Selasa, 14 Agustus 2012

KITAB MADARIJUS SALIKIN SIRI 4: HAKIKAT ASMA’ ALLAH (IBN AL JAUZIYYAH)

SIRI 4

IBNU QAYYIM AL JAUZIYYAH
 
Pembuktian asma' Allah yang lima (Allah, Ar-Rabb, Ar-Rahman, Ar-
Rahim dan Al-Malik), dilandaskan kepada dua dasar:

Dasar Pertama:

Asma' Allah menunjukkan sifat-sifat kesempurnaan-Nya. Asma' ini
merupakan sifat, yang semuanya baik, husna. Sebab jika asma' itu hanya
sekedar lafazh yang tidak mempunyai makna apa pun, maka ia tidak bisa
disebut husna dan tidak menunjukkan kesempurnaan, lalu akan terjadi
kerancuan antara dendam dan marah yang menyertai rahmat dan ihsan,
sehingga kalau berdoa kita harus mengucapkan, "Ya Allah, sesungguh-nya
aku menganiaya diriku sendiri, maka ampunilah aku karena Engkau
pendendam". Penafian makna Asma'ul-husna termasuk kufur yang terbesar.
Jika Allah mensifati Diri-Nya Al-Qawiyyu, berarti memang Dia benarbenar
mempunyai kekuatan. Begitu pula sifat-sifat lainnya.
Di dalam Ash-Shahih disebutkan dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam,
beliau bersabda,
"Sesungguhnya Allah tidak tidur dan tidak seharusnya Dia tidur. Dia
merendahkan timbangan dan meninggikannya. Amalpada malam hari
disampaikan kepada-Nya sebelum siang hari, dan amal slang hari disampaikan
kepada-Nya sebelum malam hari. Hijab-Nya adalah cahaya,
yang andaikan hijab ini disingkap, maka kemuliaan Wajah-Nya benar-
benar membakar pandangan makhluk yang memandang-Nya."
Menafikan makna asma'-Nya juga termasuk kufur yang paling besar.
Gambaran kufur lainnya adalah menamakan berhala dengan asma'
Allah, sebagaimana mereka menamakannya alihah (sesembahan). Ibnu
Abbas dan Mujahid berkata, "Mereka mengambil asma' Allah lalu menamakan
berhala-berhala mereka dengan asma'-Nya, dengan sedikit mengurangi
atau menambahi. Mereka mengambil nama Lata dari Allah, Uzza
dari Al-Aziz, Manat dari Al-Mannan."

Dasar Kedua:

