Selasa, 12 Mei 2015

MA'RIFAT KEPADA ALLAH BUKAN SEBAB ILMUNYA


FADHOL ALLAH DIBERIKAN KEPADA YANG DIKEHENDAKI

Bismillahir rohmaanir rohiim
Assalamu'alaikum wr wb


Kesadaran hamba kepada Allah, merupakan keadaan kondisi rohani dalam keadaan frekwensi tinggi.

 Ibarat sebuah getaran nada, ada yang disebut BAS - BARITON - TENOR .

Getaran atau Frekwensi rendah disebut Bas. sebab jarak interval dari nada bas itu jarang atau melebar. Dengan kata lain, garis penyimpangannya jauh. jika pada sebuah gitar, keadaan talinya kendor. walaupun nadanya ditinggikan, dia tetap menghasilkan suara bas. walau didekatkan dengan ujung talinya, intervalnya masih besar. garis penyimpangannya juga masih besar. hanya nadanya saja yang tinggi. getarannya tetap tergolong rendah dan tidak bisa melengking. alias nggeber.

Berbeda dengan Bariton. Bariton ini intervalnya lebih kecil. garis penyimpangannya sedikit jika dibandingkan dengan Bas. Dia tidak terlalu kendor. getarannya lebih cepat.

Yang paling sedikit intervalnya dan paling sedikit garis penyimpangan adalah Tenor. dia hampir tidak menyimpang dari garis talinya. apalagi ketika tali gitar itu dipetik makin dekat dengan ujungnya, dia makin sedikit intervalnya. hampir tidak terjadi penyimpangan sama sekali. dia bisa melengking. jika makin dekat dia makin melengking. Makin cepat getarannya. Dalam sekali petik dia bergetar ribuan bahkan jutaan kali. 

kecepatan frekwensi gitar ini bukan sebab baik buruknya tali gitar. bukan sebab mewahnya atau harganya tali. biarpun mahal harga talinya tetap tidak ada hubungan dengan frekwensi getarannya. sebab ketinggian frekwensi itu ditentukan oleh berapa banyak intervalnya tiap detik. makin kencang talinya makin tinggi frekwensinya dan makin sedikit intervalnya hingga getaran per detiknya ribuan kali dan bunyinya melengking dan makin melengking lagi jika didekatkan atau dipendekkan jaraknya . 

Haaah. ini kalau bukan ahli musik, tidak tahu soal ini. kalau hanya memahami ilmunya saja mungkin kurang memahami tentang ini. Sebab tidak ikut merasakan getaran tali gitar itu sendiri. walaupun tidak mempelajari ilmu musik, dia tahu dan merasakan betul ketinggian getarannya tali. dia merasakan langsung dan bersentuhan dengan tali gitar. sebaliknya, orang yang mempelajari ilmu bunyi, ilmu getar, bahkan ilmunya musik, dia tetap tidak bisa dikatakan ahli. Orang ini hanya pandai bercerita. cerita ilmiah tapi tidak bisa mengilmiahkan. Bahkan dia tidak boleh disebut faham musik . Walaupun dia mengaku faham dan cinta musik , dia tetap bukan orang yang faham musik akan tetapi dia hanya faham ilmu tentang musik. Dia tetap bukan orang yang ahli ( sadar ) kepada musik.

Sebagai contoh lain lagi yaitu sebuah detak jam. jika jarumnya panjang, maka dia membutuhkan gerigi gear yang lebih besar dan gigi geriginya jarang. tiap getigi menghsilkan detakan bunyi yang jarang. makin panjang jarumnya, maka makin besar geriginya dan makin jauh interval bunyinya. TAK TIK TAK TIK. Bunyinya makin jarang dan tidak bisa berdentang tiap detik. mungkin beberapa detik baru berdentang. Berbeda dengan jam yang roda gerigiya kecil dan jarumnya pendek. makin kecil rodanya makin banyak geriginya, semakin halus bunyinya maka semakin cepat detak bunyinya. jika perlu, tidak ada detakan lagi sebab geriginya makin rapat hingga tampak tak bergerigi. makin tinggi frekwensinya. hanya suara halus tanda berputar.  

