kepadaku karena di dalam saat-saat mistis seperti ini kalian tidak akan dapat memetik manfaat dari diriku dan dari kata-kataku".

TOKOH SUFI KLASIK SAHL AT TUSTARI BAHAGIAN 3 : KISAH HEBATNYA

Pada suatu hari Sahl berkata, "Taubat adalah kewajiban setiap manusia di setiap saat, tanpa perduli apakah ia manusia yang telah di-muliakan Allah ataupun manusia kebanyakan, dan tanpa perduli apakah ia patuh atau ingkar kepada Allah".

Pada masa itu di Tustar ada seorang yang mengaku sebagai seorang terpelajar dan pertapa. Orang ini menyangkal pernyataan Sahl di atas. "Sahl menyatakan bahwa seorang yang ingkar harus bertaubat karena keinkarannya dan seorang yang patuh harus bertaubat karena kepatuhannya".

Akhirnya berhasillah orang itu membuat orang banyak menentang Sahl. Kemudian ia menuduh Sahl sebagai seorang bid'ah dan kafir. Maka semua pihak, dari rakyat biasa sampai kaum bangsawan, menyerang Sahl. Sahl menahan dirinya. Ia tidak mau berbantahan dengan mereka untuk; membenarkan kesalahpahaman mereka itu. Dengan kobaran api suci agama, dituliskannya semua harta benda yang dimilikinya yaitu: kebun-kebun, rumah-rumah, perabot-perabot, permadani-permadani, jembangan-jembangan, emas dan perak; masing-masing di atas secarik kertas. Kemudian ia memanggil orang-orang berkumpul dan setelah berkumpul kertas-kertas tadi dilemparkannya kepada mereka untuk menjadi rebutan. Kepada setiap orang yang berhasil mendapatkan sehelai di antara kertas-kertas itu, Sahl memberikan harta benda miliknya yang tertulis di situ. Hal ini dilakukannya sebagai tanda terimakasihnya kepada mereka karena membebaskan dirinya dari harta benda dunia ini. Setelah menyerahkan segala harta kekayaannya itu berangkatlah Sahl menuju Hijaz. Ia berkata kepada dirinya sendiri:

"Wahai diriku, kini tiada sesuatu pun yang masih kumiliki. Janganlah meminta apa-apa lagi dari diriku karena akan sia-sia belaka".

Hatinya setuju untuk tidak meminta apa pun juga. Tetapi ketika sampai ke kota Kufah, hatinya berkata: "Hingga sejauh ini aku tidak pernah meminta sesuatu pun jua darimu. Tetapi pada saat ini aku ingin sekerat roti dan sepotong ikan. Berikanlah roti dan ikan kepadaku, dan engkau tidak akan kuusik lagi di sepanjang perjalanan menuju Mekkah".

Ketika memasuki kota Kufah, Sahl melihat sebuah penggilingan yang sedang digerakkan oleh seekor unta. Sahl bertanya: "Berapakah yang kalian bayar untuk mempekerjakan unta ini?"

"Dua dirham!"

"Lepaskanlah unta ini dan ikatlah aku sebagai penggantinya. Berikanlah satu dirham untuk kerjaku hingga waktu Isa nanti".

Unta itu pun dilepaskan dan tubuh Sahl diikat ke penggilingan itu. Setelah malam tiba ia pun memperoleh upahnya sebesar satu dirham. Dengan uang itu dibelinya sekerat roti dan sepotong ikan yang kemudian ditaruhnya di depan dirinya. Maka berkatalah Sahl kepada dirinya sendiri: "Wahai hatiku, setiap kali engkau menghendaki makanan ini, camkanlah olehmu bahwa engkau harus melakukan pekerjaan seekor keledai dari pagi hingga matahari terbenam untuk mendapatkannya".

Kemudian Sahl menerusican perjalanannya ke Ka'bah, di mana ia bertemu dengan banyak tokoh-tokoh sufi. Dan dari Ka'bah ia kembali ke Tustar, di mana Dzun Nun sudah menantikan kedatangannya.

PAPARAN TASAWWUF DALAM AL QUR’AN : KALIMAH TAQWA CAHAYA IMAN


Tingkat-tingkat Iman (Imam Al-Ghazali):

• Iman Awami: letaknya di lisan.
• Iman Mutakalimin: didukung dengan hujjah.
• Iman ‘Arifin (Nur Iman): Cahaya Allah yang memancar di qalb orang yang Allah kehendaki bersih dari segala sesuatu yang tidak disukai-Nya (dosa).