Satu dari berbagai asma' Allah, di samping menunjukkan kepada
Dzat dan sifat yang disesuaikan dengannya, maka ia juga menunjukkan
dua bukti lainnya yang sifatnya kandungan dan keharusan. As-Sami'
menunjukkan kepada Dzat Allah dan pendengaran-Nya, juga kepada Dzat
semata dan kepada pendengaran yang menjadi kandungannya. Begitu pula
sifat-sifat lainnya.
Jika sudah ada kejelasan tentang dua dasar ini, maka asma' Allah
menunjukkan kepada keseluruhan Asma'ul-husna dan sifat-sifat yang
tinggi. Hal ini menunjukkan kepada Ilahiyah-Nya, dengan penafian kebalikannya.
Maksud sifat-sifat Ilahiyah adalah sifat-sifat kesempurnaan, yang
terlepas dari penyerupaan dan permisalan, aib dan kekurangan. Karena
Allah menambahkan semua Asma'ul-husna ke asma'-Nya yang agung ini
(Allah).
Asma' "Allah" layak untuk semua makna Asma'ul-husna dan menunjukkan
kepadanya secara global. Sedangkan Asma'ul-husna itu sendiri
merupakan rincian dari sifat-sifat Ilahiyah yang berasal dari asma'"Allah".
Asma' "Allah" menunjukkan keadaan-Nya sebagai Dzat yang disembah.
Semua makhluk menyembah-Nya dengan penuh rasa cinta, pengagungan
dan ketundukan. Hal ini mengharuskan adanya kesempurnaan Rububiyah
dan rahmat-Nya, yang juga mencakup kesempurnaan kekuasaan dan puji-
Nya.
Sifat keagungan dan keindahan lebih dikhususkan untuk nama
"Allah". Perbuatan, kekuasaan, kesendirian-Nya dalam memberi manfaat
dan mudharat, memberi dan menahan, kehendak, kesempumaan kekuatan
dan penanganan urusan makhluk, lebih dikhususkan untuk nama " Ar-
Rabb". Sifat ihsan, murah hati, pemberi dan lemah lembut lebih dikhususkan
untuk nama "Ar-Rahman". Masing-masing disesuaikan dengan kaitan sifat.
Ar-Rahman artinya yang memiliki sifat rahmat. Sedang-kan Ar-Rahim
adalahyang mengasihi hamba-hamba-Nya. Karena itu dik-takan dalam firman-
Nya, "Dia Ar-Rahim (Maha Pengasih) terhadap hamba-hamba-Nya", dan
tidak dikatakan, "Ar-Rahman (yang memiliki sifat rahmat) terhadap
hamba-hamba-Nya".
Perhatikanlah kaitan penciptaan dan urusan dengan tiga asma' ini,
yaitu Allah, Ar-Rabb dan Ar-Rahman, yang dari tiga asma' ini ada penciptaan,
urusan, pahala dan siksa, bagaimana makhluk dihimpunkan dan
dipisah-pisahkan.
Asma' Ar-Rabb memiliki cakupan yang menyeluruh terhadap semua
makhluk. Dengan kata lain, Dia adalah pemilik segala sesuatu dan
penciptanya, yang berkuasa terhadapnya dan tidak ada sesuatu pun yang
keluar dari Rububiyah-Nya. Siapa pun yang ada di langit dan bumi merupakan
hamba-Nya, ada dalam genggaman dan kekuasaan-Nya. Mereka
berhimpun berdasarkan sifat Rububiyah dan berpisah dengan sifat Ilahiyah.
Hanya Dialah yang disembah, kepada-Nya mereka tunduk, bahwa
Dialah Allah yang tidak ada sesembahan selain-Nya. Ibadah, tawakal,
berharap, takut, mencintai, pasrah, tunduk tidak boleh diperuntukkan
kecuali bagi-Nya semata.
Berangkat dari sinilah manusia terbagi menjadi dua golongan: Golongan
orang-orang musyrik yang berada di neraka, dan golongan orangorang
muwahhidin yang berada di surga. Yang membuat mereka terpi-sah
adalah Ilahiyah, sedangkan Rububiyah membuat mereka bersatu. Agama,
syariat, perintah dan larangan berasal dari sifat Ilahiyah. Penciptaan,
pengadaan, penanganan urusan dan perbuatan berasal dari sifat Rububiyah.
Pahala, balasan, siksa, surga dan neraka berasal dari sifat Al-Malik. Artinya,
Dialah yang menguasai hari pembalasan. Dia memerin-tahkan mereka
berdasarkan Ilahiyah-Nya, menunjuki dan menyesatkan mereka berdasarkan
Rububiyah-Nya, memberi pahala dan siksa berdasarkan kekuasaan dan
keadilan-Nya. Setiap masalah ini tidak bisa dipisah-kan dari yang lain.
Disebutkannya asma'-asma' ini setelah al-hamdu (pujian) dan pengaitan
al-hamdu dengan segala cakupannya, menunjukkan bahwa memang
Dia adalah yang terpuji dalam Ilahiyah-Nya, terpuji dalam Rububiyah-
Nya, terpuji dalam Rahmaniyah-Nya, terpuji dalam kekuasaan-Nya, Dia
adalah sesembahan yang terpuji, ilah dan Rabb yang terpuji, Rahman yang
terpuji, Malik yang terpuji. Dengan begitu Dia memiliki seluruh
kesempumaan; kesempumaan dalam asma' Allah secara sendirian dan
kesempumaan dalam asma'-asma' lainnya secara sendirian serta kesempumaan
dalam penyertaan satu asma' dengan asma' lain. Karena itu sering
disebutkan dua asma' secara berurutan, seperti: Wallahu ghaniyyun hamid,
-wallahu alimun hakim, wallahu ghafurur rahim. Al-Ghaniyyu merupakan
sifat kesempurnaan dan Al-Hamid merupakan sifat kesempurnaan
pula. Penyertaan dua asma' ini merupakan kesempurnaan-Nya, begitu
pula penyertaan sifat-sifat yang lain.

