Kamis, 23 Oktober 2014

CATATAN IBADAHNYA KOSONG

SELAIN WALIYULLOH IBADAHNYA TEKA TEKI
( Kajian syariat bidang wushul )


Aasalamu'alaikum wr wb.
Bismillahir rohmaanir rohiim


ucapan syukur Alhamdulillah senantiasa kita haturkan kepada Allah SWT, atas limpahan nikmat yang tak terhingga diberikan kepada kita semua sehingga salah satunya diberi bisa mengikuti dan menkaji diri kita sendiri indalloh wa rosulihi SAW. maka tak lupa pula kita haturkan salam ikroman, ta'dziiman wa mahabbatan kepangkuan junjungan kita Rosulullohi SAW beserta pengikutnya min awalihim ila akhirihim khushushon beliau Ghoutsi HadAz Zaman RA.

Dengan keyakinan penuh bahwa semua kekasih Allah senantiasa menjangkung restu hingga untaian kata ini menjadikan sebab yang kuat diterimanya semua permohonan baik yang kita ucapkan maupun yang terlintas dalam hati . 

Semoga siapapun yang membaca untaian kata ini tidak lama lagi betul betul dibuka kesadaran fafirru ilalloh wa rosulihi SAW.

Mari kita koreksi bersama sama akan apa yang selama ini kita kerjakan. Menjelang akhir tahun hijriyah 1435 H, tentunya kita perlu menghitung diri kita sendiri sebelum kita dihitung.

Kita sama sama mafhum apa itu Lillahi ta'aalaa. kita semua tahu bahwa kita diperintah mengabdi kepada Allah sejak kita diciptakan dan hingga waktunya . Berapa persen hidup kita untuk menghamba kepada Allah dan berapa persen untuk menghamba kepada nafsu kita sendiri atau mengabdi kepada selain Allah.

Kita sama sama tahu, *Wamaa kholaqtul jinna wal insa illa liya'buduun. *Dan tidaklah kuciptakan jin dan manusia melainkan untuk mengabdikan diri. Menghamba kepadaku kata Allah. jadi dalam alqur'an surat Addzariyat 56 sudah jelas bahwa kita tercipta hanya untuk mengabdi hingga tidak ada waktu maupun aktifitas selain mengabdi kepada Allah tentunya. 

Untuk itu kita perlu mengoreksi diri kita sendiri. sejak pagi hari, kita bangun, berdiri, berjalan, bekerja hingga siang, hingga sore, hingga malam, hingga kita tidur dan bangun lagi. jika diteliti betul, dalam hitungan jam bahkan menit saja bisa terdapat ribuan perbuatan. bahkan diam itu juga sebuah perbuatan. berbuat untuk tidak melakukan aktifitas tertentu. Jadi diam itu juga af'al. 

Sebuah pertanyaan besar yang harus kita jawab sendiri.
Sudahkah kita gunakan untuk mengabdi kepada Allah ? Sudahkah kita niatkan untuk menghamba sesuai ayat tersebut ? atau seluruh aktifitas kita justru hanya untuk mengikuti hawa nafsu ? atau tidak ada sama sekali penghambaan ? Atau bahkan saat kita sholat, itupun bukan mengabdi?..... sebab sholat kita masih menuntut imbalan dari Alloh? menuntut surga? menuntut supaya tidak masuk neraka? Jika itu yang terjadi, maka tidak ada harapan bagi untuk selarmat. semua bentuk pengabdian kita masih didorong oleh imbalan. Apakah bisa sebuah pengabdian yang didasarkan sebuah imbalan disebut pengabdian? . Tepatnya akan lebih tepat jika kita sebut barter. Tepatnya ini sebuah transaksi tukar menukar. 

Ketika kita menyadari akan hal ini, kita akan melihat dengan mata kita sendiri bahwa sebenarnya kita masih belum pernah beribadah. Kita belum pernah mengabdi kepada Allah. Kita belum menjadi hamba Allah menurut ukuran ilmu wushul. Ibadah kita tukar dengan fadhol Allah 

Semua aktifitas apapun termasuk Sholat, Puasa, Zakat, haji, dan seterusnya, hingga semua perbuatan yang tidak dikitabkan, seperti makan, tidur, bekerja, kumpul keluarga, dan seterusnya. Semuanya akan dicatat ibadah selama dalam pelaksanaannya diniatkan semata mata untuk mengabdikan diri kepada Allah tanpa pamrih apapun. Jadi ini merupakan hukum Allah yang tidak semuanya menjadi hukum islam. Ketika kita melakuakan sebuah aktifitas jika tidak untuk mengabdi kepada Allah tanpa pamrih, tentu itu semua bukan ibadah. Walaupun aktifitas itu berupa sholat sekalipun. sekalipun itu berupa puasa, berupa zakat, berupa amal kebajikan, Allah tidak akan mengakui sebagai ibadah. Allah hanya mengakui sebagai aktifitas biasa, sebatas sebuah fi'luhu dari sebuah Aamiluun. 