Jenis iman berupa cahaya Allah inilah hakikat iman yang sebenarnya. Dan hanya iman jenis ini saja yang akan dibicarakan dalam pembahasan-pembahasan selanjutnya. Asma dari Allah yang segera dapat terlihat di sini, antara lain, adalah: al-Ghafur (Maha-Pengampun), al-Rahiim (Maha-Rahim), al-Rahman (Maha-Rahman), al-Nuur (Maha-Cahaya), al-Mu’miin (Maha-Memiliki-Keimanan).



 Iman Cahaya

Allah menyatakan bahwa Dia merupakan Wali (pengayom, pelindung) bagi mereka yang beriman:
“Allah wali orang-orang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya, …”1

Cahaya merupakan lawan dari kegelapan:

“… dan Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap-gulita kepada cahaya dengan seizin-Nya dan menunjuki mereka kepada shirath al-mustaqiim”2

“… supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan menuju cahaya …”3


“… Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki …”4

Adalah Allah, An-Nuur yang merupakan Cahaya bagi lelangit dan bumi, tiada sumber cahaya lain:
“… barangsiapa tidak diciptakan baginya cahaya oleh Allah maka tiada baginya cahaya sedikitpun.”5


Cahaya keimanan merupakan sesuatu yang terus dibawa ketika nafs melakukan perjalanan menembus berbagai alam. Inilah cahaya yang “bersinar di hadapan mereka”:


“… pada hari ketika kamu melihat orang beriman laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka …”6

“Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan ditengah-tengah manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap-gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya? Demikianlah Kami jadikan orang-orang al-kafiriin itu memandang baik apa yang mereka lakukan.”7

Pada sebuah haditsnya dengan seorang sahabat anshar, Haritsah r.a., Rasulullah s.a.w. menerangkan tentang keimanan berupa cahaya atau ‘iman billah ini:

Suatu ketika Rasulullah s.a.w. sedang berjalan-jalan. Beliau bertemu dengan seorang sahabat Anshar bernama Haritsah. Rasulullah s.a.w. bertanya, “Bagaimana keadaanmu, yaa Haritsah?” Haritsah menjawab, “Hamba sekarang benar-benar menjadi seorang mukmin billah.” Rasulullah menjawab, “Yaa Haritsah, pikirkanlah dahulu apa yang engkau ucapkan itu, setiap ucapan itu harus dibuktikan …!” Haritsah menjawab, “Yaa Rasulullah, hawa-nafsu telah menyingkir, kalau malam tiba hamba berjaga untuk beribadah kepada Allah SWT, dan di waktu siang-hari hamba berpuasa… Sekarang ini hamba dapat melihat al-‘Arsy Allah tampak dengan jelas di depan hamba… Hamba dapat melihat orang-orang di al-Jannah saling kunjung-mengunjungi. Hamba dapat melihat penghuni an-Naar berteriak-teriak …” Maka Rasulullah s.a.w. berkata, “Engkau menjadi orang yang imannya dinyatakan dengan terang oleh Allah SWT di-qalb-mu.”8



 Tempat Iman Cahaya itu di Qalb

Ayat berikut ini menjelaskan bahwa iman itu bukan sekedar pernyataan di lisan seseorang, melainkan apa yang Allah berkenan untuk dilimpahkan-Nya kepada qalb seseorang.
Orang-orang Arab Badwi berkata, “Kami telah beriman.”Katakanlah, “Kalian belum beriman, tetapi katakanlah ‘Kami telah berserah diri’ (aslamna), karena iman itu belum masuk ke dalam qulub kalian, dan jika kalian ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi (pahala) amal-amal kalian sedikitpun. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” 9

Maka apakah orang-orang yang dibuka Allah shudur-nya untuk berserah diri lalu ia mendapat nuur dari Rabb-nya (sama dengan orang yang membatu hatinya?) Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu qalb-nya untuk dzikril’lah (mengingat Allah). Mereka itu dalam kesesatan yang nyata. 10

Pembukaan dada untuk berserah diri yang kemudiaan diikuti dengan pencahayaan oleh Allah An-Nuur itu memperlihatkan proses pengimanan awal, yang dijelaskan tanda-tandanya oleh Rasulullah s.a.w. berikut ini:

Tatkala Rasulullah s.a.w. membaca firman Allah Ta’ala: “Barangsiapa dikehendaki Allah memberi petunjuk kepadanya, niscaya dibuka-Nya shudur orang itu untuk berserah diri…” 11
Lalu bertanya seseorang kepada Nabi s.a.w., “Apakah pembukaan itu?”
Nabi s.a.w. menjawab, “Sesungguhnya cahaya (nuur) itu apabila diletakkan dalam qalb, maka terbukalah dada (shudur) menerima cahaya tersebut dengan seluas-luasnya.” Berkata lagi orang itu, “Adakah tanda-tandanya?” Nabi s.a.w. menjawab, “Ya, ada! Merenggangkan diri dari negeri tipu daya, kembali ke negeri kekal dan bersedia untuk mati sebelum datangnya mati.” 12

Keberhasilan proses pensucian nafs pada tingkatan-tingkatan berikutnya kemudian diikuti dengan pelimpahan-pelimpahan cahaya keimanan yang lebih lanjut:
“… Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam qalb-mu …”13
“… agar bertambah keimanan mereka bersama keimanan yang telah ada …” 14

Pengimanan paripurna yang Allah anugerahkan kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tergolong mereka yang dikasihi-Nya, ditandai dengan ayat berikut:
“… mereka itulah orang-orang yang telah dituliskan dalam qulub mereka al-‘Iman.”15

Hanya qalb-lah satu-satunya perangkat pada manusia yang dapat menerima pencahayaan pengimanan, sebagaimana dirumuskan dalan Hadits Qudsi yang terkenal ini:

“… tidak cukup untuk-Ku bumi-Ku dan langit-Ku, tetapi yang cukup bagi-Ku hanyalah qalb hamba-Ku yang mukmin.”16

Qalb yang diterangi cahaya iman itu terang bagaikan rembulan. Sehingga mulai tampaklah langit (samaai’ = nafs = jiwa), dan permukaan bumi (ardh = jasad).



 Fungsi Iman

• Sebagai sarana diturunkannya petunjuk (hudan).

“… dan barangsiapa yang beriman billah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada qalb-nya …”17

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal-shaleh diberi petunjuk oleh Rabb mereka karena keimanan mereka …”18

“… dan sesungguhnya Allah Pemberi-petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada shiraath al-mustaqiim.”19

• Melalui iman cahaya Allah mengajarkan kebenaran ayat-ayat-Nya (baik yang qur’aniyah maupun yang kauniyah) kepada hamba-hamba yang dikehendaki-Nya, sehingga ia dapat menyaksikan kerajaan langit (alam malakut atau alam jiwa), menyaksikan ayat-ayat Allah tanpa terbatasi ruang dan waktu, dengan seizin-Nya; serta dapat memahami pelik-pelik dan hakikat-hakikat agama dengan penuh keyakinan.

“Kami akan memperlihatkan kepada mereka ayat-ayat Kami di dalam segenap ufuk dan di dalam diri mereka sendiri, sampai jelaslah bagi mereka bahwa itu adalah al-Haqq.”20

“Sebenarnya itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu …”21

“Tidak menyentuhnya melainkan yang disucikan (al-muthaharuun)”22

• Dengan bantuan cahaya-cahaya-Nya Allah memperkenalkan Diri-Nya, dan memperlihatkan cahaya-cahaya kesucian, sehingga seorang mukmin dapat ma’rifat kepada-Nya serta beriman kepada utusan-utusan (rasul-rasul)-Nya.

“Dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka itulah para shiddiqiin dan syuhada di sisi Rabb mereka …”23

Bagaimana peran iman cahaya ini dalam menerima dan menyikapi apa-apa yang Allah turunkan dilukiskan dalam uraian seorang sahabat, Ibnu Umar r.a., berikut ini:
“Kita telah hidup sekejap mata. Ada diantara kita memperoleh iman sebelum Al-Qur'an, lalu turunlah surat Al-Qur'an itu. Maka dipelajarinya lah yang halal dan yang haram, yang disuruh dan yang dilarang, dan apa yang dia harus berhenti sampai di situ. Aku sudah melihat beberapa orang. Salah seorang diantara mereka didatangkan Al-Qur'an sebelum iman, maka dibacanya lah semuanya, dari permulaan sampai ke penghabisan Kitab Suci, dengan tidak diketahuinya apa penyuruhnya dan apa pelarangnya. Dan apa yang seyogyanya dia berhenti padanya. Maka dihamburkannya apa yang dibacanya itu seperti menghamburkan kurma busuk.”