FUTUHUL GHAIB KE 17 SYAIKH ABDUL QADIR AL JILANI

AJARAN KETUJUHBELAS

SETIAP YANG TERPILIH ADA RAHSIANYA

Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Al-Khaliq itu tidak sama dengan apa saja yang kamu duga. Hanya orang yang telah mengalami dan menyadari bersatu dengan Tuhan itu sajalah yang dapat mengerti dan memahami apa yang dimaksud dengan ‘bersatu dengan Tuhan’ itu. Orang yang belum pernah merasakan atau mengalaminya tidak akan dapat mengerti apa yang dimaksud dengannya. Setiap orang yang pernah merasakan pengalaman tersebut mempunyai perasaan dan pengalaman tersendiri. Dan masing-masing mempunyai perasaan dan pengalaman yang tersendiri pula.
Pada setiap Nabi, Rasul dan Wali Allah terdapat rahasia. Masing-masing mempunyai rahasianya tersendiri. Seseorang tidak akan dapat mengetahui rahasia seseorang lainnya. Kadangkadang seorang murid mempunyai rahasia yang tidak diketahui oleh gurunya. Ada kalanya pula, rahasia yang dimiliki oleh guru itu tidak dapat diketahui oleh muridnya, meskipun murid itu sudah hampir sederajat dengan gurunya. Apabila seorang murid dapat mencapai keadaan kerohanian yang ada pada gurunya, maka murid itu diperintahkan untuk memisahkan dirinya dari gurunya itu. Dengan kata lain, dia sekarang telah setarap dengan gurunya. Murid itupun berpisahlah dari gurunya dan Allah sajalah yang menjadi penjaganya. Kemudian Allah akan memisahkannya dari seluruh mahluk.
Bolehlah diibaratkan bahwa guru itu laksana ibu dan murid itu laksana bayinya yang masih menyusu. Apabila si bayi telah mencapai usia dua tahun, maka berhentilah dia meyusu dari ibunya. Tidak ada lagi kebergantungan kepada mahluk, setelah hawa nafsu amarah dan kehendak-kehendak kemanusiaan hapus. Guru atau syaikh itu hanya diperlukan selagi murid masih mempunyai hawa nafsu angkara murka dan kehendak-kehendak badaniah yang perlu dihancurkan. Setelah semua itu hilang dari hati si murid tadi, maka guru itu tidak lagi diperlukan, karena si murid sekarang sudah tidak lagi memiliki kekurangan atau dia telah sempurna.
Oleh karena itu, apabila kamu telah bersatu dengan Tuhan, maka kamu akan merasa aman dan selamat dari apa saja selain Dia. Kamu akan mengetahui bahwa tidak ada yang wujud melainkan Dia saja. Kamu akan mengetahui bahwa untung, rugi, harapan, takut dan bahkan apa saja adalah dari dan karena Dia juga. Dia-lah yang patut ditakuti dan kepada Dia sajalah meminta perlindungan dan pertolongan. Karenanya, lihatlah selalu perbuatan-Nya, nantikanlah selalu perintah-Nya dan patuhlah selalu kepada-Nya. Putuskanlah hubunganmu dengan apa saja yang bersangkutan dengan dunia ini dan juga dengan akhirat. Janganlah kamu melekatkan hatimu kepada apa saja selain Allah.
Anggaplah seluruh yang dijadikan Allah ini sebagai seorang manusia yang telah ditangkap oleh seorang raja yang agung dan gagah; raja itu telah memotong kaki dan tangan orang tadi dan menyalibnya pada sebatang pohon yang terletak di tepi sebuah sungai yang besar lagi dalam, raja itu bersemayam di atas singgasana yang tinggi dengan dikawal oleh hulu balang yang gagah berani yang dilengkapi persenjataan yang lengkap dan raja itu melempar orang tadi dengan seluruh senjata yang ada padanya. Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melihat keadaan ini, lalu memalingkan pandangannya dari raja itu dan takut kepadanya, sebaliknya ia berharap dan meminta kepada orang itu dan bukannya kepada raja yang agung itu ?Jika ada orang yang gentar dan takut kepada orang yang tersalib itu, dan bukannya kepada raja, maka orang ini adalah orang yang bodoh, gila dan tidak sadar.
Oleh karena itu, mintalah perlindungan kepada Allah dari menjadi buta setelah Dia memberikan penglihatan, dari berpisah setelah disatukan-Nya, dari berjauhan setelah didekatkan-Nya, dari tersesat setelah Dia memberikan petunjuk dan dari kekufuran setelah Dia memberikan keimanan. Dunia ini bagaikan sebuah sungai yang lebar, airnya senantiasa mengalir dan selalu bertambah setiap hari. Begitu juga halnya dengan nafsu kebinatangan, manusia itu selalu merasa tidak puas, semakin tampak dan semakin tak sadarkan diri. Hidup manusia di dunia ini senantiasa penuh dengan ujian dan cobaan. Di samping mendapatkan kebahagiaan, kadangkala manusia juga dikelilingi oleh penderitaan.
Orang yang mempunyai akal pikiran yang sempurna, mau berpikir dan mengetahui hakekat, akan mengetahui bahwa pada hakekatnya tidak ada kehidupan yang sebenarnya melainkan kehidupan akhirat saja. Oleh karena itu, Nabi besar Muhammad SAW bersabda,Tidak ada kehidupan, kecuali kehidupan di akhirat.” Bagi orang yang beriman, hal ini adalah benar. Nabi Muhammad selanjutnya mengatakan, “Dunia ini adalah penjara bagi orang yang beriman dan surga bagi orang kafir.” Nabi juga pernah menyatakan bahwa, Orang yang baik itu terkekang.”
Pada hakekatnya, kesentosaan dan kebahagiaan itu terletak dalam hubungan yang langsung dengan Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, tawakal yang bulat kepada-Nya dan senantiasa ridha dengan-Nya. Jika kamu telah dapat melakukan hal yang demikian itu, maka bebaslah kamu dari dunia ini dan Allah akan memberimu kesenangan, keselamatan, kesentosaan, kasih sayang dan ridha Illahi.