Dari sekian juta aktifitas kita, kesemuanya masih berupa perbuatan Lahir yang masih merupakan perbuatan yang tidak bisa menyebabkan kita selamat dari segala urusan kewajiban kita kepada Allah sebagai hamba selama dalam pelaksanaannya tidak di dasari Lillahi ta'ala. Bagaimanapun keihlasan kita dalam berbuat, tidak akan menjadi sebab bagi kita untuk menjadi Abdullah. Sudah murni tanpa pamrih, tapi dasarnya tidak semata melaksanakan perintah Allah. Bahasa ringkasnya dalam istilah Wahidiyah, bahwa perbuatan kita masih mengandung unsur Lighoirillah. Unsur supaya baik, unsur supaya berhasil, supaya diakui oleh orang lain, supaya Ihlas dan supaya dan supaya yang semuanya tetap merusak amal itu sendiri. 

Sebagai pemahaman yang tidak bisa kita pungkiri, bahwa semua yang tidak Lillah pasti Lighoirillah. Dan semua yang Lighoirillah itu bukan Ibadah. Atau bahasa sopannya adalah bahwa Ibadahnya masih teka teki. kapan detik Lillah, pasti Ibadah, dan kapan Lighoirillah pasti bukan ibadah yang mana antara keduanya menjadi teka teki yang sangat besar kecuali murni Lillahi ta'aalaa. 

Hanya yang dilindungi Allah akan mampu menerapkan Lillah. Hanya Abdulloh yang menjadi Hamba Allah. Hanya kekasih Allah yang senantiasa menerapkan pengabdian kepada Allah. Sebagaimana dalam sebuah kitab dijelaskan bahwa #Man 'amila Lillah, wahuwa waliyyun au abdulloh.*Siapa saja yang menerapkan Lillah maka dia itu Waliyulloh atau Abdulloh. 

Kiranya sangat jelas bahwa selain kekasih Allah masih belum mampu melaksanakan pengabdian kepada Allah sebab dalam ibadahnya masih ada udang dibalik batu. PAda unsur meminta imbalan dalam setiap aktifitasnya. Ibarat seorang buruh masih menuntut gaji yang sebenarnya sudah menjadi haknya.

Semoga dengan terbukanya kesadaran ini kita diberi bisa secepat kilat bertaubat. Secepat kilat kita memohon ampunan kepada Allah SWT. Mohon syafa'at Rosulullah SAW, dengan bersungguh sungguh tobat makmum dibelakang kekasih Allah Ghoutsi Hadzaz Zaman RA.

Alfaatihah.
Yaa syafi'al kholqis sholatu was salaam, 'alaika nuurol kholqi haadia al anaam, wa ashlahuu wa ruuhahu adriknii faqod dzolamtu abadan wa robbinii, wa laiasa lie yaa sayyidii siwaakaa faintarudda kuntu syhshon haalikaa. Yaa sayyidii Yaa Rosuulalloh. Yaa Sayyidiu Yaa Rosulalloh. Yaa Sayyidii Yaa Rosulalloh.
Alfaatihah.

Ditilik dari sini, kita menyadari betapa sulitnya ibadah. betapa beratnya sebuah pengabdian. betapa tidak mampunya kita menjadi hamba Allah, bagi yang tidak terbuka hidayah sehingga menyadari betul ketidak tahuan kita akan kedudukan kita di hadapan Allah SWT.

Apalagi jika kita koreksi lebih jauh lagi, apa apa yang kita kerjakan, jika tidak semata mata untuk menghambakan diri kepada tuhan, tentu nilainya menghamba kepada selain tuhan. bisa menghamba kepada mahluk ciptaan tuhan. Mahluk tuhan itu bisa berupa apa saja. bisa berupa orang yang kita cintai, bisa perupa pacar, bisa berupa anak, istri, suami, bisa berupa harta yang kita sukai, kesenangan yang kita junjung tinggi, kedudukan yang kita puja. Pangkat dan derajat yang kita damba. semua itu yang membelokkan tugas utama kita dalam menghamba. Bahkan yang paling umum sering terjadi berupa diri kita sendiri. yang pada umumnya diberi sebutan Ananiyah. menyembah dirinya sendiri. Orang yang menyembah dirinya sendiri atau menuruti nafsunya sendiri, atau berbuat sesuatu atas dasar dorongan dari nafsunya sendiri tidak bisa dikatakan mengabdi atau beribadah kepada Allah. sebab ada dorongan dari selain Allah yaitu nafsunya sendiri. Mau tidak mau, menurut ayat atau kalamulloh, yang tentunya sudah menjadi hukum Allah, ini tidak bisa dikatakan mengabdi kepada Allah. Atau boleh jadi dikatakan mengabdi kepada Allah akan tetapi masih ada dorongan dari selain perintah Allah yaitu perintah nafsunya sendiri. 

Yang mana dalam istilah Wahidiyah yaitu Linafsi.

Dengan menengok kejadian nyata pada diri kita yang ternyata mengingkari ayat ayat Allah, dan tidak sesuai dengan pernyataan yang sering kita ucapkan, sehingga suatu ketika ada seorang rekan mengatakan betapa sulit dan licin sekali jalan menuju Allah. Maka kami katakan memang sangat sulit dan Licin sekali, Kita masih tergiur oleh Pundi pundi dari Amal. pundi pundi yang jelas dijanjikan Allah. Pundi Pundi yang tergambar berupa surga. Pundi Pundi Allah dalam bentuk peringatan, berupa gambaran neraka dan lain sebagainya..