demikian juga dengan keadaan hati manusia. makin dekat kepada Allah, makin banyak ingat dan makin banyak dzikirnya makin bergetar hatinya makin sedikit penyimpangannya dan makin sedikit perbuatan dosanya bahkan tidak sama sekali berbuat dosa. ketaatannya makin tinggi. makin sempurna ketaqwaannya. interval dzikirnya makin cepat. banyak para kekasih Allah, berdzikir setiap detik. ada yang tiap setengah detik, ada yang seper sekian detik sebagaimana getaran tali gitar yang mampu bergetar ratusan hingga ribuan kali perdetiknya. dan yang paling sempurna, seorang hamba senantiasa berdzikir secara daaiman. nonstop tak bisa dihitung berapa kali perdetiknya. Jika kita melihat getaran tali gitar, mampu bergetar ribuan kali perdetiknya, sudah barang tentu, getaran hati manusia jauh lebih kuat dan lebih cepat secepat pergerakan kilat. Getaran hati manusia tidak mampu dideteksi oleh alat. kalau fikiran masih bisa diukur menggunakan alat yang sesuai. sebab dia tidak mau jauh jauh dari detak jantung . gerak dan getaran pikiran manusia saja sudah melampaui getaran tali gitar. Gerakan getaran pikiran manusia mampu menggerakkan jasad. hingga gerakannya makin halus dan makin halus dan terkontrol oleh akal pikirannya dan menciptakan gerakan. ketika sakit, getarannya menurun. Tapi kalau getaran hati belum ditemukan. karena sulitnya mengungkapkan getaran hati, hingga bahasa kelakarnya ada yang mengatakan bahwa gerakan getaran hati itu hampir sama dengan yang menciptakan. tapi bahasa kelakar ini tidak pantas diteruskan. satu detik di satu tempat, satu detik bisa dibumi belahan lain. bisa menerobos hingga ke alam lain. 

Jika sudah pada tataran iman paling tinggi, ( Iman Musyahadah ) maka dzikirnya sudah tidak menjadi acara. Ketaatan dan ketaqwaan sudah tidak menjadi acara. apa lagi ilmunya. sebab ilmu ilmu itu adalah rambu rambu yang menjadi acara ketika berangkat berjalan menuju Allah. manusia jenis ini sadar ( makrifat ) kepada Allah. mengerti hukum agama, menyadari hukum Allah.

Pada tataran iman musyahadah, makrifat puncak tertinggi, mahluk tidak jadi acara. dia menyadari betul bahwa ilmu itu mahluk. Dzikir juga mahluk. taat maupun taqwa juga mahluk. semuanya itu hanya mahluknya Allah yang diturunkan ke dalam hati manusia untuk memerbaiki prilaku ubudiyah seorang hamba. Sudah barang tentu, pada tataran iman Musyahadah, mahluk mahluk Allah yang berwujud ilmu, berwujud dzikir, wujud ta'at, wujud taqwa dan lain sebagainya tetap melekat pada diri hamba tersebut. Namun semua itu tidak lagi menjadi acara baginya. Acara baginya hanya Allah. justru kondisi inilah Ilmu Allah yang diterimanya makin meningkat. amalnya meningkat, ibadahnya meningkat. ketaqwaannya berlipat ganda walaupun sudah tidak menjadi acara. Dia sadar betul bahwa mahluk termasuk dirinya itu diciptakan dan digerakkan Allah. ( wallohu kholaqokum wamaa ta'maluun )
dia pelaku Alqur'an dan Hadits. hamba ini sebenarnya refrensi utama alqur'an dan hadits bagi hamba Allah yang lain namun kebanyakan manusia jadi pangling kepadanya. Sebab alqur'an dan hadits Rosululloh itu bersifat sirri sirri yang tidak mudah ditangkap oleh semua orang kecuali mendapatkan hidayah. orang yang mahjub bisyumusyil ma'arif akan silau kepada orang tersebut hingga banyak yang miskil dan tidak bisa menerima ungkapan ungkapan mutiara yang terlontar dari lisannya.

Sangat jauh berbeda dengan orang yang belum sadar ( makrifat ) kepada Allah. Dia masih mengandalkan ilmunya, bagi yang mencari ilmu. semua ditata rapi oleh ilmunya. hidupnya diatur oleh ilmu. Dia mengandalkan kitab kitab yang dipelajarinya. Dia mengandalkan ilmu makrifatnya jika dia mendalami ilmu makrifat. Dia mengandalkan amal bagi yang suka beramal. Dia mengandalkan keahliannya jika dia memiliki. Bahkan mengandalkan kalkasinya jika dia ahli pergitungan. Dia mengandalkan hartanya jika doa kaya. Sehingga dia dikendalikan oleh ilmunya. Jika dalam Alqur'an dan hadits tidak tampak secara leksikal, secara alih bahasa, dianggap tidak benar. sebab secara bahasa tidak tertranskrip. Dia tidak dikendalikan oleh Allah tapi dikuasai ilmunya tapi tidak disadari. Semoga semua diberi hidayah. Aamiin.