FUTUHUL GHAIB KE 16 SYAIKH ABDUL QADIR AL JILANI

AJARAN KEENAMBELAS

JANGAN BERGANTUNG KEPADA SELAIN ALLAH

Tidak ada yang dapat menghalangi kamu untuk mendapatkan keridhaan dan pertolongan langsung dari Allah, selain dari pada kebergantungan kamu kepada manusia dan tatacara penghidupan dan pendapatan kamu. Manusia menjadi penghalang bagi kamu untuk mencapai kehidupan yang diamalkan oleh Nabi, yaitu yang berkenaan dengan pendapatan. Selagi kamu masih mengharapkan hadiah dan keridhaan manusia serta meminta-minta kepada mereka, maka berarti kamu telah menyekutukan Allah dengan yang lain. Dengan demikian, kamu tidak akan dapat mencapai kehidupan yang telah diamalkan oleh Nabi, yaitu pendapatan secara halal dari dunia ini.
Apabila kamu menjauhkan kehidupan kamu dengan manusia, dengan menyekutukan mereka dengan Allah, dengan bergantung kepada pendapatan kamu, dengan berpuas hati dengannya, dan dengan lupa kepada karunia Allah, maka berarti kamu telah bersikap seperti orang musyrik. Syirik di sini lebih halus daripada syirik yang terdahulu. Karenanya, Allah akan menghukum kamu dan menjauhkan kamu dari keridhaan-Nya.
Apabila kamu telah keluar dari keadaan semacam ini dan membuang syirik jauh-jauh; melepaskan kebergantungan hati kamu kepada pendapatan kamu dan kepada daya dan upaya kamu; kamu melihat bahwa Allah-lah yang sebenarnya memberi kehidupan itu, menjadikan sebab dan akibat, memberi kekuatan untuk mencari pendapatan dan memberi kekuatan kepada segala yang baik; dan kamu mengetahui bahwa kehidupan itu berada di tangan-Nya, yang kadang-kadang dibawa-Nya kepada kamu melalui manusia dengan cara kamu meminta kepada mereka pada masa ujian dan perjuangan, atau melalui permohonanmu kepada-Nya, atau kadang-kadang melalui pemberian manusia, dan atau melalui karunia-Nya yang sedemikian rupa, sehingga kamu tidak melihat sebab dan cara datangnya; maka kamu menuju kepada Dia dan kembali ke hadirat-Nya Yang Maha Agung dan Maha Perkasa. Yang demikian itu jika Dia menyingkapkan tirai yang melindungi kamu dari keridhaanNya dan membuka pintu rizki dengan kehendak-Nya di dalam keadaan perlu, bersesuaian dengan keperluan kamu ketika itu, misalnya dokter yang menjadi sahabat bagi pasien. Inilah perlindungan dari Dia Yang Maha Mulia dan Maha Agung, untuk membersihkan kamu dari kecenderungan kepada yang lain selain Dia. Dan dengan itu, maka Dia meridhai kamu.
Oleh karena itu, apabila Dia telah mengosongkan hati kamu dari setiap tujuan, nafsu dan kehendak, maka Dia akan memenuhi hati kamu dengan tujuan dan kehendak-Nya semata-mata. Apabila Dia hendak memberikan bagianmu kepadamu dan bukan bagian orang lain, maka kamu pasti bisa mendapatkan bagian kamu itu dan Dia akan mengarahkanmu untuk mendapatkan bagian kamu itu, lalu bagian kamu itu akan sampai kepadamu pada saat-saat kamu memerlukannya. Kemudian, Dia akan memberi kekuatan kepada kamu untuk bersyukur kepada-Nya. Hal ini akan menambah keinginan kamu untuk menjauhkan diri dari orang banyak dan untuk mengosongkan hati kamu dari apa saja selain Allah.
Apabila ilmu da kepercayaanmu telah bertambah kuat dan teguh, hati kamu telah lapang dan bercahaya, kamu bertambah dekat kepada Allah dan kamu telah pantas untuk memelihara rahasiarahasia-Nya, maka kamu akan diberi ilmu untuk mengetahui terlebih dahulu waktu bagian kamu itu akan sampai kepadamu. Dan ini adalah tanda bahwa kamu telah diberi kemuliaan dan keridhaan-Nya. Inilah karunia-Nya, kasih sayang-Nya, pengarahan dan bimbingan-Nya. Firman Allah, Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kamiketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (QS 32:24) Dan firman-Nya pula, “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS 29:69)
Allah juga berfirman, Dan takutlah kamu kepada Allah, dan Dia akan mengajar kamu. Kemudian akan diberi-Nya kamu kekuatan untuk mengawal alam dengan kebenaran yang terang, yang tidak ada kegelapan di dalamnya, dengan tanda-tanda yang nyata dan terang seperti terangnya matahari, dengan perkataan yang manis-manis yang lebih manis dari segala yang manis dan dengan wahyu yang sebenarnya, tanpa kegelapan apapun, dan bebas dari nafsu-nafsu kebinatangan dan dari hasutansetan yang dilaknat.”
Allah berfirman dalam kitabnya, Wahai anak Adam, Aku-lah Tuhan. Tidak ada yang patut disembah selain Aku. Apabila Aku berkata kepada seuatu, “Jadilah !”, maka jadilah ia. Patuhlah kepada-ku, sehingga Aku jadikan kamu bila berkata kepada sesuatu “Jadilah !”, maka jadilah ia.” Yang semacam itu telah Dia lakukan kepada kebanyakan para Nabi dan para Wali serta orang-orang khusus yang diridhai-Nya dari anak Adam.
Yang dimaksud dengan dekat dan bersatu dengan Tuhan itu ialah, kamu mengosongkan hati kamu dari mahluk, hawa nafsu dan lain-lain selain Allah, sehingga hati kamu hanya dipenuhi oleh Allah dan perbuatan-Nya saja. Kamu tidak bergerak, kecuali dengan kehendak Allah saja. Kamu akan bergerak jika Allah menggerakkan kamu. Keadaan seperti ini dinamakan ‘fana’. Fana inilah yang dimaksud dengan ‘bersatu dengan Tuhan’. Tetapi harus diingat, bahwa bersatu dengan Tuhan itu tidak seperti bersatu dengan mahluk atau dengan yang selain Tuhan.