Hal ini semakin jelas jika Allah murka kepada kita kebanyakan manusia. Tidak hanya dimurka akan tetapi lebih dari itu, yaitu bahwa orang yang menyembah atau menuruti hawa nafsu itu sangat dibenci oleh Allah. 

#Abghodhu ilaahin ubida lahu fil ardhi huwa al hawa" Sesembahan yang paling aku benci di muka bumi itu adalah hawa nafsu. 

Sekecil apapun yang namanya nafsu, pasti menjeromoskan apabila tidak dirahkan kepada jalan yang sesuai dengan kehendak Allah. Segala bentuk sumber nafsu berpangkal dari dalam hati kita berupa nafsu Ananiyah. Nafsu meng aku aku. Aku kepingin. aku mau, aku tidak mau. Aku suka, aku benci. Aku dan aku dan seterusnya.  

Terjadinya kebaikan atau keburukan di dunia ini, berawal dari adanya nafsu. Maka dalam kajian Wushul kepada Allah, yang dikaji pertama kali adalah tentang nafsu dan pernak perniknya nafsu. 

Sebagaimana kita sadari bersama, bahwa nafsu itu senantiasa mengajak kepada kehancuran apabila tidak diarahkan. Oleh sebab itu , kajian di sini lebih mengedepankan kajian nafsu yang mengarah kepada hal hal menjauhkan kita kepada Allah. 

Sumber nafsu itu sendiri adalah Ananiyah. selebihnya merupakan perinciannya dalam bentuk jenis dan namanya. 

Ada Nafsu Bahimiyah, yang sifatnya menyerupai binatang. prilakunya juga seperti binatang. hidup hanya makan, tidur, sex. 

Nafsu Sabu'iyah, yang sifatnya Ganas, mencengkeram, menghancurkan, membunuh, juga mirip binatang buas, hidup hanya makan, tidur, sex, dan bersifat menghancurkan lawan. 

Nafsu Syaithoniyah, yang sifat dan prilakunya melawan aturan, melawan hukum sosial, hukum agama, hukum negara, pokoknya bersifat kontrdictive dan berusaha membelokkan linnya. 

Nafsu Rububiyah, Menyerupai Tuhan, Meniru sifat tuhan, ingin seperti tuhan. Jika tuhan kuasa, kita juga kuasa walau konteknya berbeda. jika tuhan maha mengetahui, kita juga merasa tahu. Jika Tuhan maha berkehendak, maka kita juga merasa punya keinginan. dan seterusnya hingga merasa mampu menolong lainnya. 

Dalam kajian ini cuma Muhasabah, selebihnya kembali kepada kita masing masing. Kita disuruh menghitung perbuatan mana yang masuk kategori Ibadah dan mana yang bukan ibadah. 

Ketika kita menyadari keadaan kita sedang menempati salah satu macam nafsu, atau sedang dikuasai semua jenis nafsu, yang jelas liammarotun Bissu' , nafsu itu menggeret kepada kejahatan. Mungkin menurut kacamata syariat, tampak tidak jahat, nafsu ingin berhasil umpamanya, nafsu ingin hidup mapan misalnya. ini lepas dari Lillah. Sementara perbuatan yang tidak Lillah menurut ajaran Wahidiyah, berarti perbuatan yang menyimpang dari hukum Allah yaitu mengabdi, hanya kepada Allah. Sudah tentu semua yang tidak Lillah, pasti menyimpang. Bukan besar kecilnya penyimpangan, akan tetapi sekecil apapun sebuah penyimpangan, tetap sebuah ketidak tepatan. yang dimurka itu penyimpangannya. bukan bentuk dan jenis penyimpangannya. 

Di lapangan kehidupan diri kita sendiri menyaksikan jutaan penyimpangan tiap hari. Jika tidak berhati hati, kita sendiri akan ikut tergelincir. Apalagi tidak dikaji dan dikoreksi untuk ditobati. mohon ampunan maghfiroh Allah dan Rosulnya. Semakin tidak ditobati maka semakin menumpuk dan menumpuk. Jadi yang pokok dalam segala aktifitas harus Lillah. Sebagaimana sudah sekian kali kita kaji bersama bahwa semua yang tidak Lillah merupakan penyimpangan. Dosa penyimpangan akibat perbuatan Lighirillah. karena selain mengabdi pasti menyimpang dari hukum Allah SWT. menyimpang dari tuntunan Rosulullah SAW.

Semoga muhasabah ini menimbulkan peningkatan yang luar biasa serta istimewa. sebab waktu kita sudah tidak banyak. Tidak akan cukup untuk modal ahirat yang abadan abada selama lamanya. 

Jika kita menyadari akan hal ini tentu tidak akan ada waktu selain mengabdikan diri kepada Allah. Tidak akan ada urusan selain Allah. Tidak ada tuhan selain Allah. tidak ada penghambaan kecuali kepada Allah. 