“Adalah kami para sahabat Nabi s.a.w. diberikan kepada kami iman sebelum Al-Qur'an. Dan akan datang sesudah kamu, suatu kaum yang diberikan Al-Qur'an sebelum iman. Mereka menegakkan huruf-huruf Al-Qur'an dan menyia-nyiakan batas-batas dan hak-hak dari Al-Qur'an, dengan mengatakan: ‘Kami sudah baca, siapakah yang lebih banyak membaca daripada kami? Kami sudah tahu, siapakah yang lebih tahu daripada kami?’ Maka begitulah nasib mereka.”24



Sekilas Mengenai Petunjuk

Salah satu asma Allah adalah Al-Hadi (Yang Maha Menunjuki). Petunjuk ini merupakan faktor yang memilah manusia menjadi golongan yang beruntung dan yang merugi.
“Barangsiapa mendapat petunjuk Allah maka dialah yang menerima petunjuk (al-muhtadi), dan barangsiapa yang disesatkan Allah maka merekalah orang-orang yang merugi (al-khasiruun).”25

“Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, tetapi Allah lah yang memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya …”26

“… sesungguhnya petunjuk Allah adalah petunjuk yang benar …”27

“…barangsiapa mendapat petunjuk, maka sesungguhnya itu bagi kebaikan diri (nafs)-nya sendiri, dan barangsiapa sesat maka itu mencelakakan dirinya sendiri …”28
“Dan barangsiapa ditunjuki Allah maka dialah al-muhtadi, dan barangsiapa Dia sesatkan maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penolong bagi mereka selain dari Dia …”29

Persoalan petunjuk ini merupakan sesuatu yang sangat penting dan diwartakan untuk menjadi pegangan sedari awal sejarah manusia di Bumi, sebagaimana dijelaskan dalam ayat yang turun kepada penghulu manusia, Adam a.s. ini:
“Katakanlah, turunlah kalian berdua bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Maka jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, maka barangsiapa mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.”30

“… barangsiapa mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka dan tidak pula bersedih-hati.”31

“Mereka itulah yang tetap atasnya mendapat petunjuk dari Rabb mereka, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”32

CATATAN

1. QS Al Baqarah [2]: 257.
2. QS Al Maai-dah [5]: 16.
3. QS Al Ahzab [33]: 43.
4. QS An Nuur [24]: 35.
5. QS An Nuur [24]: 40.
6. QS Al Hadiid [57]: 22.
7. QS Al An’aam [6]: 122.
8. Hadist Nabi s.a.w.
9. QS Al-Hujurat[49]: 14.
10. QS Az-Zumar [39]: 22.
11. QS Al-An’am[6]: 125.
12. Hadits Nabi s.a.w. Ihya’ Ulumiddin jilid I hal. 287.
13. QS Al-Hujurat [49]: 7.
14. QS Al-Fat-h [48]: 4.
15. QS Al Mujaadilah [58]: 22.
16. Hadits Qudsi.
17. QS At Taghaabun [64]: 11.
18. QS Yunus [10]: 9.
19. QS Al Hajj [22]: 54.
20. QS Fushshilat [41]: 53.
21. QS Al Ankabuut [29]: 49.
22. QS Al Waaqi’ah [56]: 79.
23. QS Al Hadiid [57]: 19.
24. Ihya ‘Ulumiddin jilid I, h. 285 – 286.
25. Al A’raaf [7]: 178.
26. QS Al Baqarah [2]: 272.
27. QS Al Baqarah [2]: 120.
28. QS Yunus [10]: 108.
29. QS Al Israa’ [17]: 97.
30. QS Thaahaa [20]: 123.
31. QS Al Baqarah [2]: 38.
32. QS Al Baqarah [2]: 5.

PAPARAN TASAWWUF DALAM AL QUR’AN : MENCARI ALLAH


Jalan kembali merupakan sesuatu al-‘Aqabah (mendaki lagi sukar, QS Al Balad [90]: 11), yang sebelum memasuki pembicaraan lebih teknikalnya, pada tahap ini yang perlu terlebih dahulu dimantapkan di dalam hati adalah penunggalan akan apa yang dicari—yaitu apakah kita mencari Allah. Kesadaran pencarian Allah itulah yang sulit terdapat pada kebanyakan orang; sebab:

Manusia itu tidur, maka apabila mereka telah mati niscaya mereka terbangun 21

Pencarian Tuhan, pengharapan untuk bertemu dengan Allah merupakan hal yang pertama dan utama ada terlebih dahulu, jauh sebelum semua upaya untuk mencari jalannya; karena:

Siapa yang mencintai bertemu dengan Allah, niscaya Allah mencintai bertemu dengan dia. 22

Barangsiapa mengharap pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya ajal dari Allah itu pasti datang, dan Dia lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. 23

Barangsiapa mengharapkan pertemuan dengan Tuhannya, maka hendaklah mengerjakan amal-amal shalih dan janganlah mempersekutukan sesuatu pun dalam beribadat kepada-Nya.24

Telah lama lah rindunya orang-orang yang baik untuk bertemu dengan Aku. Dan Aku lebih rindu lagi untuk menemui mereka.25


Sebaliknya …

Barangsiapa tiada menyukai menemui Allah, niscaya Allah tidak menyukai menemuinya.26

Maka Kami biarkan orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami bergelimang dalam kesesatan mereka.27


Bahwa Allah ‘Azza wa Jalla berfirman pada hari kiamat kepada orang-orang yang beriman: ‘Adakah kamu menyukai bertemu dengan Aku?’ Mereka lalu menjawab: ‘Ya, Wahai Tuhan kami.” Maka Dia berfirman:’Mengapa?’ Maka mereka menjawab: ‘Kami mengharap kema’afan Engkau dan ampunan Engkau.’ Allah lalu berfirman: ‘Telah Aku haruskan bagimu akan ampunan-Ku’28

 CATATAN

1. QS Al An’aam [6]: 82.
2. QS Al An’aam [6]: 43.
3. QS Al Anfaal [8]: 24.
4. QS Yaasin [36]: 9.
5. QS Al-Baqarah [2]: 7, QS An-Nahl [16]: 107-108
6. QS Al-Jaatsiyah[45]: 23
7. QS Al Israa’ [17]: 72.
8. QS Thaahaa [20] 124 – 125.
9. QS Al-Hajj [22]: 46
10. QS Al An’aam [6]: 46.
11. QS Al-Hujurat [49]: 11
12. QS Al Maa-idah [5]: 35.
13. QS Al ‘Ankabuut [29]: 69.
14. QS At-Taubah [9]: 18.
15. QS Al Baqarah [2]: 153 – 157.
16. QS An Nuur [24]: 21.
17. QS An Nuur [24]: 31.
18. QS At-Taubah [9]: 19.
19. QS At-Taubah [9]: 24.
20. QS Al A’Raaf [7]: 178.
21. Hadits Nabi s.a.w., ‘Ihya Buku VI, h. 160.
22. Hadits Nabi s.a.w., riwayat Bukhari-Muslim, ‘Ihya Buku 4, h. 506.
23. QS Al ‘Ankabuut [29]: 5.
24. QS Al Kahfi [18]: 110.
25. Al-Hadits al-Qudsi, ‘Ihya II, h. 913.
26. Hadits Nabi s.a.w., riwayat Bukhari-Muslim, ‘Ihya Buku 4, h. 844
27. QS Yunus [10]: 11.
28. Hadits Nabi s.a.w., riwayat Ahmad dan Thabrani, ‘Ihya Buku 4, h. 1101.

PAPARAN TASAWWUF DALAM AL QUR’AN : HIJAB QALB

Sebab-sebab Qalb Terhijab

Qalb yang bersih jarang terdapat. Kebanyakan qalb dalam keadaan terkotori oleh tapak-tapak dosa. Karenanya, ia tidak dapat berfungsi sebagaimana yang seharusnya; ia dalam keadaan terhijab. Terdapat dua sebab utama dari keadaan ini, yaitu:

1. Mencintai kehidupan dunia.
2. Mempertuhankan hawa-nafsu.

Akibatnya…

Pada al-Hadits tentang 4 jenis qalb yang telah dibahas sebelumnya, maka tentulah jenis yang pertama dan yang ke dua tidak perlu dibicarakan lagi di sini. Jenis yang ke tiga adalah qalb al-Munafiq; yang disebut demikian sebab ia menyatakan dengan lisannya bahwa Allah merupakan Tuhannya, tetapi ia mempertuhankan hawa-nafsu dan mencintai dunia.

Sedangkan untuk jenis yang ke empat, yakni yang tercampur-aduk di-qalb-nya antara iman dan nifaq, maka ia kesulitan dalam memastikan petunjuk dalam kehidupannya. Jika petunjuk itu datang ke bagian qalb-nya yang sudah diimankan maka tentulah ia benar. Sebaliknya jika petunjuk itu ditangkap oleh bagian qalb-nya yang lain maka kebalikannya lah yang terjadi.