FUTUHUL GHAIB KE 15 SYAIKH ABDUL QADIR AL JILANI

AJARAN KELIMABELAS

JANGAN MEMINTA DENGAN HATI MU

Aku bermimpi seolah-olah aku berada di dalam sebuah tempat seperti sebuah masjid. Di dalam tempat itu terdapat beberapa orang yang sedang mengasingkan diri mereka dari orang ramai. Aku berkata dalam diriku sendiri, “Jika si Anu itu berada di sini, tentu dia dapat mengatur orang-orang ini dan memberikan pandangan-pandangan yang baik kepada mereka.” Aku teringat kepada seorang saleh tertentu. Orang-orang itu datang mengelilingi aku. Kemudian salah seorang di antara mereka berkata kepadaku, “Apa yang telah terjadi padamu ? Mengapa kamu tidak berbicara ?”. Maka akupun berkata, “Jika tuan mengizinkan, maka aku akan berkata.” Lalu kataku, “Apabila kamu telah mengasingkan diri dari khalayak ramai karena Yang Haq, maka janganlah kamu meminta dengan lidahmu. Apabila kamu telah berhenti meminta dengan lidah, maka janganlah kamu meminta dengan hatimu. Sebab, meminta dengan hati itu sama halnya dengan meminta dengan lidah. Ketahuilah, bahwa dalam setiap hari Allah berada dalam keagungan-Nya yang baru, serta menukar, mengganti, meninggikan dan merendahkan manusia. Tarap setengah manusia ditinggikan-Nya dan tarap setengah lainnya direndahkan-Nya. Kemudian, kepada mereka yang mempunyai tarap atau derajat tinggi, diingatkan bahwa tarap mereka yang tinggi itu bisa Dia rendahkan, dan mereka diberi harapan bahwa Dia akan memelihara mereka dan menetapkan kedudukan mereka itu. Kepada mereka yang bertarap rendah, juga diingatkan bahwa mereka akan dibiarkan berada dalam kehinaan. Mereka tidak diberi harapan untuk naik ke tarap yang tinggi.” Setelah itu, akupun terjaga dari mimpiku.

FUTUHUL GHAIB KE 14 SYAIKH ABDUL QADIR AL JILANI

AJARAN KEEMPATBELAS 

TAAT KEPAD A LLAH MENAJDI KEWAJIBAN

Wahai mereka yang menjadi hamba hawa nafsu mereka ! Janganlah kamu mengira bahwa diri kamu masuk ke dalam golongan mereka yang menjadi ahli Allah. Kamu telah menghambakan diri kamu kepada hawa nafsu kamu, sedangkan mereka menghambakan diri mereka kepada Allah SWT. Kamu menghendaki dunia, sedangkan mereka menghendaki akhirat. Kamu hanya melihat dunia ini saja, sedangkan mereka melihat Tuhan yang menjadikan langit dan bumi. Kesenanganmu terletak pada mahluk, sedangkan kesenangan mereka terletak pada Allah. Hati kamu terikat kepada Dunia, tetapi hati mereka terikat kepada Allah Yang Maha Agung. Kamu adalah mangsa setiap apa yang kamu lihat, tetapi mereka adalah mangsa apa yang tidak kamu lihat, mereka melihat Allah yang menjadikan segala perkara yang tidak dapat dilihat dengan mata kepala. Mereka telah mencapai tujuan hidup dan mendapatkan kesejahteraan, sedangkan kamu masih saja terbenam di dalam nafsu keduniaanmu.
Mereka menghilang dari mahluk, dari nafsu keduniaan dan dari kehendak mereka sendiri. Sehingga dengan demikian, mereka dapat sampai ke hadlirat Illahi yang memberi mereka kekuatan untuk mencapai puncak wujud mereka, seperti menta’ati dan memuji Allah. Inilah karunia Illahi yang diberikan-Nya kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Mereka menjadikan keta’atan kepada Allah dan pujian terhadap-Nya sebagai kewajiban mereka. Mereka berpegang teguh kepada-Nya dengan pertolongan yang diberikan-Nya kepada mereka. Semua ini mereka lakukan tanpa mengalami kesukaran apa-apa. Maka jadilah ketaatan mereka itu sebagai nyawa dan santapan mereka.
Dengan demikian, dunia ini menjadi berkat bagi mereka dan memberikan nikmat kepada mereka, seakan-akan dunia ini telah menjadi surga bagi mereka. Karena, apabila mereka melihat sesuatu, maka sebelum mereka melihatnya, mereka terlebih dahulu melihat perbuatan Allah yang menjadikan segalanya itu. Orang-orang ini membekali diri dengan kekuatan yang ada di bumi dan di langit, serta menyenangkan mereka yang telah mati dan masih hidup. Karena Tuhan mereka telah menjadikan mereka seperti pasak bumi (gunung) yang dijadikan-Nya ini. Oleh karena itu, mereka menjadi seperti gunung yang berdiri dengan megah dan agung. Janganlah kamu mengacau mereka dan jangan pula kamu menghalangi perjalanan mereka yang ibu-bapak dan sanak-saudara mereka tidak dapat menyelewengkan mereka dari tujuan mereka. Mereka adalah orang-orang terbaik yang dijadikan Allah di muka bumi ini. Keridhaan dan kesejahteraan dikaruniakan oleh Allah kepada mereka, selagi langit dan bumi masih ada.