Kajian ini baru sepotong, yaitu kajian syariat, kajian lahir, aktifitas lahir. Ibadah jasmani. ibadah yang sebenarnya masih jauh dari yang sebenarnya. Masih belum menyentuh ranah hakikat. sebab Perbuatan Lillah itu berkenaan dengan syariat lahiriyah. Baru jenis dorongan batin yang dimanifestasikan dalam bentuk perbuatan jasmani. masih belum masuk ranah Rohani, yang mana ranah rohani adalah ranah Billah. ranah langit istilahnya. sedangkan ibadah lahir atau jasmani itu masih ranah bumi.

Semoga kajian ini menjadi sebab ditingkatkannya nilai pengabdian kita kepada Allah dan Rosulnya. Dengan niat murni menghambakan diri tanpa pamrih imbalan apapun semua akan menjadi ibadah. 

Wabillahi taufiq wal hidayah
Wassalamu'aaikum wr wb.

Selasa, 21 Oktober 2014

KITAB AL MINAH AL SANIYAH (MENJADI KEKASIH ALLAH) FASAL 17 : ATURAN BERDZIKIR



Oleh Syeikh Abdul Wahhab As-Sya'rani (Tokoh Sufi Mesir)


Orang yang melakukan dzikir harus mematuhi aturan-aturan yang ditentukan. Pertama, tidak boleh syirik dalam dzikir. Para ulama menyatakan, seseorang yang melakukan dzikir dengan masih mengandung unsur-unsur syirik, misalnya masih ada niat-niat lain selain untuk Allah, maka itu akan memutuskan hubungannya kepada Allah dan menghalangi terbukanya hijab hati; sesuai dengan besar kecilnya syirik yang dikandungnya.

Karena itu, setiap guru thoriqot harus memerintahkan para muridnya untuk bersungguh-sungguh dan benar dalam melakukan dzikir. Berdzikir dengan lisan (bukan hanya --dalam-- hati). Setelah mantap, kemudian melakukan dzikir dengan lisan dan hati secara bersama-sama.

Hal ini harus terus menerus dilakukan sampai seseorang mencapai tingkatan tertentu, dan seluruh anggota badannya dapat merasakan ikut berdzikir. Kedua, mengosongkan perut.  Artinya, orang yang melakukan dzikir, sedikit demi sedikit harus mengurangi makannya. Juga mengurangi perkataan-perkataan yang tidak perlu, mengurangi tidur dan menghindarkan diri dari pergaulan masyarakat yang tidak benar.

Ini penting, dan seseorang yang mematangkan tauhidnya memang harus berbuat demikian. Sebab, tanpa kelakuan itu semua, nur tauhidnya akan redup, kemudian mati. Dan kenyataannya, para guru thoriqot banyak yang tidak mampu membimbing murid-muridnya, ketika  mereka merusak (tidak melakukan sesuai) aturan-aturan tersebut. Ketiga, melakukan dzikir dengan suara keras. Ini untuk orang-orang pemula. Dengan suara keras, maka dorongan-dorongan hati, lamunan-lamunan dan lain-lain akan mudah dihilangkan.

Sebaliknya, bila mereka melakukan dzikir secara pelan, dzikirnya akan mudah hilang, mudah terlena dan tidak boleh khusyuk. Keempat, harus didasarkan pada niat atau kehendak yang kuat.Maksudnya, orang yang melakukan dzikir harus mempunyai niat, kehendak dan harapan yang kuat untuk berhasil dalam mendekatkan diri kepada Allah.

Para ulama menyatakan, "Seorang murid harus melakukan dzikir dengan didasari hati dan kehendak yang kuat, sehingga tidak ada tempat sedikit pun dalam hati dan bahagian tubuhnya, kecuali semua ikut bergetar; berdzikir kepada Allah". Para ulama menyamakan kuatnya dzikir ini dengan batu. Yaitu, bagaimanapun kuat dan kerasnya batu, ia akan dapat erpecahkan dengan kekuatan. Begitu pula dengan keras dan rusaknya hati; akan lunak dan tertundukkan oleh dzikir, asal dilakukan dengan sungguh-sungguh dan kemauan yang kuat. Kelima, dilakukan secara bersama-sama (berjamaah). Hal ini dikarenakan,dzikir yang dilakukan secara berjamaah lebih kuat pengaruhnya, dan lebih cepat membuka hijab.

Al-Ghozali, pengarang kitab Ihya Ulumiddin, juga menyatakan hal itu. Iamenyamakan dzikir yang dilakukan secara berjamaah dengan adzan yang disampaikan secara bersama-sama. Yaitu, bahwa adzan yang dilakukan secara bebarengan (jamaah) adalah lebih kuat, lebih keras dan lebih jauh jangkauannya. Adapun soal tempat melakukan dzikir, para ulama menyatakan, bahwa yang terbaik adalah di masjid, di mushalla, atau ditempat-tempat lain yang biasa digunakan untuk dzikir

Mana yang lebih baik, dzikir dengan lafat "Lailaha illallah"saja, atau dengan lafat "Lailaha illallah Muhammad Rasulullah?". Yang lebih baik, bagi pemula, adalah cukup lafat "Lailaha Ilallah"; tanpa ada kata tambahan. Bila sudah mapan dan bagus, terserah.Keenam, dilakukan dengan penuh kesopanan dan takdzim. Yaitu, bahwa seseorang yang akan melakukan dzikir harus menghadirkan Keagungan Ilahy terlebih dahulu dalam hatinya.