Semoga kita dibuka kesadaran bahwa seseorang itu selamat bukan sebab ilmunya. kita masuk surga bukan sebab ilmu yang ada pada kita akan tetapi sebab FADHOL ALLAH . kalimat ini semoga tidak diplintir. sebab keadaan iman yang dikendalikan ilmu itu sangat erat dengan pikirannya. Sehingga diputar balikkan oleh pikirannya hingga tumbuh kalimat bahwa jika kita masuk surga sebab fadhol Allah berarti tidak perlu aqidah. Nah ini namanya memutar balikkan. memlintir tauhid dianggap shirik dan shirik dianggap tauhid. 

Semoga kita semua tanpa terkecuali senantiasa diberi taufiq hidayah Allah subhanahu wata'aala. diberi syafa'at tarbiyah Rosululloh shollallohu alaihi wasallam dan diberi jangkungan do'a restu para kekasih Allah khushushon beliau shultanul auiya au Ghoutsi Hadzaz Zaman Rodhiyallohu Anh. Aamiin yaa tobbal 'aalamiin.

wassalamu'alaikum wr wb.

Rabu, 06 Mei 2015

BERTEMU ROSUL DALAM SURAH ALFAATIHAH

Bismillahir rohmaanir rohiim

Ashsholati was salamu' alaika Yaa Sayyidii Yaa Rosulalloh. Adriknii warobbinii.