TOKOH SUFI ABDULLAH AL MUBARAK 8: BELIAU DENGAN HAMBANYA YANG TENGGELAM DI DALAM CINTA.

Sheikhna Sidi Yusuf al-Hasani pernah meriwayatkan satu kisah yang mengisahkan satu hubungan cinta yang amat mendalam seorang hamba terhadap Tuhannya, iaitu seorang hamba yang amat memahami keadaannya dihadapan Tuhannya. Namanya tidak dikenali, dan beliau juga merupakan seorang hamba yang telah dibeli oleh tuannya di suatu negeri.Seperti kebiasaan, negeri tersebut akan mengalami musim kemarau pada tiap-tiap tahun. Akan tetapi, pada tahun itu, musim kemarau yang berlaku amatlah teruk sehinggakan penduduk di negeri itu melakukan solat Istisqaq(meminta hujan) hampir setiap hari. Melihat tiada perubahan, dan penduduk negeri semakin menjalani kehidupan mereka dalam kesukaran, mereka akhirnya menjemput Imam al-Haramain, iaitu Imam 'Abdullah ibn Mubarak, seorang 'ulama yang cukup terkenal dalam bidang hadith serta fiqh, yang juga merupakan guru kepada Imam al-Ghazali, pengarang kitab Ihya 'Ulumuddin yang terkenal.

Kebiasaannya, apabila Imam 'Abdullah ibn Mubarak melakukan solat Istisqaq di tempat-tempat lain, dengan rahmat Allah, Allah akan menurunkan hujan pada tempat yang ditunaikan solat tersebut. Akan tetapi, apabila beliau dan jemaahnya selesai melakukan solat Istisqaq di negeri tersebut, kelihatan bahawa tiada tanda-tanda hujan akan turun sebaliknya kemarau tetap sahaja membakar kulit-kulit mereka.

Kehairanan dengan kejadian sebegitu, Imam 'Abdullah ibn Mubarak tidak dapat melelapkan matanya sebaliknya mengambil keputusan untuk melihat keadaan penduduk negeri tersebut pada waktu malam. Setelah beliau berjalan-jalan di sekitar kawasan itu, beliau terdengar suara seorang lelaki sedang bermunajat kepada Allah s.w.t. di tengah-tengah padang. Melihat keadaan itu, beliau cuba mendekati lelaki tersebut, dan beliau mendengar doa lelaki tersebut yang berkata, "Wahai Tuhanku, dengan cintaMu yang mendalam terhadap diriku, aku meminta agar Engkau merunkan hujan kepada negeri ini".

Setelah sahaja lelaki tersebut selesai berdoa dan beredar dari padang itu, dengan rahmat Allah, hujan terus turun selebat-lebatnya dan perkara ini menjadikan Imam 'Abdullah ibn Mubarak ingin mengenali lelaki tersebut. Pada keesokan hari, Imam 'Abdullah ibn Mubarak mencari siapakah gerangan lelaki tersebut, dan bertanya kepada setiap rumah di negeri tersebut. Akhirnya, beliau berjaya mendapat tahu bahawa lelaki tersebut merupakan seorang hamba kepada fulan yang amat kaya raya di negeri tersebut.