Mengonsentrasikan diri dan hatinya untuk menghadap Hadlirat Ilahy

Abu Bakar Al-Kannani menyatakan, di antara salah satu syarat dzikira dalah bahwa orang yang melaksanakannya harus menghadirkan keagungan Ilahy dalam hatinya. Menyiapkan dan memantapkan hati dalam menghadap Hadlirat Ilahy. Tanpa itu, ia tidak akan dapat mencapai kedudukan-kedudukan yang tinggi di sisi Tuhan. Salah satu adab dan kesopanan dalam berdzikir adalah bahwa seseorang yang melakukan dzikir harus terlebih dahulu; (1) Bertaubat, membaca istighfar. Minta ampun atas segala dosa dan kekurangan yang pernah dilakukan. (2)Memperbanyak syukur dengan membaca al-Hamdulillah. Mengagungkan Tuhan. (3) Tidak langsung minum begitu selesai dzikir. (4) Tidak menyibukkan diri dalam urusan-urusan keduniaan, kecuali pada hal-hal yang boleh membantumemperlancar perjalanannya menuju Tuhan.

KITAB AL MINAH AL SANIYAH (MENJADI KEKASIH ALLAH) FASAL 16 : TIDAK MELUPAKAN DZIKIR


Oleh Syeikh Abdul Wahhab As-Sya'rani (Tokoh Sufi Mesir)


Seseorang yang meniti jalan menuju Allah tidak boleh melupakan dzikir (ingat kepada Allah). Ini sangat penting. Para ulama menyatakan, “Siapa yang lupa Allah berarti telah menjadi kufur”. “Siapa yang mudah melupakan Allah dan hal itu tidak menyebabkannya merasa sakit, maka ia berarti pendusta kalau mengaku benar-benar meniti jalan Tuhan. Ia sama sekali tidak menyusuri jalan thariqat”.Dzikir menyebabkan seseorang selalu terjaga dan dilindungi Tuhan.

Para ulama menyatakan, orang-orang arif senantiasa berdzikir kepada Tuhan. Bila melupakan-Nya, walau hanya satu dua nafas,  Allah menyerahkan  nasib mereka kepada syetan sehingga syetan menjadi temannya. Adapun orang-orang yang belum mencapai tingkatan tersebut,  Allah tidak sampai berbuat demikian. Semua menurut tingkatan dan derajat masing-masing.
                     
Dalam sebuah hadits Qudsi, Allah berfirman,"Aku menurut hati hamba-Ku. Aku senantiasa bersamanya, selama iaberdzikir (ingat) kepada-Ku. Bila ia menyebut-Ku dalam hatinya, Aku mengingatnya dalam Dzat-Ku. Bila ia menyebut-Ku dalam masyarakatnya, Akumenyebut namanya dalam masyarakat yang lebih baik daripada masyarakatnya".

Rasul sendiri memerintahkan para shahabat untuk memperbanyak dzikir. Bahkan, dalam sebuah riwayat Ibn Hibban dikatakan, "Perbanyak dzikir sampai-sampai manusia menganggapmu gila".

Dzikir adalah sebuah bentuk ibadah yang sangat agung derajat dan pahalanya.

Dalam riwayat Muslim, Nasai dan Al-Bazzar dikatakan,"'Maukah aku beritahu tentang suatu amal yang paling baik, paling sucidisisi Tuhan, yang mampu meningkatkan derajat, lebih baik dari memberi sedekah emas dan perak, bahkan lebih baik daripada bertempur dengan musuh'? 'Baiklah ya Rasul', jawab shahabat. 'Dzikir kepada Allah'".
"Tidak pernah ahli surga itu menyesal, kecuali tentang suatu waktu dimana saat itu mereka lewatkan begitu saja dengan tanpa berdzikir kepada Allah".


Dzikir juga merupakan pembeza antara iman dan kufur, hakekat hidup dan kematian.

Dalam riwayat At-Tobroni, Rasul menyatakan, "Siapa yang tidak ingat Allah (tidak berdzikir) berarti terlepas imannya". "Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Tuhan dengan orang yang tidak, adalah seperti orang hidup dengan orang mati".

Bahkan, dalam sebuah hadits qudsi Allah menyatakan,
"Hai anak Adam. Bila kau mengingat Aku berarti bersyukur kepada-Ku. Melupakan-Ku, berarti mengkufuri Aku".

Yang dimaksud 'lupa' disini adalah sengaja tidak memperdulikan Tuhan dan berbuat syirik.  Atau, membiarkan dirinya hanyut dalam perbuatan-perbuatan yang tidak diridloi Tuhan. Ini adalah sesuatu yang sangat dicela dalam agama.

Diriwayatkan dari Imam Tirmidzi, Rasulullah saw bersabda, "Bila kalian melewati taman surga, maka merumputlah (di taman itu )". Para sahabat bertanya,"Apa taman surga tersebut?". "Kalangan tempat berdzikir", jawab Rasul. Pada kesempatan lain, Rasul juga bersabda,

"Siapa yang mengerjakan sholat Subuh secara jamaah, lalu berdzikir kepada Allah sampai terbit matahari, kemudian melakukan sholat dua rakaat, maka ia diberi pahala seperti pahala orang yang melakukan haji dan umrah secara sempurna".