Semoga kajian ini betul betul menjadi sebab terbukanya taufiq hidayah Allah SWT. Untuk itu kita perlu senantiasa menerapkan takdziiman ikroman wa mahabbatan hingga beliau shollallohu alaihi wasallam berkenan mencurahkan syafa'at dan tarbiyahnya.
Surah al fatihah, dikenal sebagai surah pembuka. Juga dikenal sebagai ummul qur'an. Kandungan pokok dari Alqur'an. Bahkan kandungan dari berbagai sirri sirri al qur'an.
Sebagaimana kita ketahui bersama secara harfiyah surah al fatihah memiliki tujuh ayat yang diawali dengan kalimat BISMILLAHIR ROHMAANIR ROHIIM sebagai ayat pertama. Diakhiri dengan kalimat "GHOIRIL MAGHDHUBI 'ALAIHIM WALADH DHOOLLIIN"
Kali ini kita sedang memohon kepada Allah untuk diberi bisa bertemu Rosul dalam kandungan surah alfatihah. Oleh sebab itu hendaknya kita senantiasa memusatkan perhatian hanya kepada Allah. Kita perlu menerapkan *LAA MAUJUDA ILLALLOH* Kita perlu senantiasa menerapkan bahwa tidak ada yang wujud kecuali Allah. Jika kita belum diberi bisa menerapkan tidak ada yang wujud kecuali Allah, paling tidak kita yakini dulu bahwa semua yang ada termasuk diri kita ini wujud sebab diwujudkan oleh Allah. Jika sudah kita yakini betul minimal kita sedang dalam kekuasaan Allah. Semua perwujudan sabab Allah. Sebab Rohman yang tak terhingga atas nama Allah yang maha pengasih lagi penyayang.
Di sini kita bersama sama memohon do'a restu semoga baginda Rosul berkenan memperkenalkan diri kepada kita melalui kedudukan beliau sendiri di samping Allah. Yang mana beliau tidak berdiri sendiri tanpa kehendak Allah sendiri. Justru sebab #QUDROH kehendak Allah beliau berdiri.
Atas #IRODAH Allah beliau beliau berbuat.
Sebab #WUJUD Allah beliau menjelma. Atas #WAHDANIYAH Allah beliau menjadi AL WAHID.
Akibat dari #AHADIYAH Allah beliau menjadi #WAHIDIYAH.
Dengan Wahidiyah maka mahluk senantiasa memiliki sifat ketergantungan - #SHOMADIYAH HAQIQI.
Oleh sebab itu kita diwajibkan senantiasa berdepe depe. Senantiasa nglesot ( #TAQORRUBAN BIL MULAIM WAL IFTIQOR ) ke pangkuan beliau. Jika bukan karena #IMDAD Allah kepada seluruh alam, termasuk kepada kita semua, tentu kita sudah binasa dan masuk golongan #ALMAGHDHUB.
Dalam bacaan #BISMILLAHIR ROHMAANIR ROHIM" Secara alih bahasa ringan kita diberi arti " Dengan menyebut asma Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Disini Allah subhanahu wata'aala memperkenalkan diri dengan asma. Yaitu ASMA UL A'DZOM ALLAH. (NAMA YANG AGUNG YAITU ALLAH).
Pendekatan di sini kita menekankan pada Ismmuhu. Bi Ismuhu. Dengan Nama pengganti sebagai sebutan Allah. Jika kita sudah diberi pemahaman makna harfiyah dari nama pengganti, ini adalah Nama sebuah alias. Nama sebutan untuk mewakili dari pada yang diwakili. Yaitu Asma Allah.
Jadi bukannya tidak boleh kita menggunakan nama sebutan yang lain? Tentu boleh selama nama sebutan itu memenuhi syarat untuk mewakili yang diwakili dan tidak bertentangan dengan Nash dalam kitab kitab yang diturunkan kepada Nabi Nabi. Jika ada suatu kaum memiliki nama sebutan tertentu sebagai pengganti dari Allah, itu sah sah saja dalam kontek maksud. Namun sejarah panjang generasi manusia, dari sejak awalnya manusia hingga sekarang, nama sebutan selain Allah belum mampu mewakili sifat apalagi dzat Allah, Nama pengganti dsri sang maha segalanya dengan sebutan nama #ALLAH# sudah diterima oleh pendahulu dan para pembawa agama samawi. Pembawa agama langit istilahnya, yaitu agama semua para nabi sejak manusia pertama hingga nabi nabi generasi manusia sesudahnya. Untuk agama bukan samawi, semuanya merupakan nama sebutan secara lokal yang sifatnya untuk mewakili nama dari sang pencipta. Contohnya :
orang Yahudi menyebut nama sebutan sang pencipta dengan sebutan YAHVEH.
Orang hindu menyebut dengan Hyang widhi wasa.
Orang jawa menyebut dengan gusti kang murbeng dumadi atau kita menyebutnya dengan istilah Tuhan. Semua nama nama sebutan itu maksudnya untuk mewakili nama sebagaimana kita menggunakan sebutan Allah.
Nah. Sampai disini apakah kita sudah menemukan yang dimaksud? Jawabnya belum. Sebab sejak permulaan dari kajian ini kita masih berputar putar saja