Beliau dengan penuh semangat, pergi ke rumah si fulan yang amat kaya lalu bertanya, "Wahai tuan, bolehkah aku bertemu dengan hamba milikmu yang keadaannya sekian dan sekian?". Si Fulan tersebut menjawab, "Lelaki pemalas itu? Aku tidak pernah bertemu dengan hamba yang amat pemalas sepertinya. Aku telah menghantarnya ke pasar untuk dijual".Mendengar penjelasan fulan tersebut, beliau bergegas ke pasar untuk mencari dimanakah tempat hamba tersebut dijual. Setelah sekian lama mencari dimanakah hamba tersebut dijual, akhirnya selang beberapa hari beliau berjaya mendapat hamba tersebut yang sedang sedang dilelong. Lalu, beliau pun bertanya kepada si pelelong hamba, "Aku ingin membeli hamba tersebut, berapakah harganya?". Mendengar pertanyaan Imam 'Abdullah ibn Mubarak, pelelong hamba tersebut ketawa lalu berkata, "Engkau mahu membeli hamba ini yang amat terkenal dengan sifat malas? Aku telah menjualnya untuk sekian waktu yang lama, sampai sekarang tiada orang yang ingin membelinya. Aku rela untuk berikan kepada kamu percuma sahaja, menyimpannya bagiku hanya menjadi beban sahaja". Akan tetapi, Imam 'Abdullah ibn Mubarak serius ingin membeli hamba tersebut, lalu bertanya, "Bagitahu kepadaku, berapa yang engkau mahu jual hamba tersebut? Aku mempunyai wang untuk membayar hamba itu". Melihat keseriusan beliau, lalu pelelong hamba tersebut menjualnya sebanyak 20 dinar sahaja, akan tetapi, Imam 'Abdullah ibn Mubarak membayar sebanyak dua kali ganda harganya iaitu dengan 40 dinar, dan membawa pulang hamba tersebut ke rumahnya.

Setelah sampai di rumah Imam 'Abdullah ibn Mubarak, hamba yang baru dibelinya tadi terus disuruh membersihkan diri dan diberi pakaian yang baru untuknya. Selain itu, beliau juga melayan hamba tersebut sebagai tetamunya dengan penuh istimewa, sedangkan dia hanya seorang hamba.

Akhirnya, 1001 satu persoalan bermain di fikiran hamba itu, setelah 3 hari dilayan sebagai seorang tetamu kerana kehadiran dia di rumah Imam 'Abdullah ibn Mubarak adalah sebagai seorang hamba. Lalu dia pun bertanya kepada tuan barunya itu, "Wahai tuan, aku dibeli olehmu untuk berkhidmat kepada tuan. Tetapi, kenapa setelah tiga hari aku berada disini, engkau tidak mengarahkan aku satu suruhan pun sebagai seorang tuan, sebaliknya menyediakan aku keselesaan sedangkan aku hamba".

Mendengar pertanyaan hamba itu, Imam 'Abdullah ibn Mubarak pun menjelaskan, "Aku sebenarnya tidak ingin menjadikanmu hamba. Sebaliknya aku hanya ingin bertanya kepadamu satu soalan. Sesungguhnya aku berada di padang ketika engkau berdoa kepada Allah, "Wahai Tuhanku, dengan cintaMu yang mendalam terhadap diriku, aku meminta agar Engkau merunkan hujan kepada negeri ini". Dan aku hairan, bagaimana engkau boleh berdoa sedemikian sedangkan engkau tidak mengetahui bagaimana cinta Allah kepadamu".

Hamba tersebut pun berkata, "Wahai tuan, engkau adalah Imam 'Abdullah ibn Mubarak yang terkenal seluruh Haramain dan sekitarnya. Bagaimana aku ingin menjelaskan kepadamu sedangkan engkau imam kami, mustahil engkau tidak mengerti hal ini". Beliau pun tetap menyuruh hambanya itu menjawab persoalannya, lalu hamba tersebut menjelaskan, "Wahai tuan, kita ini adalah haadith(yang baharu) dan juga makhluqnya. Bagaimana kita boleh mengatakan cinta kita kepadaNya, sedangkan cinta kita itu adalah sebahagian daripada yang baharu, sedangkan cintaNya pula adalah qaadim(yang kekal sedia ada). Adalah tidak beradab apabila kita mendahulukan cinta kita kepadaNya, sedangkan cintaNya terhadap kita adalah terlebih awal sebelum kita diciptakan".

Mendengar penjelasan hambanya tersebut sambil menitiskan air mata, beliau berkata, "Wahai hambaku, sekarang aku bebaskan kamu daripada menjadi hamba". Lalu, hamba tersebut meminta izin daripada Imam 'Abdullah ibn Mubarak untuk solat dua rakaat di dalam biliknya. Imam 'Abdullah ibn Mubarak pula tidak berganjak dari tempatnya, dan terdengar suara hambanya tadi berdua dalam sujud yang kedua, "Wahai Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah membukakan rahsia antaraMu dan aku terhadap tuanku ini. Maka, aku memohon kepadaMu wahai Tuhanku, Engkau cabutkanlah nyawaku dan agar rahsiaku tetap tersimpan denganMu". Apabila Imam 'Abdullah ibn Mubarak masuk ke dalam bilik hamba tersebut, beliau mendapati bahawa lelaki tersebut telahpun wafat dalam keadaan sujudnya tadi dan beliau memaqamkan lelaki tersebut sebagai seorang yang amat mulia.