Dzikir kepada Allah mempunyai kedudukan dan fungsi yang sangat besar.Rasul menyamakan kedudukan orang-orang yang senantiasa berdzikir ini sebagaimana orang-orang yang tabah (menghadapi musuh) ketika pasukan lainnya melarikan diri.  Sebaliknya, terhadap mereka yang tidak mau berdzikir, atau majlis-majlis yang di dalamnya tidak dilakukan dzikir, Rasul menyatakan bahwa mereka berbau  seperti bangkai khimar.

Mereka akan merugi.Rasulullah menyatakan, dalam hati manusia terdapat dua buah bilik; satudi tempati malaikat, yang lain ditempati syetan.

Ketika seseorang berdzikir kepada Allah, syetan berlari keluar. Sebaliknya, ketika manusia lupa kepada Allah, syetan menguasai hati manusia dan menggangunya. Sesungguhnya, hadits-hadits yang menyebut tentang berdzikir ini amat banyak.

Menurut Imam Izzuddin ibn Abdus Salam, hadits-hadits tersebudapat disamakan dengan kata "perintah".  Sebab, perbuatan-perbuatan yang dipuji, atau setiap perbuatan yang dijanji akan diberi kebaikan dunia akherat, maka itu berarti diperintahkan.  Namun, disadari, bahwa kata perintah tidak mesti menunjukkan makna wajib. Dapat digolongkan wajib, bila ada dalil-dalil yang mendukung atau menujukkan kewajibannya secara jelas.

Karena itu, seseorang harus terus berusaha berdzikir untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah, walau dalam keadaan pincang atau sakit. Jangan menunggu sampai sehat. Sebab, menanti sampai sehat berarti pengangguran. Sejalan dengan itu, Athoillah, pengarang kitab "Al-Hikam" menyatakan, seseorang hendaknya terus berdzikir. Jangan sampai tidak mau dzikir dengan alasan belum dapat khusyuk.

 Sebab, meninggalkan dzikir adalah lebih parahdaripada dzikir yang tidak khusyuk. Dari model dzikir yang tidak khusyuk tersebut,Insya Allah akan bisa naik menjadi dzikir yang disertai dengan kesadaran hati.Dari situ, kemudian naik lagi menjadi dzikir yang benar-benar khusyuk kepadaAllah. Tahapan-tahapan ini tidak sulit bagi Allah.

Abu Ali Ad-Daqqoq menyatakan, dzikir adalah sarana utama untuk mencapai Allah. Seseorang tidak akan sampai kepada-Nya kecuali dengan mengistiqomahkan dzikir.Mana yang utama; dzikir dengan pelan atau dzikir dengan suara keras?

Menurut Abu Al-Mawahib As-Syadili, dzikir dengan suara keras adalah lebih baik bagi para pemula, yang mana dorongan-dorongan nafsunya masih sangat kuat. Sedang dzikir dengan pelan adalah lebih utama bagi orang-orang khusus yang hatinya telah terpadu untuk menuju kepada Allah

Adapun bacaan dzikir, untuk para pemula adalah kalimat "Lailaha illaah". Sedang bagi mereka yang telah mencapai tingkatan makrifat adalah kalimat Jalalah; "Allah".

Sebab, orang-orang yang telah mencapai tingkat makrifat, pada dasarnya tidak ada lagi yang mereka butuhkan kecuali --kalimat-- Allah. Selanjutnya, tentang manfaat atau faidah dzikir amat banyak.  Antara lain, pertama, bahwa dzikir merupakan ketetapan dan syarat kewalian. Artinya, siapa yang senantiasa berdzikir kepada Allah, maka ia akan boleh mencapai derajat kekasih Tuhan dan itu menjadi salah satu ciri utamanya.

Sebaliknya, siapa yang lupa atau berhenti dari berdzikir, berarti ia lepas dari derajat kewalian. Kedua, dzikir merupakan kunci dari ibadah-ibadah yang lain. Dzikir merupakan jalan yang paling cepat untuk membuka rahasia-rahasia ibadah yang lain.

Sayyid Ali Al-Mursifi menyatakan, banyak guru thariqat yang merasa tidak mampu merawat --hati-- muridnya sampai bersih. Mereka tidak menemukan obat yang lebih baik untuk itu, kecuali dengan cara terus-menerus melakukan dzikir. Maka, dalam soal pembersihan hati ini, dzikir d dipat umpamakan sebagai alat gosok khusus yang dapat secara cepat membersihkan kerak tembaga. Sedang ibadah-ibadah lain bagai alat gosok biasa yang lama sekali bila digunakan untuk membersihkan kotoran tembaga.

Orang yang melakukan suluk (menempuh jalan menuju Allah) melalui cara dzikir boleh  juga diumpamakan burung yang terbang cepat ke Hadlirat Ilahy. Sedang orang yang suluk melalui ibadah lain, adalah bagai orang lumpuh yang sebentar merambat dan sebenatar berhenti. Perjalanan terlalu jauh dan ia hanya menghabiskan umurnya, sementara tujuan belum berhasil.