 kita masih berkutat pada tingkat asma atau nama atau sebutan. Ibarat orang mencari sesuatu, orang itu baru mengenal sebutannya saja. Orang itu baru mengetahui istilahnya saja. Orang itu baru mengetahui panggilannya saja sebagai alias dari sesuatu yang dicarinya akan tetapi belum menemukan barangnya. Jika barangnya belum ditemukan pasti semuanya teka teki. Jika sesuatu atau barangnya belum dibuktikan keberadaannya, maka orang itu belum menemukan yang dicari. Alias dia masih meraba raba. Alias dia tidak bisa mempertanggung jawabkan kepada dirinya sendiri apalagi kepada orang lain akan apa yang dicari. Dia kesana kemari mempertanyakan hingga memperkenalkan nama sebutan kepada orang sementara dirinya sendiri sebenarnya tidak mengetahui seperti apa barangnya. Dia ke sana kemari tidak menemukan apa apa kecuali nama panggilan saja. Dia kesana kemari melafalkan kalimat tanpa mengetaui seperti apa barangnya. Atau dia kesana kemari melafalkan asma Allah tanpa mengenal seperti apa Allah itu. Atau dia kesana kemari hanya melantunkan Kalimat thoyyibah yang sebenarnya masih dalam membayangkan arti dan makna kalimat yang dibunyikan.
Lalu apa kita salah ke sana kemari melantunlan asma Allah ? Tentu tidak salah. Bahkan itu perintah. Namun betapa sempurnanya ketika kita diperintah lalu kita menyadari akan perintah itu sendiri. Sebagaimana kita bekerja kemudian kita menyadari maksud dan tujuan dari bekerja itu sendiri. Sebagaimana kami menulis seperti saat ini, kemudian kami menyadari maksud dan tujuan kami menulis. Ini namanya koreksi diri sendiri. Jika kami menulis ini maksud dan tujuannya tidak jelas, maka hasilnya juga tidak jelas.
Sebelum melangkah terlalu jauh, maka tulisan inipun perlu dibuat kerangka maksud dan tujuan sesuai dengan judulnya.
Judul kajian ini adalah BERTEMU ROSULULLOH DALAM SURAH ALFATIHAH. Maka maksud dan tujuannya tiada lain adalah sadar mengabdikan diri dengan cara memohon dibuka kesadaran akan kedudukan Rosululloh di samping Allah sebagai permohonan kesadaran yang sempurna akan syahadat risalah yang sudah kita yakini. Jika kita mengaji atau menulis itu maksudnya untuk selain kesadaran menghambakan diri, maka tujuannya akan lain dengan kehendak Allah. Bisa jadi kita bertemu Rosul akan tetapi tidak sesuai. Bisa bisa kita suul adab. Sama halnya syetan. Dia bukannya tidak mengenal Allah, bahkan dia tahu bahwa Allah sang pencipta alam. Namun dia suul adab. Dia menyombongkan diri di hadapan Allah dan Rosulnya hingga disebut tidak sadar.
Dalam kalimat #BISMILLAH kita mengawali permohonan dengan memohon bimbingan. Sambil apapun kita, hendaknya senantiasa berdepe depe. Senantiasa mulaim hingga menyungkurkan diri di hadapan Allah dan Rosulnya. Ini merupakan salah satu dari sekian banyak syarat bertemu dengan yang lebih tinggi hingga paling tinggi keddudukannya. Oleh sebab itu pikiran dan perasaan kita pusatkan hanya kepada Allah.
Kalimat Bismillah, terdiri dari lafal BI - ISMU - ALLAH . Lafal BI sebenarnya sebuah kalimat yang apabila diterjemahkan, tidak akan ada habisnya. Begitu juga dengan lafal lafal lain
nya. Dalam kajian ini kita memohon dibuka pintu menuju Allah melalui lafat #ISMU. Secara alih bahasa, Ismu berarti Nama. Sebutan pengganti Allah . Nama panggilan yang mewakili Allah. Allah yang maha Esa. Allah yang Tunggal. Allah Maha Esa sifatnya dan Allah yang tunggal Dzatnya. Wahid bisifatihi dan Ahad bidzatihi. Asma Allah yang WAHID DAN AHAD.
Wahid bisifatihi bahwa Allah itu Maha Esa sifatnya yang berbilang serta bilangan dari sifat Allah tidak dimiliki mahluk. Sehingga sifat dari mahluk senantiasa kebalikan dari sifat Allah. Hanya sifat Allah saja yang berhak memilikinya. Selain Allah tidak berhak dan tidak akan memilikinya. Sifat berbilang ini sebanyak bilangan yang hanya diketahui oleh Allah sendiri .
Sifat Allah yang sebenarnya tidak bisa dihitung namun hanya Allah yang memiliki. Misalnya salah satu sifat ke-esa-annya yaitu ( Asma ) WUJUD. Selain Allah tidak memiliki sifat wujud. Selain Allah pasti wujudnya sebab diwujudkan. Sehingga selain Allah tidak mungkin akan wujud jika tidak diwujudkan. Oleh sebab itu sifat wujudnya Allah itu Esa. Sifat wujudnya Wahid. Sifat Qidamnya Allah juga Wahid. Demikian juga dengan sifat Baqo, Mukholafatu Lil Hawadits dan seterusnya semuanya Wahid. Semuanya Esa sebagaimana tertuang dalam ASMAUL HUSNA. Tidak ada ciptaan yang bisa menyamainya. Tidak ada mahluk yang memiliki sifat ke-esa-annya.