Rabu, 08 Agustus 2012

KITAB MADARIJUS SALIKIN SIRI 3 : CAKUPAN SURAT AL FATIHAH TERHADAP MACAM-MACAM TAUHID (IBN AL JAUZIYYAH)

SIRI 3

IBNU QAYYIM AL JAUZIYYAH

Tauhid itu ada dua macam:
1. Tauhid dalam ilmu dan keyakinan.
2. Tauhid dalam kehendak dan tujuan.
Yang pertama disebut tauhid ilmu karena keterkaitannya dengan
pengabaran dan pengetahuan. Tauhid kedua yang disebut tauhid kehendak
dan tujuan, dibagi menjadi dua macam: Tauhid dalam Rububiyah dan
tauhid dalam Uluhiyah.
Tauhid ilmu berkisar pada penetapan sifat-sifat kesempurnaan,
penafian penyerupaan, peniadaan aib dan kekurangan. Hal ini bisa diketahui
secara global maupun secara terinci. Secara global dapat dikatakan,
"Penetapan pujian hanya bagi Allah". Adapun secara terinci dapat dikatakan,
"Penyebutan sifat Uluhiyah, Rububiyah, rahmah dan kekuasaan.
Empat sifat ini merupakan pusaran asma' dan sifat."
Pujian di sini berarti pujian terhadap Dzat yang dipuji dengan menyebutkan
sifat-sifat kesempurnaan dan keagungan-Nya, disertai kecintaan,
ridha dan ketundukan kepada-Nya. Seseorang tidak bisa disebut
orang yang memuji jika dia mengingkari sifat-sifat yang dipuji, tidak
mencintai, tidak tunduk dan ridha kepadanya. Jika sifat-sifat kesempurnaan
yang dipuji lebih banyak, maka pujian pun semakin sempurna.
Begitu pula sebaliknya. Karena itu segala pujian hanya tertuju kepada
Allah karena kesempurnaan dan banyaknya sifat-sifat yang dimiliki-Nya,
yang selain Allah tidak mampu menghitungnya. Karena itu pula Allah
mencela sesembahan orang-orang kafir dengan meniadakan sifat-sifat
kesempurnaan darinya. Allah mencelanya sebagai sesuatu yang tidak bisa
mendengar, melihat, berbicara, memberi petunjuk, mendatangkan manfaat
dan mudharat. Maka Allah menjelaskan hal ini seperti dalam perkataan
Ibrahim Al-Khalil,
"Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak
mendengar, tidak tnelihat dan tidak dapat menolongmu sedikitpun?"
(Maryam: 42).
Andaikata sesembahan Ibrahim seperti sesembahan bapaknya, Azar,
tentu bapaknya akan menjawab, "Toh sesembahanmu seperti itu pula.
Maka buat apa kamu mengingkari aku?" Sekalipun begitu sebenarnya
Azar juga tahu siapa Allah, sama seperti orang-orang kafir Quraisy yang tahu
siapa Allah, tapi mereka menyekutukan-Nya. Begitu pula kaum Musa. Firman
Allah,

"Dan kaum Musa, setelah kepergian Musa ke gunung Thur membuat
dari perhiasan-perhiasan (emas) mereka anak lembu yang bertubuh
dan bersuara. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa anak lembu itu
tidak dapat berbicara dengan mereka dan tidak dapat (pula) menun-jukkan
jalan kepada mereka? Mereka menjadikannya (sebagai sesembahan) dan
mereka adalah orang-orang yang zhalim." (Al-A'raf: 148).
 
Jika ada yang berkata, "Bukankah Allah tidak bisa berbicara dengan
hamba-Nya?" Maka dapat dijawab sebagai berikut: Allah berbicara dengan
hamba-hamba-Nya. Di antara mereka ada yang diajak berbicara dengan
Allah dari balik hijab, yang lain ada yang tanpa perantara, seperti Musa,
ada yang berbicara dengan Allah lewat perantara malaikat yang diutus,
yaitu para nabi dan rasul, dan Allah berbicara dengan seluruh ma-nusia lewat
para rasul-Nya. Allah menurunkan firman-Nya kepada mereka yang
disampaikan para rasul, "Ini adalah firman Allah dan Dia meme-rintahkan
agar kami menyampaikannya kepada kalian." Berangkat dari sinilah orangorang
salaf berkata, "Siapa mengingkari keadaan Allah yang dapat berbicara,
berarti dia mengingkari risalah para rasul." Begitu pula kaitannya dengan
sifat-sifat Allah selainnya.
Dari sini dapat diketahui bahwa hakikat pujian mengikuti ketetapan
sifat-sifat kesempurnaan, dan penafian hakikat pujian ini juga mengikuti
penafian sifat-sifat kesempurnaan.