Tentang waktu melakukan dzikir, para ulama sepakat bahwa malam hari adalah waktu yang paling baik.  Malam hari lebih dekat terbukanya hijab dibanding siang hari. Karena itu, seseorang yang tidak melakukan dzikir pada malam hari, maka akan sulit --bahkan mustahil-- baginya untuk bisa mencapai Tuhan. Ketiga, bahwa dzikir merupakan syarat atau perantara untuk dapat masuk dalam hadlirat Ilahy. Allah adalah Dzat Yang Maha Suci. Dia tidak akan dapat didekati kecuali oleh orang-orang yang suci. Seseorang yang senantiasa melakukan dzikir, hatinya akan menjadi bening dan bersih, sehingga ia akan bisa mencapaiTuhan dengan baik dan cepat. Keempat, dzikir akan membuka hijab dan menciptakan keihlasan hati yang sempurna.

Kasyaf (terbuka hijab) ada dua macam; hissi dan khayali. Kasyaf hissia adalah terbukanya pandangan karena penglihatan mata, sedang kasyaf  khayali terbukanya tabir hati sehingga mampu mengetahui kondisi di luar alam inderawi; mahluk halus atau yang lain-lain.

Akan tetapi, siapa yang mempunyai kasyaf sehingga mampu melihat  gerak-gerik orang lain di rumah mereka, maka itu berarti kasyaf syatoni. Ia harus bertaubat dari kasyaf sesat tersebut. Adapaun tentang keihlasan yang sempurna, para ulama menjelaskan sebagai berikut. Pertama kali yang timbul dalam hati manusia --kalau ia menyibukkan diri untuk berdzikir-- adalah suatu keyakinan bahwa tidak ada yang
dilakukan kecuali untuk Allah; tidak ada yang menguasai kecuali Allah; dan tidakada yang benar-benar wujud dalam alam ini kecuali Allah. Apabila dalam hati seseorang telah tumbuh keyakinan tersebut, maka tidak akan ada lagi anggapan bahwa apa yang dilakukan adalah perbuatannya sendiri.

Sebalik, muncul kesadaran bahwa dirinya sebenarnya hanyalah "tempat"atau "alat" dari pelaksanaan --perbuatan-- Tuhan dan tempat pelaksanaan taqdir-Nya. Sedemikian,  sehingga tidak akan ada lagi tuntutan pahala dari ibadah yang dilakukan, tidak ada lagi kesombongan, tidak ada lagi sifat ujub dan tidak ada lagiriya. Akhirnya, ia menjadi orang-orang yang benar-benar menghambakan diri (ikhlas) kepada Allah.Kelima, menurunkan rahmat.

Rasulllah bersabda,
"Orang-orang yang duduk untuk berdzikir, maka malaikat mengitari mereka, Allah melimpahkan rahmat-Nya dan Allah juga menyebut (membanggakan) mereka kepada orang-orang (malaikat) di sekitarnya".

Keenam, menghilangkan kesusahan hati. Kesusahan dan kesedihan, sesungguhnya, adalah akibat lupa kepada Allah. Seseorang hendaknya tidak mencaci dan menyalahkan orang lain ketika bertubi-tubi mendapat celaka,t ertimpa musibah dan kesusahan.  Semua itu merupakan balasan atas perbuatannya yang memalingkan diri dari Allah. Siapa yang menghendaki kebahagian dan ketenangan, hendaknya memperbanyak dzikir. Ketujuh, melunakkan hati.

Al-Hakim Abu Muhammad At-Tirmidziberkata, "Dzikir kepada Allah bisa membasahi hati dan melunakanya. Sebaliknya,bila hati kosong dari dzikir, ia akan menjadi panas oleh dorongan nafsu dan api syahwat.  Sehingga, hatinya menjadi kering dan keras. Anggota badannya menjadisulit (menolak) untuk diajak taat kepada Allah".

Selain itu, dzikir juga dapat meredakan berbagai macam penyakit hati, seperti sombong, riya, ujub, hasud, dendam,  suka menipu, dan lain-lain. Kedelapan, memutuskan ajakan setan. Ada perbedaan antara kehendak nafsu dengan kehendak setan. Kehendak setan biasanya mengajak kepada kemaksiatan dan kedurhakaan, sedangkan kehendak nafsu biasanya mengajak untuk menurutkan sahwat.

Para ulama juga membedakan antara kehendak nafsu dengan kehendak setan ini. Nafsu, biasanya selalu merajuk, bila mengajak kepada sesuatu. Ia tidak akan berhenti, walau sudah lama, sampai tujuannya tercapai; kecuali pada orang-orang yang benar-benar memerangai nafsunya.

Sedang kehendak setan, ia akan mengalihkan pada kemaksiatan yang lain, bila ajakan yang pertama tidak berhasil. Setan akan terus mengajak kepada kemaksiatan demi kemaksiatan. Baginya,semua kemaksiatan adalah sama. Yang penting, bagaimana seseorang boleh terjerumus di dalamnya.Kesembilan, dzikir dapat menolak bencana.

 Dzunnun al-Misri berkata,
"Siapa yang berdzikir, Allah senantiasanya menjaganya dari segala sesuatu".