… orang-orang beriman dan tidak mencampur-adukkan keimanan mereka dengan kedzaliman, mereka itulah yang mendapat keamanan dan merekalah yang mendapat petunjuk (muhtaduun).1

Pada keadaan yang parah, yaitu akibat lama terliputi oleh hijab yang tebal, maka qalb mengeras seperti batu. Akibatnya, syaithan—yang bekerja melalui syahwat dan hawa-nafsu dari orang itu sendiri—dapat mengendalikan sang pemilik qalb.

… bahkan qalb mereka telah menjadi keras dan syaithan pun menampakkan kepada mereka kebagusan apa yang mereka perbuat. 2

… dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara al-mar’i seseorang dengan qalb-nya, dan sesungguhnya kepada-Nya lah kalian akan dikumpulkan. 3

Istilah-istilah lain yang digunakan di dalam Al-Qur'an untuk menggambarkan qalb yang terhijab sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya ialah dinding,4


 terkunci-mati,5

atau tutup;6

semuanya menggambarkan keterputusan komunikasi antara pemiliknya dengan Penciptanya.

Jika keadaan qalb seperti itu menyebabkan pemiliknya hidup di alam dunia ini bagaikan perahu tersesat kehilangan kemudi, maka pada alam-alam berikutnya yang tingkat kompleksitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan alam-dunia ini ia akan berada dalam keadaan yang lebih buruk lagi.

Dan barangsiapa buta di dunia ini, niscaya di akhirat buta dan lebih tersesat lagi dari jalan.7

Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. (Ia berkata): Yaa, Rabb-ku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dulunya adalah seorang yang melihat?8

Al-Qur'an sendiri menerangkan bahwa kebutaan yang dikeluhkan dalam ayat di atas bukanlah suatu cacat yang terdapat pada jasad sang manusia, yang kebanyakan sempurna seluruhnya, melainkan yang terdapat di dalam jasad manusia. Hakikat manusia adalah pada jiwanya. Aspek inilah yang akan terus berjalan menelusuri alam-alam berikutnya.

Maka apakah mereka tidak berjalan di bumi, lalu mereka mempunyai qulub yang ber-‘aql dengannya, atau mempunyai telinga yang mendengar dengannya? Maka sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, akan tetapi yang buta (adalah) qulub yang di dalam dada (shudur). 9

 Harus Dikembalikan kepada Allah…

Terangkanlah kepadaku, jika Allah mencabut pendengaran dan penglihatan serta menutup atas qalb-mu siapakah tuhan selain Allah yang kuasa mengembalikannya kepadamu?10

Hal pertama yang mesti dilakukan adalah bertaubat (= kembali) kepada Allah. Melakukan yang sebaliknya berarti merugikan diri sendiri.

… dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang dzalim (Adz-dzalimun). 11


 Mencari Jalan…

Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah cara (wasiilah) dan berjihadlah dalam jalan (sabiil)-Nya, supaya kamu beruntung.12

Dan barangsiapa berjihad di dalam Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami (subulana), …13


Berupaya Menjadi Golongan yang Ditunjuki


Keterbukaan qalb merupakan syarat agar dapat termasuk golongan yang ditunjuki atau dipandu oleh Sang Pencipta. Mekanisme pemanduan ini mempergunakan perangkat qalb.

Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah itu orang-orang yang beriman billah, dan hari akhirat, dan menegakkan shalat, dan menunaikan zakat, dan tidak takut (yakhsya) kepada selain Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk orang-orang yang ditunjuki (al-muhtadiin).14

Wahai orang-orang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar. Dan janganlah kamu mengatakan terhadap mereka yang gugur dalam sabiil Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya. Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan, dan berikanlah kegembiraan kepada mereka yang sabar. Yaitu, mereka yang jika ditimpa musibah mengatakan ‘Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun.’ Mereka itulah yang atas mereka shalawat dari Rabb mereka dan rahmat, dan merekalah yang mendapat petunjuk (al-muhtaduun).15


… Sekiranya tidak karena fadhilah Allah atasmu dan rahmat-Nya kepadamu, tiada seorang pun dari kamu bersih selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya.16

…Bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah wahai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.17

…dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang dzaliim.18


dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik (al-qawm al-fasiqiin).19


Barangsiapa diberi petunjuk Allah maka dialah al-muhtad, dan barangsiapa disesatkan maka dialah golongan yang merugi (al-khasiruun 20)