Dari sini kita diberi tahu bahwa sifat itu merupakan perwujudan atau manifestasi yang mewakili wujud itu sendiri. Sifat itu sendiri adalah wakil dari yang disifati. Dengan bahasa tegas bahwa sifat itu diperintah untuk mewakili yang disifati. Sifat itu mewakili sebab diperintah ( Qohhar ). Sehingga sifat itu menempati jabatan yang diperintah atau yang diutus. Sifat itu diutus oleh yang mengutus secara absolut. Secara haq bidzatihi. Secara otomatis tanpa harus diupayakan.
Sebagai contoh bahwa gula itu manis. Yang manis itu bukan gulanya, akan tetapi sifat dari gula itu yang manis. Dzat gula yang tidak memiliki rasa apa apa secara otomatis memerintahkan sifat manis untuk memenuhi perwujudan gula untuk menjadi manis secara absolut dengan sifat yang memaksa berupa Qohhar hingga di Qodar. Ini bukan kemauan gula akan tetapi kemauan dzatnya gula sehingga sifat itu hadir memenuhi gula atas kemauan dzat gula itu sendiri. Maka dengan hadirnya sifat gula kepada gula hingga menjadi sebab manisnya gula. Di sini sifat manis menduduki jabatan yang diperintah atau diutus ( Rosul ) dan dzat gula itu sebenarnya tidak ber bentuk, tidak bersusunan apa apa. Dzat gula tidak membutuhkan bantuan sifat gula dan justru sifat gula itu tersusun dari berbagai macam sifat yang sifatnya justru mewakili kedudukan dzat gula itu sendiri. Hanya saja dalam kajian ilmiah tentang istilah Dzat terjadi penyalah gunaan antara Dzat dan Sifat sebab dibaca dan diteliti menurut hukum kebendaan . Secara ilmiah, diteliti menggunakan hukum mahluk dan keluar dari tauhid. Sebab yang mengkaji ilmiahnya kebetulan bukan orang yang meng-esa-kan Allah namun diterima dan disahkan oleh sebuah kompetensi. Kompetensi non tauhid. Kompetensi yang merusak iman tapi tidak disadari. Mestinya Dzat itu bukan benda, bukan rasa, bukan warna, bukan susunan maupun unsur kebendaan. Sebab soal rasa maupun warna itu adalah sifat dari kebendaan. Sejak dari sini, soal nama dan sebutan sudah terjadi kerusakan tauhid.
Kita perlu waspada dengan ilmu dan kajian ilmiahnya. Soal sifat dan dzat bukan milik mahluk. Sifat manisnya gula itu bukan miliknya gula. Akan tetapi milik Dzat gula.
Kita perlu menyadari bahwa gula itu manis sebab hadirnya sifat manis yang diutus oleh Dzat dengan sifat Qohharnya hingga dhahir kepada gula. Hal ini sebagai contoh ibaroh bagi kita yang diberi akal fikiran.
Pendekatan ilmiah yang kita terima sebagai pengertian secara maknawiyah bahwa seluruh Asmaul khusna yang diperkenalkan kepada kita merupakan sifat Allah yang maha Esa yang mana sifat itu menduduki jabatan sebagai utusan Allah dalam mewakili tugas Allah sendiri dalam memanifestasikan existensi Allah sendiri. Bukannya Allah meminta pertolongan kepada sifatnya akan tetapi sifat Allah yang dipergunakan oleh Dzat Allah hingga sifat itu diberi bisa mewujudkan kehendak Allah kepada alam semesta.
Insyaallah pendekatan ini sudah mengajak kita untuk berkenalan dengan sifatnya secara ilmiah. Selebihnya ditentukan oleh Dzat bagaimana sifat yang senantiasa diutus ini hadir kepada semua ciptaan. Hadir kepada mahluk. Hadir memberikan warna, rasa dan bentuk yang seindah indahnya kepada setiap mahluk termasuk kita para manusia. Tanpa hadirnya sifat yang kesemuanya disebut Nur yang menjadi cikal bakal segala ciptaan. Tanpa adanya Nur, kiranya tidak akan ada warna ciptaan. Yang perlu menjadi catatan penting bahwa segala kejadian apapun pada langit dan bumi sebab Nur dan jangan sampai salah penafsiran bahwa yang menciptakan langit dan bumi ini adalah Nur akan tetapi alam semesta yang dimaksudkan Allah sebagai langit dan bumi ini diciptakan menggunakan Nurnya Allah sendiri yang sebagaimana yang tertuang dalam alqur'anul kariim surah an nuur ayat 24 dan seterusnya.
Dikarenakan ini ranah hidayah, maka tanpa hidayah, manusia akan tertutup oleh Nur. 

Berlanjut
Semoga diberi hidayah
Wassalamu'alaikum wr wb