Para ulama menyatakan, dzikir merupakan pedang bagi para pemula.Dengan dzikir ia memerangi musuh-musuhnya; jin dan manusia. Dengan dzikir pula, ia menolak segala macam bencana.

Sesungguhnya, bencana, bila bertemu dengan orang-orang yang berdzikir, ia akan menyimpang. Dzikir yang telah kokoh dalam hati, membuat setan menjadi pingsan bila mendakat;  sebagaimana seseorang yang juga pingsan bila melihat setan. Teman-temannya mendekat dan bertanya, "Apa yang terjadi?". "Ia mendekati orang yang berdzikir". Demikian dintara faidah-faidah dzikir. Karena itu, hendaknya seseorang senantiasa membiasakan dzikir kepada  Allah.

Dengan dzikir, setan tidak akan dapat mengendalikan manusia.

Afdloluddin pernah menyatakan, setan selalu berdiri di depan –bahkan dalam-- hati manusia. Ia akan cepat-cepat naik dan mengendalikan manusia bilamana ia melupakan Tuhan.

Sebaliknya, setan pun segera turun dan keluar, bila seseorang mengingat (berdzikir kepada) Tuhan. Dan seadainya manusia dibukakan tabir rahsia ini, akan tampak jelas bagaimana setan menunggangi dan mengendalikan orang-orang di antara kita, sebagaimana kita menunggangi dan mengendalikan seekor kuda. Manfaat dzikir sangat banyak, tidak terhitung. Salah satunya adalah bahwa ia tidak dibatasi waktunya. Setiap saat kita diperintahkan untuk berdzikir, walau belum  khusyuk. Jika dzikir telah merasap dalam sanubari, maka akan menyatulah kecintaan kepada Allah dengan ruhnya, sehingga pernah terjadi seseorang yang berdzikir kemudian tertimpa batu, darah yang menetes membentukkalimat "Allah-Allah".

KITAB AL MINAH AL SANIYAH (MENJADI KEKASIH ALLAH) FASAL 15 : MEMPUNYAI RASA MALU DAN TATA KRAMA



Oleh Syeikh Abdul Wahhab As-Sya'rani (Tokoh Sufi Mesir)

Seseorang yang ingin mencapai Tuhan harus mempunyai rasa malu; malu melakukan segala perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan-Nya. Para ulama menyatakan, ibadah mempunyai 71 jurusan (pintu).
Tujupuluh (70) di antara terkandung dalam rasa malu, hanya 1 (satu) ada dalam semua bentuk kebajikan. Rasul sendiri selalu memerintahkan para shahabat agar mempunyai rasa malu terhadap Tuhan.

Bagaimana malu terhadap Tuhan?
"Orang yang malu kepada Allah adalah orang yang menjaga kepala dan apa yang ada didalamnya (fikiran-fikiran dan khayalan yang tidak benar),  menjaga perut dan apa yang ada di dalamnya (makanan yang tidak halal),  dan senantiasa ingat matidan kebinasaan. Siapa yang menginginkan akherat hendaknya meninggalkan – pengaruh  kehidupan dunia. Siapa yang dapat demikian, berarti benar-benar malu kepada Allah".

Fudhail menyatakan, tanda-tanda orang celaka ada 5 (lima); keras hatinya (tidak mau menerima nasehat), beku matanya (tidak mahu melihat kebenaran), sedikit rasa malunya, cinta kemewahan dunia dan penjang angan-angannya.

Sedang As-Sariy menyatakan, rasa malu dan puas (qanaah) dapat menundukkan (melemaskan) hati. Bila keduanya masuk ke dalam hati, dan di sana ada sifat zuhud dan wara, maka hati akan menjadi tenang dan damai. Sebaliknya, bila di sana tidak ditemukan zuhud dan wara, rasa malu dan puas akan menyingkir. Tanda-tanda orang yang malu kepada Allah tidak akan menjerumuskan diri ke dalam perbuatan dosa dan maksiat.

Selain rasa malu, seseorang yang hendak masuk Hadlirat Ilahy dan mendekatkan diri kepada-Nya, harus mempunyai tata krama dan sopan santun. Ini adalah sesuatu yang sangat penting.  Sebahagian ulama menyatakan, tata krama hampir mencapai 2/3 dari persoalan agama. Bahkan yang lain menyatakan, siapa yang tidak mempunyai sopan santun, berarti tidak mempunyai agama, tidak mempunyai iman dan tidak mempunyai tauhid.
"Orang yang tidak mempunyai tata krama, berarti tidak mempunyai agama, tidak mempunyai iman dan tidak mempunyai tauhid".

Dalam ibadah, mencari ilmu dan lain-lain, soal sopan santun tidak boleh ditinggalkan. Para ulama menyatakan, seseorang bisa mencapai surga dengan amalnya, akan tetapi ia tidak akan bisa masuk Hadlirat Ilahy kecuali dengan sopan santun dan tata krama (dalam ibadahnya). Orang yang tidak menjaga kesopanan dalam ketaatan, ia tetap terhijab dari Tuhan. Karena itu,  seseorang murid harus menjaga benar masalah ini. Dikatakan,para wali tidak mencapai derajat itu karena banyaknya amal, tetapi justru disebabkan oleh tata krama dan kebaikan ahlaknya.